Pandu (Dewanagari: पाण्डु; ,IAST: Pāṇḍu,पाण्डु) adalah nama tokoh dalam wiracaritaMahabharata, ayah dari para Pandawa. Pandu merupakan anak kedua dari tiga bersaudara; kakaknya Dretarastra, sedangkan adiknya Widura. Menurut Mahabharata, Dretarastra merupakan pewaris takhta kerajaan Kuru dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Karena ia buta, maka takhta diserahkan kepada Pandu, dengan Widura sebagai menteri yang memiliki kebijaksanaan terutama di bidang tata negara.
Pandu memiliki dua orang istri, yaitu Kunti dan Madri. Dalam Mahabharata diceritakan bahwa Pandu pantang berhubungan badan dengan istrinya akibat dikutuk oleh ResiKindama. Kutukan itu terjadi setelah Pandu memanah resi tersebut tanpa sepengetahuannya, sebab pada saat itu sang resi berubah wujud menjadi kijang. Kedua istri Pandu pun berusaha memiliki keturunan tanpa berhubungan badan dengan cara memohon kepada dewa. Pada akhirnya, Pandu melanggar pantangannya sehinga tewas akibat kutukan yang ditimpakan kepadanya. Madri menyusul suaminya dengan cara membakar diri (sati).
Kata Pāṇḍu dalam bahasa Sanskerta berarti pucat. Mahabharata mendeskripsikan bahwa kulitnya memang pucat atau kekuningan.[1]
Kelahiran
Menurut Mahabharata, Wicitrawirya bukanlah ayah biologis Pandu sebab Wicitrawirya wafat tanpa memiliki keturunan. Ambalika (ibu Pandu) diserahkan kepada Resi Byasa, yaitu keturunan Satyawati (ibu suri) agar menyelenggarakan putrotpadana atau niyoga demi memperoleh anak. Ambalika disuruh oleh Satyawati untuk mengunjungi Byasa ke dalam sebuah kamar dan dijanjikan suatu anugerah. Ia juga disuruh untuk terus membuka mata supaya tidak melahirkan putra yang buta (Dretarastra), sebagaimana yang telah terjadi pada saudaranya, Ambika. Maka dari itu, Ambalika terus membuka mata, tetapi ngeri setelah melihat rupa sang resi yang "luar biasa". Akibatnya, selama upacara Ambalika berwajah pucat karena takut melihat perangai sang resi. Resi Byasa pun memprediksi bahwa kelak anak yang dilahirkan Ambalika akan berkulit pucat. Seperti yang dikatakan sang resi, putranya terlahir pucat.[1]
Pemerintahan
Mahabharata mendeskripsikan Pandu sebagai seorang pemanah yang mahir. Ia diajari ilmu perang dan tata negara oleh pamannya, Bisma. Saat dewasa, atas saran dari menteri Widura, Pandu diangkat sebagai Raja Kuru meskipun merupakan putra kedua, sebab putra pertama (Dretarastra) terlahir dalam kondisi buta. Pandu memimpin tentara Dretarastra dan juga memerintah kerajaan demi kakaknya. Pandu menaklukkan wilayah Dasarna, Kashi, Anga, Wanga, Kalinga, Magadha, dan lain-lain.[2]
Pernikahan
Pandu menikahi Kunti (putri angkat Raja Kuntiboja dari Bangsa Yadawa) setelah mengikuti suatu sayembara. Pernikahan tersebut mendekatkan hubungan antara bangsawan Yadawa (keluarga Kresna dan Baladewa) dengan Dinasti Kuru. Tak lama setelah pernikahannya dengan Kunti, Bisma mencari istri kedua bagi Pandu. Maka ia berangkat menuju kerajaan Madra untuk menjodohkan putri Madri kepada Pandu. Niat Bisma diterima baik oleh Salya, Raja Madra. Madri pun menikah dengan Pandu.[3]
Pengasingan diri
Dikisahkan bahwa saat berburu di hutan, tanpa sengaja Pandu memanah seorang resi bernama Kindama yang sedang bersenggama dalam wujud rusa. Atas perbuatan tersebut, sang resi mengutuk Pandu agar kelak ia meninggal seketika apabila bersenggama dengan wanita. Maka dari itu, Pandu tidak bisa memiliki anak dengan cara bersenggama.[4] Setelah dikutuk Resi Kindama, Pandu merasa bahwa perannya sebagai raja telah sia-sia apabila tidak mampu memiliki keturunan. Maka ia memutuskan untuk meninggalkan istana bersama kedua istrinya dan hidup seperti pertapa, sedangkan takhta kerajaan diserahkan kepada kakaknya, Dretarastra.[4] Menurut kitab Adiparwa, Pandu dan kedua istrinya menuju hutan di wilayah perbukitan Satasringga.
Di dalam hutan, Kunti teringat akan pengalamannya saat masih muda, ketika ia mendapat anugerah berupa pengetahuan tentang mantra sakti dari Resi Durwasa yang berguna untuk memanggil dewa tertentu, dan pengguna mantra berhak memperoleh keturunan dari setiap dewa yang dipanggil. Kunti pun memberi tahu Pandu tentang hal itu, dan atas bujukan Pandu maka ia memanggil tiga dewa: Yama, Bayu, dan Indra. Masing-masing dewa menganugerahkan seorang putra: Yudistira, Bima, dan Arjuna. Karena anjuran Pandu, Kunti membantu Madri untuk memperoleh keturunan dari dewa tertentu. Madri pun memanggil dewa kembar Aswin. Dari dewa kembar tersebut, Madri menerima putra kembar, yang diberi nama Nakula dan Sadewa.[5]
Kelima putra pandu dikenal sebagai Pandawa. Berita kelahiran mereka disampaikan ke Hastinapura. Dengan demikian, Pandu memiliki pewaris yang sah.
