Pada 15 Maret 1921, Talaat Pasha dibunuh di Berlin oleh seorang mahasiswa Armenia bernama Songhomon Tehlirian. Tehlirian menganggap pembunuhan itu sebagai upaya balas dendam atas peran Talaat Pasha dalam Genosida Armenia. Ketika diadili di pengadilan Jerman, Tehlirian dinyatakan tidak bersalah karena perbuatan yang ia lakukan semata-mata disebabkan oleh keadaan putus asa sebagai efek trauma akibat kehilangan keluarganya selama genosida terjadi. Dalam proses persidangan, Tehlirian berpendapat, "Saya telah membunuh seorang pria, tetapi saya bukan seorang pembunuh".[1] Juri pengadilan Jerman menyatakan ia tak bersalah karena hal ini.
Tehlirian berasal dari wilayah Erzindjan, bagian dari Kesultanan Utsmaniyah. Sebelum perang terjadi, ia pindah ke Kerajaan Serbia. Selama bekerja sebagai sukarelawan Armenia di tentara Rusia, ia kehilangan sebagian besar keluarganya dalam peristiwa genosida Armenia. Hal ini yang memicu keinginannya untuk melakukan balas dendam dengan membunuh Harutian Mgrditichian, seseorang yang membantu polisi rahasia Utsmaniyah di Istanbul. Tehlirian bergabung dengan Operasi Nemesis, sebuah operasi klandestin yang diinisiasi oleh Dashnaktsutyun (Federasi Revolusi Armenia). Tehlirian dipilih untuk menjalankan misi pembunuhan Talaat karena keberhasilannya membunuh Harutian.
Sebelumnya, Talaat telah dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan militer Utsmaniyah. Namun, ia tetap tinggal di Berlin dengan izin Pemerintah Jerman. Banyak orang Jerman terkemuka hadir dalam pemakaman Talaat. Kantor Luar Negeri Jerman mengirimkan karangan bunga yang bertuliskan, "Untuk seorang negarawan yang agung dan seorang teman yang setia".[2]
Pengadilan Tehlirian diselenggarakan pada 2–3 Juni 1921 dan strategi pembelaan Tehlirian adalah mencoba untuk mengadili Talaat Pasha secara simbolis atas perannya dalam genosida Armenia. Banyak bukti mengenai genosida yang disampaikan di hadapan pengadilan. Stefan Ihrig berkomentar bahwa sidang tersebut adalah "salah satu persidangan paling spektakuler di abad ke-20", karena paparan bukti genosida yang disampaikan.[3] Tehlirian mengklaim bahwa pembunuhan itu tidak direncanakan dan ia bertindak sendirian. Ia menceritakan kisah-kisah yang dramatis sekaligus realistis, tetapi tidak benar, mengenai upaya dirinya menyelamatkan diri dari genosida dan menyaksikan kematian anggota keluarganya. Media internasional secara luas melaporkan proses persidangan tersebut yang membawa perhatian dan pengakuan dunia atas fakta-fakta mengenai genosida Armenia. Pembebasan Tehlirian disambut sebagian besar dengan baik.
Baik Talaat maupun Tehlirian dianggap sebagai pahlawan oleh pihak masing-masing. Sejarawan Alp Yenen menyebut hubungan ini sebagai "kompleks Talat–Tehlirian". Talaat dimakamkan di Jerman, tetapi Turki memulangkan jenazahnya pada tahun 1943 dan memberinya pemakaman kenegaraan. Pemberitaan mengenai persidangan ini menginspirasi pengacara asal Polandia beretnis Yahudi Raphael Lemkin untuk mencetuskan konsep kejahatan genosida dalam kajian hukum internasional.
Sebagai pemimpin Komite Persatuan dan Kemajuan, Talaat Pasha (1874–1921) adalah wazir agung terakhir Kesultanan Utsmaniyah yang berkuasa selama Perang Dunia I. Ia dianggap sebagai perancang utama genosida Armenia[5] yang memerintahkan deportasi hampir seluruh penduduk Armenia ke Gurun Suriah pada tahun 1915, dengan tujuan memusnahkan mereka.[6] Dari jumlah 40.000 orang Armenia yang dideportasi dari wilayah Erzurum, diperkirakan kurang dari 200 orang sampai ke Deir ez-Zor dalam keadaan hidup.[7] Ketika jumlah penyintas Armenia lebih banyak daripada yang Talaat harapkan, ia pun memerintahkan pembantaian gelombang kedua pada tahun 1916.[8] Talaat sendiri memperkirakan sekitar 1.150.000 orang Armenia dilenyapkan selama genosida tersebut.[9] Pada tahun 1918, Talaat mengatakan kepada jurnalis Muhittin Birgen [tr], "Saya bertanggung jawab penuh atas kebijakan yang saya terapkan" selama deportasi penduduk Armenia berlangsung dan mengatakan, "Saya tidak menyesali perbuatan saya sama sekali".[10]
Ketika duta besar Amerika Serikat, Henry Morgenthau, mencoba meyakinkan Talaat untuk menghentikan kekejaman tersebut, Talaat menyela, mengatakan bahwa ia tidak akan mengubah pikirannya karena sebagian besar orang Armenia sudah mati: "Ketegangan antara etnis Turki dan etnis Armenia kini begitu kuat sehingga kita harus menuntaskan mereka. Jika tidak, mereka akan merencanakan pembalasan dendam."[11] Talaat mengatakan kepada penulis asal Turki Halide Edib bahwa pemusnahan orang Armenia dibenarkan demi memajukan kepentingan nasional Turki dan Talaat berkata, "Saya siap mati untuk apa yang telah saya lakukan, dan saya tahu bahwa saya akan mati karena itu."[12] Pada Agustus 1915, setelah mengetahui tentang pembantaian Armenia, mantan menteri keuangan Komite Persatuan dan Kemajuan, Cavid Bey, memprediksi bahwa Talaat akan dibunuh oleh seorang Armenia.[13]
Selama Perang Dunia I, Kekaisaran Jerman menjadi sekutu militer Kesultanan Utsmaniyah. Duta Besar Jerman untuk Kesultanan Utsmaniyah saat itu, Hans von Wangenheim, menyetujui pemindahan terbatas populasi Armenia dari area yang dianggap sensitif.[14] Perwakilan Jerman sempat beberapa kali mengeluarkan protes diplomatik ketika Kesultanan Utsmaniyah dianggap telah bertindak melampaui batas, hal ini dalam upaya pengendalian kerusakan reputasi yang disebabkan oleh tindakan sekutu mereka.[15] Jerman melakukan sensor terhadap informasi mengenai genosida tersebut[16] dan melakukan kampanye propaganda untuk menyangkalnya serta menuduh orang Armenia berkhianat kepada Kesultanan Utsmaniyah.[17] Sikap Jerman yang tidak berbuat apa-apa[18] menyebabkan tuduhan bahwa Jerman bertanggung jawab atas genosida tersebut yang berhubungan dengan perdebatan mengenai tanggung jawab Jerman atas perang.[19]
Pengasingan Talaat Pasha di Berlin
Setelah Gencatan Senjata Mudros (30 Oktober 1918), Talaat melarikan diri dari Konstantinopel dengan kapal torpedo Jerman bersama pemimpin Komite Persatuan dan Kemajuan lainnya, seperti Enver Pasha, Djemal Pasha, Bahaeddin Şakir, Nazım Bey, Osman Bedri dan Cemal Azmi pada 1–2 November malam. Selain Djemal, semuanya adalah pelaku utama genosida. Mereka pergi untuk menghindari hukuman atas kejahatan mereka dan untuk mengorganisasi gerakan perlawanan.[20] Menteri Luar Negeri Jerman, Wilhelm Solf, telah memerintahkan kedutaan di Konstantinopel untuk membantu Talaat dan menolak permintaan pemerintah Utsmaniyah untuk mengekstradisinya, dengan alasan bahwa "Talaat telah setia kepada kita, dan negara kita tetap terbuka baginya".[21]
