Perjamuan Kudus
Perjamuan Kudus, Perjamuan Suci, Perjamuan Paskah, atau Ekaristi (bahasa Yunani: εὐχαριστία, translit. eucharistía, lit. "ucapan syukur") adalah suatu ritus yang dipandang oleh kebanyakan Gereja dalam Kekristenan sebagai suatu sakramen. Menurut beberapa kitab Perjanjian Baru, Ekaristi dilembagakan oleh Yesus Kristus saat Perjamuan Malam Terakhir.[1] Yesus memberikan murid-murid-Nya roti dan anggur saat makan Paskah, lalu memerintahkan para pengikutnya: "perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku" sambil merujuk roti tersebut sebagai "tubuh-Ku" dan anggur tersebut sebagai "darah-Ku".[2] Istilah "Ekaristi" berasal dari bahasa Yunani ευχαριστω, yang artinya berterima kasih atau bersyukur; istilah ini lebih sering digunakan oleh Gereja Katolik, Komuni Anglikan, Gereja Ortodoks Timur, dan Gereja Lutheran. Sedangkan istilah "Perjamuan Kudus", khususnya di Indonesia, umumnya digunakan oleh kebanyakan Gereja Protestan.[1] Namun kata "Ekaristi" tidak hanya merujuk pada ritusnya saja (Perjamuan Kudus atau Misa Kudus), tetapi juga pada roti — baik yang beragi ataupun tidak beragi — dan anggur yang dikuduskan (dikonsekrir) dalam ritus tersebut. Istilah-istilahEkaristiKata benda Yunani εὐχαριστία (eucharistia), yang berarti "ucapan syukur", tidaklah digunakan dalam Perjanjian Baru sebagai nama sebuah ritual.[3] Namun kata kerja terkait ditemukan pada 1 Korintus 11:23-24 dalam kisah Perjamuan Terakhir:[3][4][5]
Istilah "Ekaristi" (ucapan syukur), yang merujuk kepada ritus, disebut oleh Didache (akhir abad ke-1 atau awal abad ke-2),[6][7][8][9] Santo Ignatius dari Antiokhia (diperkirakan meninggal tahun 98-117),[9][10] dan Santo Yustinus Martir (tulisan tahun 147-167).[7][9] Sampai saat ini istilah "Ekaristi" masih digunakan di kalangan Ortodoks Timur, Ortodoks Oriental, Katolik, Anglikan, Presbiterian, dan Lutheran. Perjamuan TuhanPerjamuan Tuhan (bahasa Inggris: the Lord's Supper), dalam bahasa Yunani: Κυριακὸν δεῖπνον (Kyriakon deipnon) digunakan pada tahun 50-an awal,[3][4] sebagaimana terlihat dalam 1 Korintus 11:20-21:
Istilah "Perjamuan Tuhan" umumnya digunakan di kalangan Baptis, juga sebagian Methodis dan Anglikan evangelis. Dan di Indonesia sebagian besar kalangan Protestan menggunakan istilah "Perjamuan Kudus". Komuni/Komuni KudusKomuni berasal dari bahasa Latin: communio (saling berbagi atau persekutuan), dengan menerjemahkan istilah Yunani κοινωνία (koinōnía) in 1 Korintus 10:16:
Istilah "Komuni", atau "Komuni Kudus" (Holy Communion), digunakan oleh beberapa kalangan yang berasal dari Reformasi Protestan untuk mengartikan keseluruhan ritus Ekaristi. Yang lainnya, seperti Gereja Katolik, tidak menggunakan istilah ini untuk ritusnya. Tetapi kalangan Katolik mengartikannya sebagai tindakan ambil bagian dalam penerimaan roti (hosti) dan/atau anggur yang sudah dikonsekrir; menerima Hosti Kudus sama artinya dengan menerima Komuni Kudus. Istilah lainnyaMisaMisa (Mass), merujuk pada perayaan atau ritusnya, digunakan oleh kalangan Ritus Latin dalam Gereja Katolik, beberapa Anglikan (Anglo-Katolisisme), beberapa Lutheran dan Kekristenan Barat. Istilah lain yang digunakan dalam Gereja Katolik adalah "Misa Kudus", "Peringatan Sengsara, Wafat dan Kebangkitan Tuhan", "Kurban Kudus Misa", dan "Misteri Kudus".