Nama Rabu Abu berasal dari pengolesan abu pertobatan di dahi para jemaat disertai dengan ucapan "Bertobatlah dan percayalah pada Injil" atau diktum "Ingatlah bahwa engkau adalah debu, dan engkau akan kembali menjadi debu".[2][1] Abu tersebut dipersiapkan dengan membakar daun palem dari perayaan Minggu Palma tahun sebelumnya. Pada hari itu umat yang datang ke Gereja dahinya diberi tanda salib dari abu sebagai simbol upacara ini. Simbol ini mengingatkan umat akan ritual Israel kuno di mana seseorang menabur abu di atas kepalanya atau di seluruh tubuhnya sebagai tanda kesedihan, penyesalan, dan pertobatan (misalnya seperti dalam Kitab Ester, yaitu Ester 4:1, 3). Dalam Mazmur 102:10 penyesalan juga digambarkan dengan "memakan abu":
"Sebab aku makan abu seperti roti, dan mencampur minumanku dengan tangisan."
Seringkali pada hari ini bacaan di Gereja diambil dari Alkitab bagian kitab 2 Samuel 11-12, perihal raja Daud yang berzinah dan bertobat.
Banyak orang Katolik menganggap hari Rabu Abu sebagai hari untuk mengingat kefanaan seseorang. Pada hari ini umat Katolik berusia 18–59 tahun diwajibkan berpuasa, dengan batasan makan kenyang paling banyak satu kali, dan berpantang.
Di banyak negara berkebudayaan Katolik Roma di Eropa dan Amerika, Rabu Abu didahului masa karnaval (termasuk misalnya Mardi Gras) yang berakhir pada hari Selasa, sehari sebelum Rabu Abu.