Setelah tiba di Berlin pada 10 November, Talaat menginap di sebuah hotel di Alexanderplatz dan sanatorium di Neubabelsberg, Potsdam,[22] sebelum pindah ke apartemen sembilan kamar di Hardenbergstraße [de] 4, yang kini menjadi tempat dari Ernst-Reuter-Platz.[23] Di sebelah apartemennya, ia mendirikan Klub Oriental, tempat berkumpul orang-orang Muslim dan Eropa yang menentang Entente.[24]Kantor Luar Negeri Jerman memantau kegiatan di apartemen tersebut melalui Paul Weitz, mantan koresponden Konstantinopel untuk Koran Frankfurter Zeitung.[25] Dekrit dari Partai Sosial Demokrat Jerman yang saat itu dipimpin oleh Kanselir Friedrich Ebert melegalkan tempat tinggal Talaat. Pada tahun 1920, istri Talaat, Hayriye, bergabung dengannya.[26] Pemerintah Jerman mendapat informasi bahwa nama Talaat pertama kali muncul dalam daftar hitam orang Armenia dan menyarankan agar dia tinggal di properti terpencil milik mantan kepala staf Utsmaniyah Fritz Bronsart von Schellendorf di Mecklenburg. Talaat menolak karena ia membutuhkan jaringan di ibu kota untuk menjalankan agitasi politiknya.[27] Gerakan perlawanan yang dimulai oleh Komite Persatuan dan Kemajuan akhirnya bermuara pada Perang Kemerdekaan Turki.[28] Awalnya, Talaat berharap dapat menggunakan politikus Turki Mustafa Kemal sebagai boneka dan mengeluarkan perintah langsung kepada jenderal-jenderal Turki dari Berlin.[25]
Talaat berkawan dengan orang-orang Jerman yang berpengaruh sejak awal pengasingannya. Seiring waktu, ia memperoleh pengakuan karena dianggap sebagai perwakilan gerakan nasionalis Turki di luar negeri. Dengan menggunakan paspor palsu atas nama Ali Saly Bey, ia bepergian dengan bebas di seluruh Eropa meskipun dicari oleh Inggris dan Kesultanan Utsmaniyah karena kejahatannya.[29] Banyak surat kabar Jerman yang mencurigai keberadaannya di Berlin dan ia berbicara pada konferensi pers setelah Kapp Putsch, kudeta yang gagal untuk menggulingkan pemerintah Jerman pada Maret 1920.[30] Banyak orang Jerman, terutama dari sayap kanan, melihat Turki sebagai pihak tak bersalah dan diperlakukan tidak adil. Mereka membandingkan Perjanjian Sèvres dengan Perjanjian Versailles, serta memandang Jerman dan Turki sebagai "komunitas senasib".[31] Talaat menulis memoar dengan tujuan utama membela keputusannya dalam memerintahkan genosida dan membebaskan Komite Persatuan dan Kemajuan dari segala tuduhan.[32] Talaat dan para anggota Komite Persatuan dan Kemajuan lainnya di pengasingan divonis dan dihukum mati secara in absentia oleh Pengadilan Militer Khusus Utsmaniyah pada 5 Juli 1919, atas "pembantaian dan pemusnahan penduduk Armenia dari pihak Kekaisaran."[33]
Operasi Nemesis
Setelah terbukti bahwa tidak ada pihak yang akan membawa para pelaku genosida ke pengadilan,[35]Dashnaktsutyun, sebuah partai politik Armenia, membentuk Operasi Rahasia Nemesis, yang dipimpin oleh Armen Garo, Shahan Natalie, dan Aaron Sachaklian.[36] Mereka menyusun daftar 100 pelaku genosida yang ditargetkan untuk dibunuh. Talaat menempati peringkat teratas.[37] Partai tersebut tidak kekurangan relawan untuk melaksanakan pembunuhan ini, terutama para pemuda yang selamat dari genosida atau kehilangan keluarga mereka.[38] Tim Nemesis memastikan bahwa mereka benar-benar yakin dengan identitas target sebelum melakukan pembunuhan. Mereka sangat berhati-hati agar tidak melukai orang yang tidak bersalah secara tidak sengaja selama operasi mereka.[39]
Salah satu dari relawan ini adalah Soghomon Tehlirian (1896–1960) yang berasal dari Erzindjan, Vilayet Erzurum, Turki. Sebelum Perang Dunia I, Erzindjan memiliki 20.000 penduduk Armenia, tetapi setelah perang, tidak ada yang tersisa.[40] Ketika perang pecah, Tehlirian berada di Serbia.[41] Setelah mendengar tentang kekejaman anti-Armenia, ia bergabung dengan satuan-satuan sukarelawan Armenia dalam ketentaraan Rusia. Ketika mereka bergerak ke barat, mereka melihat akibat dari genosida. Menyadari bahwa keluarganya telah terbunuh, ia bersumpah untuk membalas dendam.[42] Memoarnya mencantumkan 85 anggota keluarganya yang tewas dalam genosida.[43] Tehlirian juga mengalami masalah kesehatan seperti sering pingsan dan gangguan sistem saraf lainnya yang mungkin disebabkan oleh apa yang sekarang disebut gangguan stres pascatrauma. Selama persidangan, ia mengatakan bahwa masalah-masalah ini berkaitan dengan pengalamannya selama genosida.[44]
Setelah Perang Dunia I, Tehlirian pergi ke Konstantinopel (sekarang Istanbul). Di sana, ia membunuh Harutiun Mgrditichian. Mgrditichian pernah bekerja untuk polisi rahasia Utsmaniyah dan telah membantu menyusun daftar intelektual Armenia yang dideportasi pada 24 April 1915. Tindakan membunuh Mgrditichian ini meyakinkan kelompok Operasi Nemesis bahwa Tehlirian mampu sehingga mereka memilihnya untuk misi penting membunuh Talaat Pasha.[45] Pada pertengahan 1920, organisasi Nemesis mengirim Tehlirian ke Amerika Serikat. Di sana, dia diberi pengarahan oleh Armen Garo. Garo mengatakan kepadanya bahwa pelaku utama genosida belum dihukum mati dan mereka masih terus melanjutkan kegiatan anti-Armenia dari tempat pengasingan. Pada musim gugur, gerakan nasionalis Turki menyerbu Armenia. Tehlirian menerima foto tujuh pemimpin utama Komite Persatuan dan Kemajuan, sebuah partai politik yang terlibat dalam genosida. Kelompok Nemesis mengawasi keberadaan mereka. Tehlirian kemudian berangkat ke Eropa, mulai dari Paris dan kemudian mendapatkan visa untuk pergi ke Berlin dengan menyamar sebagai mahasiswa teknik mesin. Dia berangkat dari Jenewa menuju Berlin pada 2 Desember.[46]
Para konspirator yang merencanakan pembunuhan ini biasanya bertemu di rumah Libarit Nazariants, yang merupakan wakil konsul Republik Armenia. Bahkan setelah Tehlirian jatuh sakit karena tifus pada pertengahan Desember, ia tetap menghadiri pertemuan-pertemuan.[46] Pada satu titik, ia sangat kesakitan hingga pingsan ketika mencoba mengikuti Şakir (salah satu orang yang mereka lacak) dan harus istirahat selama seminggu untuk memulihkan diri. Komite Pusat Dashnak memerintahkan mereka untuk fokus pada Talaat dan tidak mengkhawatirkan pelaku genosida lainnya.[47] Pada akhir Februari, para konspirator menemukan Talaat setelah melihatnya meninggalkan stasiun kereta api Berlin Zoologischer Garten dalam perjalanan ke Roma. Vahan Zakariants berpura-pura mencari tempat penginapan dan berhasil menemukan bahwa Talaat tinggal di Hardenbergstraße 4.[48] Untuk mengonfirmasi identitas, Tehlirian menyewa sebuah rumah pensiun di seberang jalan di Hardenbergstraße 37. Di sana, ia dapat mengawasi orang-orang yang keluar masuk apartemen Talaat. Instruksi Tehlirian dari pemimpinnya, Shahan Natalie, sangat jelas: "Kau ledakkan tengkorak pembunuh bangsa nomor satu itu dan jangan mencoba melarikan diri. Kau harus tetap di sana, dengan kakimu di atas mayat, dan menyerah kepada polisi, yang akan datang dan memborgolmu."[49]
Pembunuhan
