Dalam kitab Padmapurana dikisahkan bahwa saat Nahusa masih bayi, ia diculik oleh seorang raksasa bernama Hunda karena ada ramalan yang mengatakan bahwa Hunda akan tewas di tangan putra Raja Ayu dari Dinasti Candra. Hunda menyerahkan Nahusa kepada juru masaknya untuk dimasak. Karena tidak tega untuk membunuh Nahusa, maka juru masaknya membawa bayi tersebut ke asrama seorang resi (orang suci; orang bijak) bernama Wasista. Sebagai pengganti Nahusa, ia menyajikan daging kijang kepada Hunda. Hal itu tidak diketahui oleh Hunda.
Nahusa adalah nama pemberian Resi Wasista karena sifatnya yang tidak kenal takut meskipun masih bayi. Ia dibesarkan oleh sang resi dan diajari berbagai ilmu, termasuk seni berperang. Setelah Nahusa dewasa, sang resi menjelaskan asal-usulnya. Sang resi juga berkata bahwa Nahusa ditakdirkan untuk membunuh raksasa Hunda dan menikahi Asokasundari, putri cantik yang disekap oleh Hunda. Akhirnya Nahusa berangkat menuju kediaman Hunda di Nandanakarana untuk berperang. Hunda menanggapi tantangannya. Saat mengetahui bahwa raksasa itu akan terbunuh, para dewa memberi bantuan kepada Nahusa berupa berbagai macam senjata. Dewa Indra—pemimpin para dewa—juga memberi bantuan berupa sebuah kereta perang. Dengan bantuan para dewa, perang tersebut dimenangkan oleh Nahusa. Kemudian, Nahusa pergi mencari Asokasundari, dan berhasil membebaskannya. Mereka menikah dan dikaruniai putra yang diberi nama Yati dan Yayati,[2] serta ratusan anak perempuan.[3][4]
Akhirnya Nahusa menemui Raja Ayu, ayahnya sendiri yang tidak dilihatnya selama bertahun-tahun. Mereka berkumpul kembali sebagai satu keluarga. Nahusa diangkat menjadi raja setelah Ayu pensiun.
Pengganti Indra
Kitab Skandapurana juga memiliki catatan riwayat Raja Nahusa. Diceritakan bahwa pada suatu zaman, Indra (raja para dewa) membunuh seorang brahmana bernama Wiswarupa karena Wiswarupa lebih memuliakan persembahan untuk para raksasa daripada persembahan untuk para dewa. Karena telah membunuh brahmana, maka Indra melakukan suatu dosa. Personifikasi dosa tersebut mengejar Indra. Akhirnya, Indra bersembunyi di dasar sebuah danau, sementara personifikasi dosa itu menunggunya di tepi danau. Wrehaspati, guru para dewa, pergi mencari Indra dan menemukannya di dasar sebuah danau. Indra mengakui kesalahannya dan ia meminta agar jabatannya digantikan oleh orang lain. Akhirnya, para dewa mengangkat Nahusa sebagai raja para dewa.
Saat menjabat sebagai raja para dewa, Nahusa dilayani para resi agung, dewa, bidadari, dan bidadara. Namun Saci (yang juga disebut Indrani, atau permaisuri Indra) tidak hadir menemaninya. Nahusa pun berkata kepada para dewa bahwa selama ia menjabat sebagai Indra yang baru, maka Indrani harus mendampinginya. Wrehaspati, guru para dewa pun membujuk Saci, tetapi Saci menolak karena Nahusa hanya menyelenggarakan 99 yadnya (upacara suci), sedangkan Indra yang sebelumnya sudah melangsungkan 100 yadnya. Saci juga berkata bahwa ia bersedia mendampingi Nahusa apabila Nahusa datang kepadanya dengan menaiki wahana yang digerakkan oleh sesuatu yang tidak pantas dipakai penggerak wahana. Syarat itu pun disampaikan kepada Nahusa.
Nahusa memutuskan untuk menaiki tandu yang dipikul oleh brahmana, sebab brahmana adalah kaum yang bergerak di bidang kerohanian, dan tidak pantas melakukan pekerjaan kasar seperti memikul tandu. Maka Nahusa merasa bahwa syarat yang diajukan oleh Saci dapat ia penuhi. Nahusa pun menaiki tandu yang dipikul oleh dua brahmana, dan salah satu brahmana yang memikulnya adalah Resi Agastya. Karena tergesa-gesa, Nahusa kehilangan keseimbangan lalu tanpa sengaja kakinya menyentuh kepala Resi Agastya. Akhirnya sang resi marah lalu mengutuk Nahusa menjadi ular. Ia pun jatuh ke Bumi dan hidup sebagai ular.
Setelah Nahusa gagal menjadi pengganti Indra, Resi Narada menyarankan agar para dewa menunjuk putra Nahusa sebagai Indra yang baru. Karena Yati memilih hidup sebagai pertapa, maka Yayati menjadi pewaris takhta ayahnya.[5] Ia pun diangkat sebagai Indra yang baru, menggantikan ayahnya. Namun saat tiba di surga, Yayati memuji dirinya sendiri yang telah melakukan banyak kebajikan selama tinggal di bumi. Kesombongan Yayati tidak diterima oleh para dewa sehingga ia ditolak untuk menggantikan Indra.
Dalam Mahabharata
Kisah tentang Nahusa juga muncul sepintas dalam wiracaritaMahabharata, tepatnya jilid ketiga (Wanaparwa), bagian Ajagaraparwa. Dikisahkan bahwa ketika para Pandawa sedang dalam perjalanan menuju Himalaya, Nahusa yang berwujud ular menjerat Bima dan bermaksud memakannya. Walaupun Bima merupakan anggota Pandawa yang kekuatan fisiknya paling kuat, ia tidak mampu membebaskan diri dari jeratan Nahusa. Hal itu disebabkan anugerah Resi Agastya yang diterima Nahusa saat jatuh dari surga, bahwa apabila Nahusa bertemu orang yang lebih kuat darinya, maka kekuatan orang itu akan hilang sementara.
Yudistira, Pandawa yang sulung, pergi mencari Bima dan menemukan adiknya itu sedang dijerat Nahusa. Di hadapan Yudistira, Nahusa pun menjelaskan apa yang sedang terjadi dan menyatakan dirinya sebagai leluhur Yudistira, termasuk kutukan yang menimpa dirinya. Akhirnya Yudistira dan Nahusa bercakap-cakap tentang darma. Nahusa mengakui kesalahannya dan meminta maaf. Kutukan yang menimpa dirinya kemudian lenyap, lalu ia langsung menuju surga. Setelah itu, Bima memperoleh kekuatannya kembali.[6]