[11][12] Istilah "Misa" sendiri awalnya berasal dari bahasa Latin: missa (secara harafiah berarti pembubaran), yaitu sebuah kata yang diambil dari seruan penutup di akhir perayaan Ekaristi: Ite, missa est (di Indonesia diterjemahkan jadi: "Pergilah, kamu diutus").[13] Liturgi SuciLiturgi Suci (Divine Liturgy) digunakan dalam tradisi Ritus Bizantium yaitu di kalangan Gereja Ortodoks Timur, sebagian Gereja Ortodoks Timur, dan sebagian Gereja Katolik Timur, untuk merujuk pada ritusnya. Sementara istilah "Misteri Suci" (Divine Mysteries) umum digunakan untuk merujuk pada roti dan anggur yang sudah dikonsekrir. Sebagian lain dari Gereja Ortodoks Oriental dan Gereja Katolik Timur menggunakan istilah "Kurban Suci" (Holy Qurbana) untuk merujuk pada Perayaan Ekaristi. Sakramen MahakudusSakramen Mahakudus (terjemahan umum di Indonesia dari "Blessed Sacrament") adalah istilah yang umum digunakan di kalangan Katolik, Lutheran, dan sebagian Anglikan (Anglo-Katolisisme) untuk menyebut roti dan anggur yang sudah dikonsekrir, terutama yang disimpan dalam tabernakel atau ditakhtakan dalam monstrans (terkait dengan Adorasi Sakramen Mahakudus). Sementara istilah "Sakramen Altar" juga umum digunakan di kalangan Lutheran. Pemecahan RotiPemecahan Roti (Breaking of Bread) dapat ditemukan di Lukas 24:35, Kisah 2:42,46 dalam konteks di mana, menurut beberapa kalangan, merujuk pada perayaan Ekaristi.[14] Istilah ini digunakan oleh Serikat Persaudaraan Plymouth.[15] SejarahDasar dari AlkitabKisah mengenai bagaimana Yesus menetapkan Ekaristi pada malam sebelum Penyaliban (Perjamuan Terakhir) dicatat dalam 4 kitab Perjanjian Baru: ketiga Injil Sinoptik (Matius 26:26-28, Markus 14:22-24, Lukas 22:17-20) dan 1 Korintus 11:23-25.[2] Versi dalam Injil Matius dan Markus hampir sama, sementara versi Lukas sangat serupa dengan versi Paulus dalam 1 Korintus yang mana tampak lebih lengkap menjelaskan bagian awal dari Perjamuan.[16] Dalam Injil Yohanes, kisah mengenai Perjamuan Terakhir tidak menyinggung Yesus mengambil roti dan cawan dan menyebutnya sebagai tubuh dan darah-Nya; melainkan Ia menceritakan tindakan sederhana mencuci kaki para murid, menubuatkan pengkhianatan yang akan dialami-Nya, peristiwa-peristiwa yang akan mengantarnya ke kayu salib, dan dialog panjang dalam menanggapi beberapa pertanyaan para murid —di mana Ia berbicara mengenai pentingnya kesatuan mereka dengan-Nya dan satu sama lain.[17] Sumber awal lainnyaDidache (dari kata Yunani yang berarti: ajaran) adalah risalah Gereja awal yang salah satunya memuat mengenai Ekaristi. Kebanyakan ahli menganggap tulisan tersebut berasal dari abad ke-2,[18] dan membuat pembedaan atas 2 tradisi Ekaristi, tradisi awal dituliskan di pasal 10 dan yang kemudian dituliskan di pasal 9.[19] Ekaristi lalu disinggung kembali di pasal 14. St. Ignatius dari Antiokhia (hidup antara tahun 35 atau 50 — 98 atau 117), salah seorang Bapa Gereja, dalam Suratnya kepada Jemaat Smirna bab VI menyinggung mereka yang tidak mau menyambut Ekaristi karena tidak mengakuinya sebagai "daging Juruselamat kita Yesus Kristus".