Pada suatu selasa pagi yang hujan, 15 Maret 1921, pukul 10.45 pagi, Talaat meninggalkan apartemennya dengan niat membeli sepasang sarung tangan. Tehlirian mendekati Talaat dari arah berlawanan dan mengenali penampilan Talaat yang menyeberang jalan. Tehlirian lalu mendekat dari belakang dan menembak Talaat dengan jarak dekat di bagian belakang leher di sudut jalan Hardenbergstraße 27 yang ramai sehingga menyebabkan Talaat tewas seketika.[50] Peluru menembus sumsum tulang belakang Talaat, keluar di atas mata kiri dan menghancurkan otaknya.[51] Talaat jatuh ke depan dan terbaring di genangan darahnya.[52] Pada awalnya, Tehlirian berdiri di atas mayat itu. Tetapi, ketika orang-orang di sekitar mulai berteriak, ia melupakan instruksinya dan melarikan diri.[53] Dia membuang pistol yang digunakannya untuk membunuh, yaitu pistol 9 mmParabellum dan melarikan diri melalui jalan Fasanenstraße. Ketika ia berlari, seorang pelayan toko bernama Nikolaus Jessen menangkapnya. Di tengah kerumunan, Tehlirian diserang dan dipukuli oleh orang-orang yang kesal. Dalam bahasa Jerman yang terputus-putus, Tehlirian berseru, "Tidak apa-apa. Saya orang asing dan ia juga orang asing!"[54] Tak lama setelah itu, dia memberitahu polisi, "Saya bukan pembunuh; dia yang melakukan pembunuhan".[55]
Setelah Talaat dibunuh, polisi datang ke tempat kejadian dan menutup area di sekitar tubuhnya. Seorang pria lain bernama Nazım Bey, yang juga berada di pengasingan dan terkait dengan Komite Persatuan dan Kemajuan, tiba di tempat kejadian. Ia pergi ke apartemen Talaat di Hardenbergstraße 4. Pejabat Kementerian Luar Negeri Jerman serta pegiat pro-Turki yang sering bertemu dengan Talaat, Ernst Jäckh, tiba di tempat kejadian pada pukul 11.30 pagi.[56] Sementara itu, Şakir, seorang eksil Komite Persatuan dan Kemajuan lainnya, mengetahui pembunuhan tersebut dan membantu mengidentifikasi tubuh Talaat untuk polisi.[52] Jäckh dan Nazım kembali ke tempat kejadian. Jackh mencoba menggunakan otoritasnya sebagai pejabat Kementrerian Luar Negeri untuk meyakinkan polisi agar menyerahkan mayat itu, tetapi mereka menolak untuk melakukannya sampai tim ahli tiba. Jäckh mengeluhkan bahwa "Bismarck dari Turki" tak dapat dibiarkan berada di luar dalam keadaan yang dapat dilihat orang-orang berlalu lalang.[57] Akhirnya, mereka mendapatkan izin untuk memindahkan mayat Talaat dan dikirim ke kamar mayat Charlottenburg dengan kendaraan Palang Merah.[58] Tepat setelah pembunuhan itu, Şakir dan Nazım diberikan perlindungan polisi karena masalah keamanan. Orang-orang buangan Komite Persatuan dan Kemajuan lainnya di pengasingan khawatir bahwa mereka akan menjadi sasaran berikutnya.[59]
Pemakaman
Awalnya, teman-teman Talaat berharap dia dapat dimakamkan di Anatolia. Namun, Pemerintah Utsmaniyah di Konstantinopel dan gerakan nasionalis Turki di Ankara tidak menginginkan jasadnya karena akan menjadi hambatan politis bagi mereka jika dihubungkan dengan pria yang dianggap sebagai penjahat terbesar dalam Perang Dunia I itu.[62]
Istri Taalat, Hayriye, dan Oriental Club menyebarkan undangan pemakaman Talaat. Pada tanggal 19 Maret, Talaat Pasha dimakamkan di Pemakaman Alter St.-Matthäus-Kirchhof dengan sebuah upacara yang dihadiri oleh banyak orang.[63] Upacara didahului dengan salat jenazah di apartemen Talaat pada pukul 11.00. Salat tersebut dipimpin oleh imam dari Kedutaan Besar Turki yang bernama Shükri Bey. Setelah itu, arak-arakan besar membawa peti Talaat ke tempat pemakaman.[58]
Banyak tokoh-tokoh Jerman yang hadir memberi penghormatan terakhir, termasuk mantan Menteri Luar Negeri, Richard von Kühlmann, Arthur Zimmermann, mantan Kepala Deutsche Bank, mantan Direktur Jalur Kereta Api Baghdad, sejumlah personel militer yang mengabdi di Kesultanan Utsmaniyah semasa perang, serta August von Platen-Hallermünde yang mewakili Kaisar Wilhelm II.[62] Kementerian Luar Negeri Jerman mengirim bumban dengan pita bertuliskan, "Untuk seorang negarawan yang agung dan seorang teman yang setia."[64] Şakir, dengan tetap menjaga emosinya, membacakan orasi pemakaman sembari peti Talaat yang diselimuti selembar bendera Utsmaniyah diturunkan ke liang kubur.[62] Ia menyebut pembunuhan tersebut adalah "dampak politik imperialis terhadap negara-negara Islam".[65]
Pada akhir April, politikus nasional-liberal Jerman dari Partai Rakyat Jerman, Gustav Stresemann, mengusulkan sebuah peringatan umum guna menghormati Talaat Pasha.[66] Namun, usulan tersebut ditolak oleh Asosiasi Jerman-Turki.[67] Stresemann kemudian mengetahui tentang Genosida Armenia dan meyakini setidaknya satu juta Armenia dibantai.[68] Barang-barang Talaat diserahkan kepada Kepala Badan Keamanan Masyarakat Berlin, Weismann, sedangkan memoarnya diberikan kepada Şakir yang kemudian memublikasikannya.[69]
Pengadilan
Pada awal penyelidikan polisi, Tehlirian ditawari seorang penerjemah berbahasa Turki, tetapi dia menolak berbicara bahasa Turki. Pada 16 Maret, polisi merekrut seorang penerjemah Armenia, Kevork Kaloustian, yang merupakan bagian dari operasi Nemesis.[70] Tehlirian mengakui bahwa dia telah membunuh Talaat karena balas dendam dan merencanakan tindakan tersebut sebelum dia datang ke Jerman, tetapi mengatakan kepada polisi bahwa dia bertindak sendirian.[71] Pada persidangannya, Tehlirian membantah bahwa pembunuhan itu direncanakan; penerjemah menolak menandatangani dokumen interogasi dengan alasan bahwa luka yang dialami Tehlirian membuatnya tidak mampu.[72] Investigasi awal selesai pada 21 Maret.[73]
Dashnaktsutyun mengumpulkan antara 100.000 dan 300.000 mark untuk pembelaan hukumnya yang sebagian besar berasal dari orang Armenia Amerika.[74] Zakariants menerjemahkan perkataan Tehlirian ke dalam bahasa Jerman selama persidangan dan terlibat dalam mengurus pembayaran berbagai biaya layanan hukum, mengorganisasi kuasa hukum dan menyampaikan instruksi Komite Sentral Dashnak Amerika kepada Tehlirian.[75] Kaloustian menerjemahkan dari bahasa Jerman ke bahasa Armenia.[76] Tiga pengacara asal Jerman—Adolf von Gordon, Johannes Werthauer [de], dan Theodor Niemeyer [de], yang masing-masing dibayar 75.000 mark untuk mewakili Tehlirian sehingga[77] keunggulan mereka menghasilkan lebih banyak publisitas untuk persidangan tersebut.[1] Jaksa penuntut negara adalah Gollnick[78] dan hakimnya adalah Erich Lemberg; dua belas juri mendengarkan kasus tersebut.[79]
Sidang diadakan di Mahkamah Pidana Moabit pada tanggal 2–3 Juni.[80] Ruang sidang terisi penuh. Banyak orang Armenia di Jerman menghadiri persidangan tersebut, begitu pula sejumlah warga Turki, termasuk istri Talaat.[81] Para jurnalis surat kabar Jerman dan internasional juga hadir; Daily Telegraph, Chicago Daily News dan Philadelphia Public Ledger meminta izin masuk untuk meliput persidangan tersebut.[82] Menurut sejarawan Stefan Ihrig, ini "adalah salah satu sidang paling spektakuler di abad kedua puluh".[3]
Strategi pembelaan dan dakwaan