Kematian
Lima belas tahun setelah ia hidup di tengah hutan, ketika Kunti dan putra-putranya berada jauh, Pandu mencoba untuk bersenggama dengan Madri. Atas tindakan tersebut, Pandu tewas sesuai dengan kutukan yang diucapkan oleh resi yang pernah dibunuhnya. Madri pun merasa bersalah karena telah menerima ajakan dari Pandu. Saat upacara pembakaran jenazah, Madri memutuskan untuk membakar dirinya sendiri (sati) untuk menyusul suaminya. Sebelumnya, ia menitipkan putra kembarnya agar dirawat oleh Kunti.[6]
Pewayangan Jawa
Dalam pewayangan, tokoh Pandu (Bahasa Jawa: Pandhu) merupakan putra Byasa dan Ambalika, janda Wicitrawirya. Pandu digambarkan berwajah tampan namun memiliki cacat di bagian leher, sebagai akibat karena ibunya memalingkan muka saat pertama kali menjumpai Byasa. Para dalang mengembangkan kisah masa muda Pandu yang hanya tertulis singkat dalam Mahabharata. Misalnya, Pandu dikisahkan selalu terlibat aktif dalam membantu perkawinan para sepupunya di Mandura. Pandu pernah diminta para dewa untuk menumpas musuh kahyangan bernama Prabu Nagapaya, raja raksasa yang bisa menjelma menjadi naga dari negeri Goabarong. Setelah berhasil melaksanakan tugasnya, Pandu mendapat hadiah berupa pusaka minyak Tala.
Pandu menikah dengan Kunti setelah berhasil memenangkan sayembara di negeri Mandura. Ia bahkan mendapatkan hadiah tambahan, yaitu Putri Madri, setelah berhasil mengalahkan Salya, kakak sang putri. Di tengah jalan ia juga berhasil mendapatkan satu putri lagi bernama Gandari dari negeri Plasajenar, setelah mengalahkan kakaknya yang bernama Prabu Gendara. Putri yang terakhir ini kemudian diserahkan kepada Dretarastra, kakak Pandu.
Menurut pewayangan Jawa, Byasa dikisahkan mewarisi takhta Astina (Hastinapura) sebagai raja sementara sampai Pandu dewasa. Pandu naik takhta di Astina menggantikan Byasa dengan bergelar "Prabu Pandu Dewanata" atau "Prabu Gandawakstra". Ia memerintah didampingi Gandamana, pangeran Pancala sebagai patih. Tokoh Gandamana ini kemudian disingkirkan oleh Sangkuni (adik Gandari) secara licik.
Keluarga
Dari kedua istrinya, Pandu mendapatkan lima orang putra yang disebut Pandawa. Berbeda dengan kitab Mahabharata, kelimanya benar-benar putra kandung Pandu, dan bukan hasil pemberian dewa. Para dewa hanya dikisahkan membantu kelahiran mereka. Misalnya, Batara Darma membantu kelahiran Yudistira, dan Batara Bayu membantu kelahiran Bima. Kelima putra Pandu semuanya lahir di Astina, bukan di hutan sebagaimana yang dikisahkan dalam Mahabharata.
Akhir riwayat
Kematian Pandu dalam pewayangan bukan karena bersenggama dengan Madri, melainkan karena berperang melawan Prabu Tremboko, muridnya sendiri. Dikisahkan bahwa Madri mengidam ingin bertamasya naik Lembu Nandini, wahanaBatara Guru. Pandu pun naik ke kahyangan mengajukan permohonan istrinya. Sebagai syarat, ia rela berumur pendek dan masuk neraka. Batara Guru mengabulkan permohonan itu. Pandu dan Madri pun bertamasya di atas punggung Lembu Nandini. Setelah puas, mereka mengembalikan lembu itu kepada Batara Guru. Beberapa bulan kemudian, Madri melahirkan bayi kembar bernama Nakula dan Sadewa.
Sesuai kesanggupannya, Pandu pun berusia pendek. Akibat adu domba dari Sangkuni, Pandu pun terlibat dalam perang melawan muridnya sendiri, yaitu seorang raja raksasa dari negeri Pringgadani bernama Prabu Tremboko. Perang ini dikenal dengan nama Pamoksa. Dalam perang itu, Tremboko gugur terkena anak panah Pandu, tetapi ia sempat melukai paha lawannya itu menggunakan keris bernama "Kyai Kalanadah". Akibat luka di paha tersebut, Pandu jatuh sakit. Ia akhirnya meninggal dunia setelah menurunkan wasiat agar Astina untuk sementara diperintah oleh Dretarastra sampai kelak Pandawa dewasa. Antara putra-putri Pandu dan Tremboko kelak terjadi perkawinan, yaitu Bima dengan Hidimbi, yang melahirkan Gatotkaca, seorang kesatria berdarah campuran, manusia dan raksasa.
Istilah pamoksa seputar kematian Pandu kiranya berbeda dengan istilah moksa dalam agama Hindu. Dalam pamoksa, raga Pandu ikut musnah saat meninggal dunia. Jiwanya kemudian masuk neraka sesuai perjanjian. Beberapa tahun kemudian, atas perjuangan putra keduanya, Pandu akhirnya mendapatkan tempat di surga. Versi lain yang lebih dramatis mengisahkan Pandu tetap memilih hidup di neraka bersama Madri sesuai janjinya kepada dewa. Baginya, tidak menjadi masalah meskipun ia tetap tinggal di neraka, asalkan ia dapat melihat keberhasilan putra-putranya di dunia. Perasaan bahagia melihat darma bakti para Pandawa membuatnya merasa hidup di surga.