[20] Lalu dalam Surat kepada Jemaat Filadelfia bab IV, St Ignatius mengungkapkan hal serupa yang mengaitkan Ekaristi dengan Komuni Kudus.[21] St. Yustinus Martir (hidup tahun 100 – 165) dalam apologi pertamanya (First Apology) berbicara mengenai tata cara pelayanan sakramen ini (bab LXV-LXVII), bahwa "makanan" yang tidak biasa ini disebut Εὐχαριστία (Ekaristi, arti harafiah: ucapan syukur) yang adalah daging dan darah Yesus yang telah menjadi manusia (bab LXVI).[22] Pandangan teologisBanyak tradisi Kekristenan yang mengajarkan bahwa Yesus hadir secara istimewa dalam perayaan Ekaristi atau Perjamuan Kudus. Namun ada perbedaan pendapat mengenai hakikat, tempat, atau waktu kehadirannya.[2] Katolik, Ortodoks Timur, Ortodoks Oriental, dan Gereja Asiria Timur mempercayai bahwa realitas atau hakikat dari roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus (melalui konsekrasi), tetapi penampilannya (species) tetap. Gereja Katolik Roma menyebut perubahan ini dengan istilah "transubstansi", dan tidak menjelaskan bagaimana perubahan tersebut dapat terjadi karena hal itu jauh melampaui pengertian manusia.[23] Lutheran meyakini bahwa tubuh dan darah Kristus hadir "pada, dengan, dan di dalam" bentuk roti dan anggur, sebuah konsep yang dikenal dengan istilah "persatuan sakramental" (sacramental union). Calvinis mempercayai kehadiran Kristus secara rohani, non materi, dalam tindakan sakramental, bukan dalam elemen-elemen Perjamuan Kudus.[2] Anglikan menganut berbagai pandangan, tetapi dalam ajaran yang tertulis di "Articles of Religion" dikatakan bahwa kehadiran-Nya hanya dalam cara rohaniah saja.[24] Sementara beberapa aliran Kekristenan lain hanya mempercayai Ekaristi sebagai suatu seremonial atau peringatan akan wafatnya Kristus. Pada umumnya kebanyakan denominasi dalam Kekristenan memandang Perjamuan Kudus atau Ekaristi sebagai sakramen. Dewan Gereja-gereja se-Dunia ("World Council of Churches"), dalam dokumen "Baptism, Eucharist and Ministry", mencoba menyajikan pemahaman umum mengenai makna Ekaristi demi kesepahaman segenap umat Kristiani pada umumnya, yaitu sebagai: "Ucapan Syukur kepada Bapa", "Anamnesis atau Peringatan akan Kristus", "Epiklesis atau Seruan kepada Roh", "Persekutuan Orang Beriman", "Perjamuan Kerajaan Sorga".[25] Dalam dokumen yang sama di bagian "Eucharist" disebutkan juga bahwa Ekaristi pada dasarnya adalah sakramen karunia (pemberian-Nya) yang membuat seseorang tinggal di dalam Kristus melalui kuasa Roh Kudus (II.2), sakramen pengorbanan Kristus yang unik dan hidup untuk menjadi pengantara manusia (II.B.8), sakramen tubuh dan darah Kristus dan sakramen kehadiran-Nya yang sebenarnya (II.B.13). Ritus dan liturgiKatolik RomaKatekismus Gereja Katolik (KGK) 1407 dan 1409 menyatakan bahwa Ekaristi adalah pusat dan puncak kehidupan Gereja, peringatan Paskah Kristus yang dihadirkan di dalam kegiatan liturgi. Karena di dalamnya Yesus Kristus mengikutsertakan Gereja-Nya dan semua anggota-Nya dengan korban pujian dan syukur yang Ia persembahkan satu kali untuk selamanya di salib kepada Bapa-Nya; di mana melalui korban tersebut Yesus mencurahkan anugerah keselamatan kepada umat sebagai anggota Tubuh-Nya, yakni Gereja (lihat: Tubuh Kristus).