Strategi pembelaan yang digunakan adalah dengan menyatakan bahwa Tehlirian mengadili Talaat Pasha atas pembunuhan anggota keluarga Tehlirian dan satu juta orang Armenia lainnya yang kematiannya telah ia perintahkan.[83] Natalie melihatnya sebagai peluang untuk mempropagandakan perjuangan Armenia.[84] Dia yakin Tehlirian kemungkinan besar akan dihukum menurut hukum Jerman, tetapi berharap mendapatkan pengampunan. Werthauer lebih optimis, beberapa hari setelah pembunuhan itu ia mengumumkan kepastiannya untuk mencapai pembebasan kliennya.[85] Misionaris dan aktivis Protestan Johannes Lepsius, yang menentang pembunuhan orang-orang Armenia sejak tahun 1896, berupaya memaparkan kasus terhadap Talaat.[86] Strategi mereka berhasil, seperti yang dicatat oleh surat kabar sosial-demokrasi Vorwärts: "Pada kenyataannya, yang duduk di bangku terdakwa adalah bayangan Talât Pasha yang berlumuran darah; tuduhan sebenarnya adalah horor Orang Armenia yang mengerikan, bukan eksekusinya oleh salah satu korbannya yang masih hidup".[3]
Untuk memaksimalkan kemungkinan pembebasan, pembela menampilkan Tehlirian sebagai satu-satunya orang yang main hakim sendiri, bukan pembalas seluruh bangsanya.[83] Polisi Jerman mencari rekan Tehlirian tetapi tidak mengungkap mereka.[84] Pembela mencoba menjalin hubungan antara Tehlirian dan Talaat melalui ibu Tehlirian dengan membuktikan bahwa Talaat menyebabkan kematiannya.[76] Seiring dengan besarnya kejahatan Talaat, argumen pembelaan bertumpu pada kondisi mental Tehlirian yang mengalami trauma, yang dapat membuatnya tidak bertanggung jawab atas tindakannya menurut hukum kegilaan sementara Jerman, pasal 51 KUHP.[87]
Sebaliknya, tujuan utama penuntutan di Jerman adalah untuk mendepolitisasi proses persidangan[76] dan menghindari diskusi mengenai peran Jerman dalam genosida tersebut.[88] Persidangan tersebut diadakan hanya dalam waktu satu setengah hari dibandingkan dengan tiga hari yang diminta oleh pembela dan enam dari lima belas saksi yang dipanggil oleh pembela tidak didengarkan.[89] Penuntut mengajukan permohonan agar kasus ini disidangkan secara tertutup untuk meminimalkan eksposur, tetapi Kementerian Luar Negeri menolak solusi ini karena khawatir bahwa kerahasiaan tidak akan meningkatkan reputasi Jerman.[90] Sejarawan Carolyn Dean menulis bahwa upaya untuk menyelesaikan persidangan dengan cepat dan positif menggambarkan tindakan Jerman selama perang "secara tidak sengaja mengubah Tehlirian menjadi simbol hati nurani manusia yang secara tragis terpaksa menembak mati seorang pembunuh karena kurangnya keadilan".[91]
Ihrig dan sejarawan lain berargumen bahwa strategi jaksa penuntut sangat cacat, hal ini menunjukkan ketidakmampuannya atau kurangnya motivasi untuk mencapai hukuman.[92] Gollnick bersikeras bahwa peristiwa di Kesultanan Utsmaniyah tidak ada hubungannya dengan pembunuhan tersebut dan berusaha menghindari penyajian bukti tentang genosida tersebut. Setelah bukti diberikan, dia menyangkal Talaat berperan dalam kekejaman Armenia dan pada akhirnya berkewajiban untuk membenarkan perintah yang dikirimkan Talaat.[76] Sebelum persidangan, Hans Humann, yang mengendalikan surat kabar anti-Armenia Deutsche Allgemeine Zeitung, melobi kantor kejaksaan secara intens.[93] Meski mempunyai akses terhadap memoar Talaat Pasha, jaksa tidak memasukkannya sebagai bukti di persidangan.[94] Ihrig berspekulasi Gollnick muak dengan lobi Humann dan bahkan mungkin bersimpati dengan terdakwa. Setelah persidangan, Gollnick diangkat menjadi dewan redaksi Deutsche Allgemeine Zeitung.[95]
Keterangan Tehlirian
Sidang dibuka dengan hakim mengajukan banyak pertanyaan kepada Tehlirian tentang genosida, yang mengungkapkan pengetahuan hakim tentang genosida dan narasi Turki dan Jerman tentangnya. Ia meminta Tehlirian menceritakan apa yang disaksikannya selama kejadian tersebut.[96] Tehlirian mengatakan bahwa setelah pecahnya perang, sebagian besar pria Armenia di Erzindjan diwajibkan menjadi tentara. Pada awal tahun 1915, beberapa pemimpin komunitas Armenia ditangkap dan laporan pembantaian mereka sampai ke kota. Pada bulan Juni 1915, perintah deportasi umum diberikan, dan para gendarme yang bersenjata memaksa orang-orang Armenia di kota itu untuk meninggalkan rumah mereka dan meninggalkan harta benda mereka. Begitu mereka meninggalkan kota, gendarme mulai menembak para korban dan menjarah barang-barang berharga mereka.[97] Tehlirian berkata, "salah satu gendarme membawa saudara perempuan saya," tetapi tidak melanjutkan, dengan menyatakan, "Saya lebih baik mati sekarang daripada membicarakan hari yang kelam ini lagi".[98] Setelah mendapat desakan dari hakim, dia teringat bagaimana dia menyaksikan pembunuhan ibu dan saudara laki-lakinya dan kemudian pingsan, terbangun di bawah mayat saudara laki-lakinya. Dia tidak pernah melihat adiknya lagi.[99] Setelah itu, Tehlirian mengatakan bahwa dia menemukan tempat berlindung bersama beberapa orang Kurdi sebelum melarikan diri ke Persia bersama orang-orang lain yang selamat.[100]
Tehlirian ditanyai siapa yang dia anggap bertanggung jawab menghasut pembantaian tersebut dan tentang preseden sejarah seperti pembantaian Adana. Baru setelah itu hakim membacakan dakwaan pembunuhan berencana. Ketika ditanya apakah dia bersalah, Tehlirian mengatakan "tidak", meski awalnya mengaku melakukan pembunuhan tersebut.[101] Dia menjelaskan, "Saya tidak menganggap diri saya bersalah karena hati nurani saya bersih... Saya telah membunuh seseorang, tetapi saya bukan seorang pembunuh".[102] Tehlirian membantah mempunyai rencana untuk membunuh Talaat. Namun, ia mengatakan bahwa dua minggu sebelum pembunuhan tersebut, dia mendapat penglihatan: "gambaran dari pembantaian itu muncul di depan mata saya lagi dan lagi. Saya melihat mayat ibu saya. Mayat ini berdiri datang dan mendatangi saya dan berkata: 'Kamu melihat Talât ada di sini dan kamu sama sekali tidak peduli? Kamu bukan lagi anakku!'"[103] Pada titik ini, dia berkata bahwa dia "tiba-tiba terbangun dan memutuskan untuk membunuh" Talaat.[104] Setelah ditanyai lebih lanjut, dia menyangkal mengetahui bahwa Talaat berada di Berlin dan menegaskan bahwa dia tidak mempunyai rencana untuk membunuh pejabat Utsmaniyah, dan tampak bingung.[105] Hakim turun tangan untuk mendukung Tehlirian setelah pemeriksaan lebih lanjut dari jaksa, dengan mengatakan bahwa "ada perubahan dalam tekadnya [Tehlirian]".[104]
Kesaksian tersebut palsu: Tehlirian sebenarnya sedang bertempur dengan sukarelawan Armenia di tentara Rusia pada saat keluarganya terbunuh.[106] Sejarawan Rolf Hosfeld mengatakan Tehlirian "sangat terawat" dan kesaksiannya sangat bisa dipercaya.[107] Sejarawan Tessa Hofmann mengatakan bahwa, meski palsu, kesaksian Tehlirian menampilkan "elemen yang sangat khas dan penting dari nasib kolektif rekan senegaranya".[43] Penuntut tidak mempertanyakan kebenaran kesaksian tersebut dan kebenaran baru terungkap beberapa dasawarsa kemudian.[108] Selama persidangan, Tehlirian tidak pernah ditanya apakah dia anggota kelompok revolusioner Armenia atau dia melakukan pembunuhan sebagai bagian dari konspirasi.[109] Seandainya pengadilan mengetahui bahwa pembunuhan tersebut adalah bagian dari konspirasi yang direncanakan, menurut Hosfeld, Tehlirian tidak akan dibebaskan.[107]
Kesaksian lain mengenai genosida
Pengadilan kemudian mendengar keterangan dari petugas polisi dan petugas koroner sebagai saksi pembunuhan tersebut dan dampaknya, serta dua induk semang Tehlirian, sebelum memanggil orang-orang Armenia yang pernah berinteraksi dengan Tehlirian di Berlin. Para saksi ini memberikan informasi tentang genosida Armenia. Levon Eftian mengatakan kepada pengadilan bahwa keluarganya berada di Erzurum selama genosida dan kedua orang tuanya terbunuh. Namun, kerabat lainnya berhasil melarikan diri. Pada hari yang sama, Zakariants, penerjemah Tehlirian, bersaksi bahwa dia kehilangan ayah, ibu, kakek, saudara laki-laki, dan pamannya selama pembantaian Hamidian tahun 1890-an. Tuan Terzibashian, seorang penjual tembakau Armenia di Berlin, bersaksi bahwa semua teman dan kerabatnya yang berada di Erzurum selama genosida tersebut dibunuh.[110]
Christine Terzibashian
Christine Terzibashian, istri penjual tembakau, mengatakan dia tidak tahu apa-apa tentang pembunuhan itu. Pembela memintanya untuk bersaksi tentang genosida Armenia dan hakim mengizinkannya. Dia juga berasal dari Erzurum dan mengatakan bahwa dari dua puluh satu kerabatnya, hanya tiga yang selamat.[111] Dia mengatakan warga Armenia terpaksa meninggalkan Erzurum menuju Erzindjan dalam empat kelompok yang terdiri dari lima ratus keluarga. Mereka harus berjalan melewati mayat warga Armenia lainnya yang terbunuh sebelumnya. Dia bersaksi bahwa setelah mereka mencapai Erzindjan, orang-orang tersebut dipisahkan dari orang-orang yang dideportasi, diikat dan dibuang ke sungai.[112] Dia menjelaskan, para pria lainnya dibunuh dengan kapak di pegunungan di atas Malatia dan dibuang ke dalam air.[113]
Setelah itu, Terzibashian mengenang, "gendarme datang dan memilih wanita dan gadis tercantik" dan siapa pun yang menolak akan "ditusuk dengan bayonet dan kaki mereka dicabik-cabik". Dia ingat bahwa para pembunuh akan membelah wanita hamil untuk membunuh anak-anak mereka. Hal ini menimbulkan kehebohan besar di ruang sidang. Dia menyatakan bahwa saudara laki-lakinya terbunuh dan ibunya langsung meninggal. Ketika dia menolak untuk menikah dengan salah satu orang Turki, “dia mengambil anak saya dan membuangnya”. Setelah menceritakan rincian yang lebih mengerikan, dia mengatakan kebenarannya bahkan lebih buruk daripada yang bisa dia ceritakan.[114] Ketika ditanya siapa yang dia anggap bertanggung jawab atas pembantaian ini, dia menyatakan, "Itu terjadi atas perintah Enver Pasha dan tentara memaksa orang-orang yang dideportasi untuk berlutut dan berteriak: 'Hidup pasha!'"[115] Pembela mengatakan bahwa saksi lain, termasuk dua perawat Jerman di Erzindjan, menguatkan keterangannya. Oleh karena itu, menurut Gordon, pernyataan Tehlirian juga "benar pada intinya".[115]
Saksi ahli
Dua orang saksi ahli telah diperiksa mengenai kebenaran kesaksian sebelumnya, yang juga disetujui oleh jaksa untuk didengarkan.[116] Lepsius bersaksi bahwa deportasi tersebut diperintahkan oleh "Komite Turki Muda", termasuk Talaat Pasha.[117] Lepsius mengutip dari dokumen asli dari Talaat mengenai deportasi Armenia: "tujuan deportasi adalah ketiadaan" (Das Verschickungsziel ist das Nichts) dan memberikan rincian tentang bagaimana hal ini dilakukan dalam praktiknya.[116] Lepsius mencatat bahwa, meskipun ada alasan resmi untuk melakukan "langkah-langkah pencegahan", "tokoh-tokoh berwenang secara terbuka mengakui secara pribadi bahwa ini adalah tentang pemusnahan rakyat Armenia".[117] Menyinggung kumpulan dokumen Kementerian Luar Negeri yang dieditnya, Germany and Armenia, Lepsius menyatakan masih ada ratusan kesaksian serupa seperti yang disidangkan di pengadilan dan dia memperkirakan satu juta orang Armenia terbunuh secara keseluruhan.[118]
Jenderal Jerman Otto Liman von Sanders mengakui bahwa pemerintah Komite Persatuan dan Kemajuan memerintahkan deportasi orang Armenia, tetapi juga memberikan alasan dan pembenaran atas deportasi tersebut, dengan menyatakan bahwa hal itu terjadi karena kebutuhan militer dan nasihat dari "otoritas militer tertinggi"; dia tidak mengakui bahwa para perwira tinggi militer ini sebagian besar adalah orang Jerman.[119] Berbeda dengan saksi lainnya, Liman von Sanders mengatakan dia tidak tahu apakah Talaat secara pribadi bertanggung jawab atas genosida tersebut.[120]
Grigoris Balakian
Berikutnya yang memberikan kesaksian adalah pendeta Armenia Grigoris Balakian, salah satu dari mereka yang dideportasi pada tanggal 24 April, yang datang dari Manchester, Inggris. Dia menggambarkan bagaimana sebagian besar anggota konvoinya dipukuli hingga tewas di Ankara. “Nama resminya adalah 'deportasi'. Namun, kenyataannya adalah kebijakan pemusnahan yang sistematis”, katanya,[121] dengan menjelaskan:
Mendekati Yozgad sekitar empat jam dari kota, kami melihat, di sebuah lembah, ratusan kepala berambut panjang, kepala wanita dan gadis. Kepala gendarme yang mengawal kami bernama Shukri. Saya berkata kepadanya, “Saya pikir hanya laki-laki saja yang dibunuh.” Tidak, katanya, “jika kita hanya membunuh laki-laki, namun tidak dengan wanita dan gadis, dalam lima puluh tahun, akan ada lagi beberapa juta orang Armenia. Oleh karena itu kita harus melenyapkan perempuan dan anak-anak untuk menyelesaikan masalah ini untuk selamanya, di dalam dan luar negeri.”[83]
Shukri menjelaskan bahwa, tidak seperti pembantaian Hamidian, kali ini Utsmaniyah mengambil langkah-langkah yang "tidak akan ada saksi yang bisa dibawa ke pengadilan mana pun". Dia bilang dia bisa berbicara bebas dengan Balakian karena dia akan mati kelaparan di gurun pasir.[121] Shukri mengatakan dia telah memerintahkan agar 40.000 orang Armenia dipukuli sampai mati. Beberapa saat kemudian, Gordon menyela, menanyakan Balakian tentang telegram dari Talaat. Balakian mengatakan dia telah melihat telegram yang dikirim ke Asaf Bey, wakil gubernur Osmaniye di Kilikia, yang berbunyi: “Tolong kirim telegram kepada kami segera berapa banyak orang Armenia yang sudah tewas dan berapa banyak yang masih hidup. Menteri Dalam Negeri, Talât".[122] Asaf mengatakan kepada Balakian bahwa itu artinya, "Tunggu apa lagi? Mulailah pembantaian [segera]!"[123] Balakian mengatakan bahwa orang Jerman yang bekerja di jalur kereta api Bagdad menyelamatkan nyawanya. Dia mengatakan orang-orang Armenia memang benar menganggap Talaat bertanggung jawab atas pembantaian tersebut.[124]
Saksi mata dan bukti yang tidak diperdengarkan