[26][27] Sehingga umat yang menerimanya (melalui Komuni Kudus) dipererat hubungannya dengan Tuhan, dosa-dosa ringan-nya (yang telah disesalinya) diampuni, dan lebih dimampukan untuk melawan godaan berdosa berat.[27] Melalui Ekaristi, umat juga memperoleh karunia rohani dan jasmani dari Tuhan serta dapat mempersembahkannya bagi mereka yang telah meninggal.[27] Hasil dari Konsili Trente, dan dituliskan kembali dalam KGK 1376, menegaskan bahwa roti (biasanya disebut hosti) dan anggur yang telah dikonsekrasi dalam perayaan Ekaristi mengalami perubahan hakikat secara keseluruhan (transubstansiasi) menjadi Tubuh dan Darah Kristus, di mana Yesus Kristus hadir sepenuhnya secara nyata beserta jiwa dan keilahian-Nya.[28][29] Sehingga roti dan anggur yang telah dikonsekrir tersebut pada hakikatnya sudah bukan roti dan anggur lagi, tetapi Tubuh dan Darah Kristus yang sebenarnya. Darah itu sendiri juga ada dalam rupa roti, dan Tubuh-Nya juga ada dalam rupa anggur; maka menyambut Tubuh-Nya (Komuni Kudus) berarti menyambut Tubuh dan Darah-Nya. Salah satu dasar ajaran Gereja Katolik mengenai transubstansi dan Ekaristi adalah Injil Yohanes 6:51,54,56:[27]
Menurut KGK 1412, konsekrasi dilakukan oleh imam dalam perayaan Ekaristi (Misa Kudus) dengan mengucapkan kata-kata "Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagimu.... Inilah piala darah-Ku...."[27] Konsekrasi diucapkan dalam Doa Syukur Agung, di mana saat itu seorang pastor (imam) — melalui imamatnya — bertindak selaku Kristus sendiri (in persona Christi). Pastor, atau pelayan lain, kemudian akan memberikan hosti yang telah dikonsekrir kepada komunikan (penerima komuni) sambil mengatakan "Tubuh Kristus", suatu pernyataan bahwa Tubuh Kristus yang sebenarnya dan nyata sedang akan diberikan; lalu komunikan menjawab "Amin" sebagai tanda persetujuan dan imannya. Namun yang diperbolehkan menerima Komuni Kudus dalam perayaan Ekaristi hanyalah umat yang berada dalam keadaan rahmat, artinya tidak dalam keadaan berdosa berat (lihat: Bobot Dosa); sehingga umat yang sadar telah melakukan dosa berat harus mendapat absolusi dulu dalam Sakramen Rekonsiliasi sebelum dapat menyambut Komuni.[27] Kekristenan TimurSerupa dengan Katolik Roma, Ekaristi merupakan titik sentral dalam komunitas umat Kekristenan Timur —baik Ortodoks maupun Katolik Timur. Gereja Ortodoks Timur menegaskan kehadiran Kristus secara nyata dalam Misteri Suci (roti dan anggur yang sudah dikonsekrir) yang mana diyakini adalah benar-benar Tubuh dan Darah Yesus Kristus. Perubahan hakikat tersebut (roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus), atau transubstansiasi, tercantum dalam Katekismus Gereja Ortodoks Timur dan Katekismus St Philaret; dan dalam Katekismus St. Philaret dituliskan bahwa istilah "transubstansiasi" tidak digunakan untuk menentukan bagaimana caranya perubahan itu dapat terjadi.[30][31] Namun Gereja Ortodoks Timur lebih memilih untuk menggunakan istilah sederhana "perubahan" (bahasa Yunani: μεταβολή) untuk menggambarkan perubahan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus yang sebenarnya.