Pembela ingin membacakan bukti beberapa telegram Talaat Pasha yang dikumpulkan oleh jurnalis Aram Andonian untuk membuktikan kesalahan Talaat atas genosida tersebut.[125] Andonian datang ke Berlin bersiap untuk bersaksi dan membawa beberapa telegram asli, yang telah hilang.[126] Pembela meminta mantan konsul Jerman di Aleppo, Walter Rössler, untuk bersaksi. Namun, atasannya di Kementerian Luar Negeri mencegahnya melakukan hal tersebut setelah dia mengatakan kepada mereka bahwa dia akan bersaksi bahwa dia yakin Talaat "menginginkan dan secara sistematis melakukan pemusnahan orang-orang Armenia".[127] Kementerian Luar Negeri khawatir Rössler akan mengungkap pengetahuan dan keterlibatan Jerman dalam genosida tersebut.[128] Atas permintaan pengacara pembela, Rössler memeriksa telegram Andonian dan menyimpulkan bahwa kemungkinan besar telegram tersebut asli.[129] Andonian tidak bersaksi, dan telegramnya tidak dijadikan bukti, karena jaksa berkeberatan dengan alasan tidak ada keraguan bahwa Tehlirian menganggap Talaat bertanggung jawab. Akhirnya, pembela membatalkan permintaannya untuk memberikan lebih banyak bukti mengenai kesalahan Talaat;[130] saat ini, para juri sudah fokus pada kesalahan Talaat daripada kesalahan Tehlirian.[131]
Lima saksi ahli memberikan kesaksian tentang kondisi mental Tehlirian dan apakah hal itu membebaskannya dari tanggung jawab pidana atas tindakannya menurut hukum Jerman;[78] semua setuju bahwa dia sering menderita serangan "epilepsi" karena apa yang dia alami pada tahun 1915.[134] Menurut Ihrig, tidak ada satu pun dokter yang memahami dengan jelas kondisi Tehlirian. Namun, pemahaman mereka terdengar mirip dengan penyakit gangguan stres pasca trauma yang muncul belakangan.[135] Dr Robert Stoermer bersaksi terlebih dahulu, menyatakan bahwa menurutnya, kejahatan Tehlirian adalah pembunuhan yang disengaja, direncanakan dan tidak berasal dari kondisi mentalnya.[136] Menurut Hugo Liepmann, Tehlirian menjadi "psikopat" karena apa yang disaksikannya pada tahun 1915 dan oleh karena itu tidak sepenuhnya bertanggung jawab atas perbuatannya.[137] Ahli saraf dan profesor Richard Cassirer bersaksi bahwa "gejolak emosi adalah akar penyebab kondisinya", dan bahwa "epilepsi yang memengaruhi" benar-benar mengubah kepribadiannya.[138]Edmund Forster [de] mengatakan bahwa pengalaman traumatis selama perang tidak menimbulkan patologi baru, hanya mengungkap patologi yang sudah ada. Namun, ia setuju bahwa Tehlirian tidak bertanggung jawab atas tindakannya.[139] Ahli terakhir, Bruno Haake, juga mendiagnosis "epilepsi afektif" dan sepenuhnya mengesampingkan kemungkinan bahwa Tehlirian mampu merumuskan tindakan atas kemauannya sendiri.[140]
Argumen penutup
Semua saksi didengarkan pada hari pertama. Pada pukul 09.15 hari kedua, hakim berbicara kepada juri, menyatakan bahwa mereka perlu menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: "[Pertama, apakah] terdakwa, Soghomon Tehlirian, bersalah karena telah membunuh, dengan direncanakan terlebih dahulu, manusia lain, Talât Pasha, pada tanggal 15 Maret 1921, di Charlottenburg?... Kedua, apakah terdakwa melakukan pembunuhan tersebut dengan refleksi? ... Ketiga, apakah ada keadaan yang meringankan?”[141]
Gollnick hanya memberikan argumen penutup singkat; pidatonya memakan enam halaman dalam transkrip persidangan dibandingkan dengan tiga puluh lima halaman untuk pembelaan.[141] Dia berargumentasi bahwa Tehlirian bersalah atas pembunuhan berencana (berbeda dengan pembunuhan tidak berencana, yang hukumannya lebih ringan) dan menuntut hukuman mati. Kebencian dan dendam politik, menurut Gollnick, sepenuhnya menjelaskan kejahatan tersebut. Tehlirian merencanakan pembunuhan itu jauh sebelumnya, melakukan perjalanan dari Kesultanan Utsmaniyah ke Berlin, menyewa kamar di seberang jalan dari korban yang dituju, mengamati Talaat dengan cermat, dan akhirnya membunuhnya.[142] Dia menekankan bukti Liman von Sanders, dengan alasan dia lebih dapat diandalkan daripada Lepsius, dan memutarbalikkan apa yang sebenarnya dikatakan jenderal Jerman itu.[143] Dengan mengacu pada mitos kekalahan Jerman dalam perang, Gollnick berpendapat bahwa "dislokasi" orang-orang Armenia dilakukan karena mereka "berkonspirasi dengan Entente dan bertekad, segera setelah situasi perang memungkinkan, untuk menusuk Turki dari belakang dan mencapai kemerdekaannya”.[144] Dengan alasan tidak ada bukti tanggung jawab Talaat dalam pembantaian tersebut, ia mempertanyakan keandalan dokumen yang disajikan di persidangan dan objektivitas pengadilan yang menjatuhkan hukuman mati kepada Talaat.[142] Di akhir pidatonya, ia menekankan patriotisme dan kehormatan Talaat Pasha.[145]
Di antara pengacara pembela, Gordon berbicara lebih dulu, menuduh Gollnick sebagai "pengacara pembela Talât Pasha".[145] Dia mendukung bukti yang menghubungkan Talaat dengan tindakan genosida, khususnya telegram. Pemusnahan besar-besaran terhadap satu juta orang Armenia, menurutnya, tidak mungkin terjadi tanpa koordinasi pemerintah pusat.[146] Lebih lanjut, pembela mencatat bahwa "deliberasi" (bahasa Jerman: Überlegung) dalam kasus hukum Jerman mengacu pada waktu pengambilan keputusan untuk membunuh, tidak termasuk persiapan lainnya. Suatu perbuatan yang direncanakan tidak dapat dikatakan pembunuhan jika pada saat pelaksanaannya tidak ada musyawarah.[147]
Werthauer mengatakan bahwa Talaat bertugas di "kabinet militeris";[148] mendefinisikan "militerisme" sebagai orang yang menentang keadilan dan mengabaikan hukum yang tidak dapat "dibawa ke dalam 'harmoni' dengan 'kebutuhan militer'".[149] Werthauer menyatakan bahwa pendudukan Sekutu di Rhineland dan Bolshevik juga merupakan pemerintahan "militeris".[150] Dia membuat perbedaan dramatis antara para "militer" ini dan Tehlirian, seorang tokoh mulia yang dia bandingkan dengan William Tell: "Dari semua juri di dunia, siapa yang akan mengutuk Tell jika dia menembakkan panahnya ke [tiran Albrecht] Gessler? Apakah ada tindakan kemanusiaan yang lebih dari apa yang telah dijelaskan di ruang sidang ini?”[151] Selain berargumentasi bahwa tindakan Tehlirian dilakukan secara kompulsif, pihak pembela menyatakan bahwa tindakan tersebut juga merupakan tindakan yang adil.[152]
Baik pihak penuntut maupun pembela menekankan perbedaan antara perilaku Jerman dan Turki selama genosida. Werthauer berpendapat Talaat tinggal di Berlin tanpa sepengetahuan pemerintah Jerman.[105] Niemeyer mengatakan pembebasan tuduhan "akan mengakhiri kesalahpahaman dunia terhadap kita" bahwa Jerman bertanggung jawab atas genosida tersebut.[153]
Keputusan
Setelah argumen penutup disampaikan, hakim bertanya kepada Tehlirian apakah ada yang ingin dia tambahkan; dia menolak.[91] Juri berunding selama satu jam sebelum menjawab pertanyaan apakah Tehlirian bersalah karena sengaja membunuh Talaat dengan satu kata: "Tidak".[154] Putusan tersebut sudah bulat, dan tidak ada kemungkinan untuk diajukan banding oleh pihak penuntut.[155] Penonton bertepuk tangan.[156] Perbendaharaan negara menanggung biaya persidangan—306.484 mark.[157] Gollnick mengatakan pembebasan itu didasarkan pada kegilaan sementara.[158] Ihrig mengatakan "juri belum tentu memutuskan Tehlirian tidak bersalah karena 'kegilaan sementara'"; dia mencatat bahwa pembelaan lebih fokus pada aspek politik daripada aspek medis dari tindakan Tehlirian.[133]
Setelah pembebasannya, Tehlirian dideportasi dari Jerman.[159] Dia pergi ke Manchester bersama Balakian dan kemudian ke Amerika Serikat dengan nama palsu "Saro Melikian". Di sana, dewan redaksi Hairenik menghormatinya. Dia terus sakit dan membutuhkan perawatan medis untuk gangguan stresnya.[160] Dia menetap di Beograd, Serbia hingga tahun 1950.[161] Transkrip persidangan, yang dibeli oleh banyak orang Armenia di seluruh dunia, dijual untuk menutup biaya pembelaan Tehlirian dan mengumpulkan uang untuk operasi Nemesis.[162]
Liputan media
Pembunuhan yang dilakukan oleh Soghomon Tehlirian dan pengadilannya menerima perhatian media internasional yang signifikan[163] karena menyoroti realitas genosida Armenia.[164] Pada masa itu, persepsi umum menekankan bahwa pengadilan lebih berfokus pada isu genosida Armenia ketimbang pada kesalahan pribadi Tehlirian.[165] Pemberitaan media menunjukkan adanya konflik antara rasa simpati terhadap korban genosida Armenia dan prinsip-prinsip ketertiban hukum. Sebagai contoh, The New York Times mencatat dilema yang dihadapi oleh juri: mereka dihadapkan pada pilihan sulit antara mengutuk kekejaman terhadap Armenia dengan membebaskan Tehlirian, atau mendukung aturan hukum dengan menghukumnya atas tindakan pembunuhan. Dilema ini diungkapkan dengan kata-kata: "Semua pembunuh harus dihukum; pembunuh ini tidak boleh dihukum. Dan inilah dia!"[166]
Reaksi publik terhadap pembebasan Tehlirian cenderung positif, menggambarkan keberhasilan pengadilan dalam menyoroti tragedi genosida dan menghasilkan simpati terhadap kondisi korban. Kasus ini juga memunculkan pertanyaan penting mengenai keadilan, hukum, dan hak asasi manusia dalam konteks sejarah yang kompleks dan menyakitkan.[167]
Jerman
Pembunuhan Talaat Pasha mendominasi berita utama di banyak surat kabar Jerman pada hari saat peristiwa itu terjadi. Mayoritas liputan menunjukkan simpati terhadap Talaat.[169] Keesokan harinya, sebagian besar surat kabar Jerman memberitakan pembunuhan tersebut dengan banyak di antaranya memberikan detail tentang kematian Talaat. Misalnya, Vossische Zeitung mengakui peran Talaat dalam usaha 'pemusnahan semua anggota suku Armenia yang dapat dijangkau', tetapi mencoba memberikan pembenaran untuk genosida tersebut.[170] Surat kabar lain menyatakan bahwa Talaat bukan target yang tepat untuk balas dendam Armenia.[171]Deutsche Allgemeine Zeitung mengampanyekan anti-Armenia, dengan klaim bahwa tindakan seperti yang dilakukan Talaat adalah 'cara khas orang Armenia'.[172] Surat kabar komunis, Freiheit, adalah salah satu media yang awalnya bersimpati pada pelaku pembunuhan.[173]
Liputan tentang persidangan Tehlirian menyebar luas selama sebulan setelah kejadian, dan eksploitasi Tehlirian terus menjadi topik debat politik hingga kedatangan Nazi ke tampuk kekuasaan pada tahun 1933.[174] Pasca-persidangan, surat kabar Jerman dari berbagai aliran politik mulai mengakui realitas genosida Armenia.[175] Sebagian besar surat kabar mengutip kesaksian Lepsius dan Tehlirian secara perinci.[176] Reaksi di Jerman terhadap pembebasan Tehlirian beragam. Namun, mereka umumnya mendapat keuntungan dari simpati terhadap Armenia atau hak asasi manusia secara umum.[177] Wartawan Emil Ludwig, menulis di majalah pasifis Die Weltbühne, menyatakan, "Hanya ketika komunitas internasional terorganisasi sebagai pelindung tatanan global, tidak akan ada pembunuh Armenia yang dihukum, karena tidak ada Pasha Turki yang berhak mengirim sebuah bangsa ke padang pasir."[178] Beberapa bulan setelah persidangan, Wegner menerbitkan transkrip lengkap persidangan dengan kata pengantar yang memuji "kesiapan heroik Tehlirian mengorbankan diri untuk bangsanya", serta membandingkannya dengan kurangnya keberanian yang dibutuhkan untuk memerintahkan genosida dari meja kerja.[179]
Di kalangan nasionalis, yang cenderung anti-Armenia, banyak surat kabar yang berubah dari menyangkal menjadi membenarkan genosida, mengikuti Deutsche Allgemeine Zeitung milik Humann yang mempublikasikan artikel anti-Armenia.[180] Surat kabar tersebut menyebut keputusan persidangan sebagai "skandal peradilan".[181] Argumen pembenaran pemusnahan massal, yang umum diterima di media nasionalis,[182] sering kali berdasarkan pada karakteristik rasial orang Armenia dan dikaitkan dengan teori antisemitisme rasial.[183] Pada tahun 1926, ideolog Nazi Alfred Rosenberg mengklaim bahwa hanya "media Yahudi" yang menyambut baik pembebasan Tehlirian.[184] Ia juga menyatakan bahwa "orang Armenia memimpin spionase terhadap Turki, sama seperti orang Yahudi terhadap Jerman" sehingga membenarkan tindakan Talaat terhadap mereka.[185]
Kesultanan Utsmaniyah
Setelah pembunuhan Talaat Pasha, surat kabar di Ankara menggambarkannya sebagai revolusioner dan reformator yang luar biasa. Para nasionalis Turki menyampaikan kepada konsul Jerman bahwa Talaat masih tetap menjadi "harapan dan idola" mereka.[62] Surat kabar Yeni Gün [tr] menyatakan, "Patriot besar negara kita telah gugur demi tanah airnya. Talaat akan selalu dikenang sebagai tokoh paling berpengaruh yang telah dihasilkan oleh Turki."[109] Di Konstantinopel, reaksi terhadap kematiannya beragam. Beberapa orang memberikan penghormatan kepada Talaat.[186] Namun, harian liberal Alemdar [tr] mengkritiknya, menyatakan bahwa Talaat "menerima akibat perbuatannya sendiri" dan "kematian Talaat merupakan pembalasan atas tindakannya."[187]Hakimiyet-i Milliye mengklaim bahwa Talaat mengakui dirinya diutus oleh Inggris.[188] Banyak artikel menyoroti perjalanan hidup Talaat dari awal yang sederhana hingga ke puncak kekuasaan, serta mempertahankan kebijakan anti-Armenia.[186] Pada tahun 1921, surat kabar Istanbul Yeni Şark mempublikasikan memoar Talaat secara berseri.[189]Dikran Zaven [hy], seorang sosialis Armenia di Konstantinopel, menyampaikan harapannya agar "orang-orang Turki yang menyadari kepentingan negara mereka tidak akan memandang mantan menteri ini sebagai negarawan yang baik."[190] Pada tahun 1922, pemerintah Kemalis membatalkan hukuman yang telah dijatuhkan kepada Talaat.[191] Dua tahun kemudian, sebuah undang-undang disahkan yang memberikan pensiun kepada keluarga Talaat dan Şakir, dua tokoh utama genosida Armenia. Keluarga Talaat juga menerima kompensasi lain berupa properti yang disita dari orang-orang Armenia.[192]
Sejarawan Hans-Lukas Kieser menggambarkan pembunuhan yang melibatkan Soghomon Tehlirian dan Mehmed Talaat sebagai simbol hubungan yang tegang antara korban yang ingin membalas dendam dan pelaku yang terbenam dalam penyangkalan.[194] Pembunuhan ini melahirkan "kompleks Talat-Tehlirian", sebuah istilah yang dicetuskan oleh Alp Yenen, yang menggambarkan hubungan rumit antara kedua pihak.[195]