[32] Jika dalam Gereja Katolik Roma, kata-kata konsekrasi dianggap sebagai saat terjadinya transubstansiasi, Gereja Ortodoks Timur — dan beberapa Gereja Katolik Timur — menganut pandangan berbeda. Mereka tidak mendefinisikan kapan tepatnya terjadi perubahan, dan meyakini bahwa proses perubahan mulai terjadi saat Liturgi Persiapan dan selesai pada saat Epiklesis (doa atau seruan kepada Roh Kudus agar menguduskan roti dan anggur).[33] Dalam Ritus Bizantium (yang digunakan Ortodoks Timur dan sebagian Katolik Timur), dan beberapa tradisi Timur lainnya, Epiklesis dilakukan setelah Anamnesis (seruan pengenangan akan sengsara, wafat, dan kebangkitan Kristus); sementara dalam Ritus Latin sebaliknya. Ritus Bizantium adalah yang paling banyak digunakan di kalangan Gereja-Gereja Timur, dan perayaan Ekaristi-nya dikenal dengan nama Liturgi Suci. Perayaan liturgi tersebut terdiri dari dua bagian utama: yang pertama adalah Liturgi Katekumen (mencakup litani-litani, antifon, pembacaan Kitab Suci, dan homili), yang kedua adalah Liturgi Umat Beriman (mencakup persembahan Ekaristi, konsekrasi, dan penerimaan Komuni Kudus). Liturgi Katekumen dapat disetarakan dengan Liturgi Sabda dalam Misa Ritus Latin, sementara Liturgi Umat Beriman dengan Liturgi Ekaristi. ProtestanPada umumnya semua denominasi Kristen percaya bahwa mereka diperintahkan Yesus untuk mengulangi peristiwa perjamuan ini untuk memperingatinya: "... perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!" (1 Korintus 11:24-25).[34] Sebagian Gereja Protestan lebih menekankan Perjamuan Kudus sebagai peringatan akan kematian dan pengorbanan Yesus bagi umat manusia.[35] Perjamuan Kudus berguna sebagai dorongan untuk secara periodik menilai diri (self correction) dalam arti mengadakan koreksi atas hati dan pikiran masing-masing, karena syarat untuk dapat ikut dalam Perjamuan Kudus ialah hati yang bersih dan pikiran sedemikian rupa sehingga keikutsertaan makan roti dan minum anggur dari cawan Perjamuan Kudus itu adalah dalam keadaan rohani yang layak dan iman yang tidak ragu-ragu (1 Korintus 11:28-29).[36] LutheranLutheran meyakini bahwa Tubuh dan Darah Kristus benar-benar hadir dalam kenyataan yang sebenarnya, dan disalurkan bagi mereka yang makan dan minum roti dan anggur Perjamuan Tuhan.[37] Doktrin Lutheran mengenai kehadiran nyata Kristus ini secara resmi dikenal dengan istilah "persatuan sakramental" (sacramental union), yaitu persatuan roti Perjamuan dengan Tubuh Kristus dan persatuan anggur Perjamuan dengan Darah Kristus (serupa dengan istilah "persatuan hipostasis" yang digunakan untuk menjelaskan kedua kodrat Yesus dalam diri-Nya); namun banyak kalangan salah mengartikannya dan menyebutnya "konsubstansiasi".[38] Istilah tersebut ditolak oleh para teolog Lutheran karena menimbulkan kebingungan tentang doktrin yang sebenarnya dan merujuk pada konsep filosofis yang tidak alkitabiah sebagaimana juga — menurut pandangan mereka — istilah "transubstansiasi".[39] Ada suatu gerakan resmi dalam jemaat Lutheran yang merayakan Perjamuan Kudus mingguan, menggunakan ritus formal yang sangat mirip dengan Katolik Roma dan High Anglican; namun secara historis jemaat Lutheran umumnya merayakan Perjamuan Kudus secara bulanan atau kuartalan.[40] Dalam jemaat di mana Perjamuan Kudus dipersembahkan mingguan, tidaklah disyaratkan bahwa setiap ibadah gereja menjadi suatu pelayanan Ekaristi dan juga tidak semua anggota jemaat diharuskan menerimanya setiap minggu.