Meskipun dianggap sebagai teroris di Turki,[41] Tehlirian telah menjadi pahlawan bagi perjuangan Armenia.[52] Pada tahun 1950-an, setelah agen-agen Turki mengancamnya di Casablanca, Tehlirian pindah ke Amerika Serikat.[196] Pindahnya ke negara tersebut meningkatkan ketenarannya di kalangan diaspora Armenia, meskipun menurut putranya, Tehlirian enggan membicarakan perannya dalam pembunuhan tersebut. Setelah kematiannya, dibangun sebuah makam monumental untuk Tehlirian di Pemakaman Ararat di Fresno, California.[197] Penghormatan terhadap Tehlirian oleh diaspora Armenia lebih bersifat terdesentralisasi, meskipun ada beberapa dukungan dari negara Republik Armenia. Sebaliknya, peringatan terhadap Talaat lebih banyak didukung oleh negara Turki.[198] Pada tahun 1943, jenazah Talaat diangkat kembali dan diberikan pemakaman kenegaraan di Monumen Kebebasan, Istanbul. Monumen ini awalnya didedikasikan untuk mereka yang gugur saat menumpas pemberontakan Utsmaniyah tahun 1909.[193] Pakaian yang dikenakan Talaat saat pembunuhan dipajang di Museum Militer Istanbul.[199] Berbagai infrastruktur seperti masjid, sekolah, dan jalan di Turki dan negara-negara lain mengambil nama dari Talaat.[200]
Sejak tahun 2005, ada upaya di Berlin oleh warga Turki untuk mendirikan monumen di lokasi pembunuhan Talaat[60] dan memperingatinya setiap 15 Maret di makamnya.[201] Namun, pada Maret 2006, unjuk rasa yang diorganisasi oleh kelompok nasionalis Turki untuk memperingati pembunuhan Talaat dan memprotes tuduhan genosida mendapat kritik dari politisi Jerman dan dihadiri oleh sedikit peserta.[202] Pada tahun 2007, pembunuhan jurnalis Turki-Armenia Hrant Dink oleh ultranasionalis Turki menarik perhatian internasional dan menghubungkan kasus pembunuhan Dink dengan Talaat. Pembunuhan ini menunjukkan kontinuitas konflik dan memori kolektif yang rumit antara kedua bangsa.[203]
Hukum internasional
Raphael Lemkin, seorang mahasiswa hukum Polandia-Yahudi, menjadi tokoh kunci dalam pengembangan konsep genosida, suatu istilah yang ia ciptakan pada tahun 1944.[204] Inspirasi Lemkin berasal setelah membaca tentang genosida Armenia dan pembunuhan Mehmed Talaat.[205] Lemkin merasa terdorong untuk mempertanyakan mengapa Talaat tidak diadili atas kejahatannya di Jerman, suatu pertanyaan yang ia ajukan kepada profesornya, Julius Makarewicz. Makarewicz menjawab bahwa kedaulatan nasional membenarkan pembunuhan massal warga negara sendiri dan menghalangi intervensi asing, tetapi Lemkin sangat tidak setuju.[206] Ia berpendapat bahwa pembunuhan Talaat adalah tindakan yang adil. Namun, ia khawatir akan implikasi dari tindakan main hakim sendiri. Hal ini mendorong Lemkin untuk merancang kerangka hukum yang bertujuan menghukum pelaku genosida, yang berujung pada pembuatan Konvensi Genosida.[207]
Pembelaan Sholem Schwarzbard atas pembunuhan Symon Petliura, seorang progromis anti-Yahudi Ukraina pada tahun 1926, merujuk pada pengadilan Tehlirian. Pengadilan Prancis kemudian membebaskan Schwarzbard.[208] Sejarawan seperti Dean menganggap pengadilan Tehlirian dan Schwarzbard sebagai "pengadilan besar pertama di Eropa Barat" yang menampilkan korban kekerasan antaretnis dan kekejaman massal yang didukung negara dalam pencarian keadilan.[209] Hannah Arendt, dalam karyanya Eichmann in Jerusalem, membandingkan kasus-kasus ini dengan pengadilan Eichmann, kala agen Israel menculik Eichmann dan membawanya ke Israel untuk diadili atas kejahatannya selama Holokaus. Arendt mencatat bahwa kedua pembalas dendam tersebut menuntut pengadilan untuk mempublikasikan kejahatan yang dilakukan terhadap rakyat mereka dan belum dihukum.[210] Demikian pula pengacara Swiss Eugen Curti [de], yang membela David Frankfurter dalam pembunuhan Wilhelm Gustloff, anggota Nazi Swiss pada tahun 1936, mengutip tindakan Tehlirian. Curti membandingkan penganiayaan terhadap Yahudi di Jerman Nazi dengan genosida Armenia. Frankfurter dihukum di bawah tekanan dari Jerman.[211]
Robert Kempner, jaksa penuntut di pengadilan Nuremberg dan saksi persidangan Tehlirian, percaya bahwa pengadilan Tehlirian merupakan momen penting dalam sejarah hukum. Menurutnya, hal tersebut merupakan peristiwa pertama yang mengakui bahwa pelanggaran berat hak asasi manusia, terutama genosida yang dilakukan oleh sebuah pemerintah, dapat diganggu gugat oleh negara asing dan bahwa campur tangan semacam itu tidak dianggap sebagai intervensi yang tidak diperbolehkan.[212]
Fleck, André (2014). Machtfaktor Diaspora?: Armenische Interessenvertretung in Deutschland [Diaspora Power Broker? Representation of Armenian Interests in Germany] (dalam bahasa Jerman). LIT Verlag. ISBN978-3-643-12762-4.
MacCurdy, Marian Mesrobian (2015). Sacred Justice: The Voices and Legacy of the Armenian Operation Nemesis (dalam bahasa Inggris). Routledge. ISBN978-1-351-49218-8.
Adak, Hülya (2007). "Identifying the "Internal Tumors" of World War I: Talat Paşa's hatıraları [Talat Paşa's Memoirs], or the Travels of a Unionist Apologia into History". Raueme Des Selbst: Selbstzeugnisforschung Transkulturell. Böhlau Verlag. hlm. 151–169. ISBN978-3-412-23406-5.
Hofmann, Tessa (2016). "From Silence to Re-remembrance: The Response of German Media to Massacres and Genocide against the Ottoman Armenians". Mass Media and the Genocide of the Armenians: One Hundred Years of Uncertain Representation (dalam bahasa Inggris). Palgrave Macmillan UK. hlm. 85–109. ISBN978-1-137-56402-3.
Hosfeld, Rolf (2013). "Ein Völkermordprozess wider Willen" [An Unintended Genocide Trial]. Johannes Lepsius–Eine deutsche Ausnahme: Der Völkermord an den Armeniern, Humanitarismus und Menschenrechte [Johannes Lepsius—A German Exception: The Armenian Genocide, Humanitarianism, and Human Rights]. Wallstein Verlag [de]. hlm. 248–257. ISBN978-3-8353-2491-6. Postscript: Page numbers based on an online edition, paginated 1–14.
Ozavci, Ozan (2019). "Honour and Shame: The Diaries of a Unionist and the "Armenian Question"". The End of the Ottomans: The Genocide of 1915 and the Politics of Turkish Nationalism (dalam bahasa Inggris). Bloomsbury Publishing. hlm. 193–220. ISBN978-1-78673-604-8.
von Bieberstein, Alice (2017). "Memorial Miracle: Inspiring Vergangenheitsbewältigung Between Berlin and Istanbul". Replicating Atonement: Foreign Models in the Commemoration of Atrocities (dalam bahasa Inggris). Springer International Publishing. hlm. 237–265. ISBN978-3-319-65027-2.
Yenen, Alp (2020). "The Exile Activities of the Unionists in Berlin (1918–1922)". Türkisch-Deutsche Beziehungen.: Perspektiven aus Vergangenheit und Gegenwart (dalam bahasa Inggris). Walter de Gruyter GmbH & Co KG. hlm. 71–94. ISBN978-3-11-220875-5.
Petrossian, Gurgen (2020). "Ein Strafverfahren als Ausgangspunkt der Entwicklung des Völkermordsbegriffes" [A Criminal Case as the Starting Point for the Development of the Concept of Genocide]. Journal der Juristischen Zeitgeschichte. 14 (3): 93–100. doi:10.1515/jjzg-2020-0033.