[41] Reformed/PresbiterianMenurut pandangan Calvinis, sesuai dengan Pengakuan Iman Westminster, roti dan anggur menjadi sarana bagi orang-orang percaya untuk mengalami persekutuan nyata dengan Kristus dalam wafat-Nya; Tubuh dan Darah Kristus hadir dengan iman mereka yang mempercayainya, sebagaimana roti dan anggur benar-benar hadir dalam panca indera mereka, tetapi kehadiran tersebut bersifat "rohani", yang mana merupakan karya Roh Kudus.[42] Banyak kalangan mengikuti John Knox dalam perayaan Perjamuan Tuhan secara triwulanan, untuk memberikan waktu yang cukup bagi refleksi batin masing-masing orang atas keadaan jiwanya dan penyesalan atas dosanya. Belakangan ini Presbiterian dan Reformed telah mempertimbangkan apakah akan kembali melakukan Perjamuan Kudus dengan lebih sering, termasuk pelayanan Perjamuan mingguan dalam lebih banyak gereja; karena frekuensi Perjamuan Kudus yang kurang sering saat ini cenderung berasal dari pandangan "memorialisme", bahwa roti dan anggur Perjamuan adalah murni representasi simbolis dari Tubuh dan Darah Yesus serta perayaan dilakukan hanya sebagai suatu upacara peringatan, bukannya dari Yohanes Calvin —yang menganggap sakramen sebagai sarana anugerah.[43] Praktik dan kebiasaanKomuni terbuka dan tertutupAda perbedaan di antara berbagai denominasi Kristen dalam pandangan masing-masing mengenai penerimaan roti dan anggur Perjamuan (Ekaristi) di antara mereka yang tidak menjalin persekutuan penuh (komuni penuh). Istilah "komuni tertutup" digunakan untuk merujuk pada praktik membatasi penerimaan roti dan anggur Ekaristi atau Perjamuan Kudus hanya kepada umat yang berada dalam persekutuan penuh dengan suatu gereja partikular, denominasi, jemaat, atau aliran. Sementara istilah "komuni terbuka" adalah sebaliknya, yakni memperbolehkan semua umat Kristen yang telah dibaptis untuk menerima roti dan anggur Perjamuan. Atas pandangan komuni tertutup, dapat dipahami dari tulisan St. Yustinus Martir (sekitar tahun 150) yang dalam apologi pertamanya (First Apology): "Tidak seorang pun diperbolehkan untuk ambil bagian (menerima komuni) selain orang yang percaya bahwa hal-hal yang kita ajarkan adalah benar."[22] Gereja Katolik (termasuk semua Gereja partikularnya, baik Barat maupun Timur), dan Gereja Ortodoks Timur mempraktikkan komuni tertutup dalam keadaan normal; di kalangan semua Gereja Katolik — termasuk antar Gereja partikular — dapat saling menerimakan komuni, demikian juga dalam Gereja Ortodoks Timur. Namun Gereja Katolik mengizinkan penerimaan komuni oleh umat dari Gereja Timur (Gereja Asiria Timur, Ortodoks Timur, Ortodoks Oriental), atau Gereja lainnya yang tidak dalam persekutuan penuh dengan Uskup Roma asalkan sakramen mereka berada dalam kedudukan yang sama menurut penilaian Takhta Suci. Syarat untuk hal tersebut adalah komunikan memintanya dengan sukarela dan dalam keadaan layak untuk menerimanya. Bahkan Gereja Katolik juga mengizinkan penerimaan komuni oleh jemaat Kristen lainnya jika ada bahaya kematian atau menurut penilaian uskup diosesan ada keperluan berat lain yang mendesak; dengan syarat ia memintanya dengan sukarela, memperlihatkan iman Katolik sehubungan dengan sakramen ini (terutama kepercayaan bahwa Tubuh dan Darah Kristus yang sebenarnya yang akan diterimanya), dan dalam keadaan layak.[44][45] Umat Katolik sendiri tidak diperbolehkan menerima Sakramen Ekaristi dari Gereja lain; kecuali: ia berada dalam keadaan mendesak (misalnya kematian), tidak ada bahaya kesesatan, secara fisik atau moril tidak dapat menemukan imam Katolik, dan sakramen tersebut adalah sah dalam Gereja tersebut (misalnya dalam Gereja-Gereja Timur).[44][45] Gereja Ortodoks Timur menerapkan praktik penerimaan komuni tertutup dengan lebih ketat, karena mereka sama sekali tidak memperbolehkan umat lainnya — di luar Gereja Ortodoks Timur — untuk menerima komuni dalam Gereja mereka. Sementara kebanyakan denominasi Protestan, termasuk juga Anglikan, menerapkan penerimaan komuni terbuka di mana beberapa mensyaratkan bahwa penerimanya haruslah bagian dari gereja yang menjadi mitranya atau cukup sudah dibaptis saja. Elemen PerjamuanRotiTradisi Gereja Barat maupun Timur menggunakan gandum sebagai bahan dasar roti Ekaristi. Ritus Bizantium, baik Ortodoks Timur maupun Katolik Timur, menggunakan roti beragi untuk perayaan Ekaristi (Liturgi Suci). Roti tersebut dikenal dengan istilah "Prosphora", atau prósphoron (bahasa Yunani: πρόσφορον), dan terbuat dari: tepung terigu putih, ragi, garam, air.[46] Sementara Katolik Roma, atau Gereja Latin, menggunakan roti tidak beragi dalam Misa;[47] roti tersebut biasa disebut "Hosti" (bahasa Latin: hostia), dan kalau sudah dikonsekrir disebut Hosti Kudus. Kanon 924 menyebutkan bahwa hosti harus terbuat dari gandum murni (tanpa campuran apapun) dan baru, agar bahaya pembusukan dapat dihindari,[47] dan tentu menggunakan air untuk pengolahannya. Gereja Katolik Maronit, Gereja Katolik Siro-Malabar, Gereja Katolik Armenia dan Gereja Apostolik Armenia saat ini menerapkan penggunaan roti tidak beragi, sama seperti Gereja Latin. Sementara di berbagai denominasi Protestan terdapat beragam variasi penggunaan roti untuk Perjamuan Kudus, baik yang menggunakan ragi maupun tidak. AnggurDalam perayaan Ekaristi, tradisi Katolik menggunakan minuman anggur (wine) alami dari buah anggur yang belum mengalami pembusukan;[47] berarti anggur tersebut harus mengalami proses fermentasi alami, belum menjadi asam, dan tanpa bahan tambahan apapun. Dalam situasi tertentu, atas pertimbangan dan izin Uskup diosesan, dapat dimungkinkan penggunaan mustum sebagai pengganti anggur (wine); namun dalam situasi normal yang digunakan adalah wine. Mustum adalah jus anggur yang telah berfermentasi, tetapi kemudian ditangguhkan sehingga kadar alkoholnya (biasanya di bawah 1%) tidak setinggi kadar alkohol wine pada umumnya, diproses tanpa mengubah sifat alamiahnya dan tidak mengandung bahan tambahan; namun penggunaan jus anggur yang dipasteurisasi tidak diperbolehkan.[48] Penggunaan mustum, sebagai pengganti anggur (wine), juga banyak diimplementasikan dalam banyak gereja Protestan. Selain itu beberapa gereja Protestan lainnya menggunakan jus anggur yang dipasteurisasi untuk menghentikan proses fermentasi alaminya, anggur yang telah dikurangi kadar alkoholnya (hingga tersisa 0,5-2%), atau air saja.[49] Referensi
|