Kuru menurunkan para raja yang dikenal sebagai Wangsa Kaurawa atau Dinasti Kuru. Menurut legenda, Kuru merupakan raja yang mengorbankan dirinya demi meresmikan sebuah wilayah suci di India Utara yang dikenal sebagai Kurukshetra, yang secara harfiah berarti "Wilayah Kuru," sebagai dedikasi atas keluhuran budi raja tersebut.
Legenda
Dalam kitab Purana diceritakan bahwa sebelum Kuru lahir, kerajaan yang dipimpin ayahnya mendapat serbuan dari Kerajaan Panchala. Dalam keadaan tersebut, para kesatria Dinasti Bharata terpukul mundur oleh tentara musuh. Sambarana bersama istri, menteri, dan kerabatnya, melarikan diri, dan menempati sebuah hutan di tepi sungai Sindhu, yang termasuk wilayah dari kaki pegunungan di sebelah barat. Di sana, Sambarana dan rakyatnya hidup selama seribu tahun di dalam benteng mereka. Sambarana menikahi Tapati (yang menjadi dewi sungai Tapati, putri Surya dan Saranya) dengan pertolongan MaharesiWasista, pendeta para raja Dinasti Surya. Dari pernikahan tersebut, lahirlah Kuru.
Semenjak kecil, Kuru dididik oleh seorang MaharesiWasista. Pada usia sepuluh tahun, ia sudah menguasai sastra, kitab suci, dan tugas-tugas sebagai seorang raja. Menurut kitab Wamanapurana, pada usia enam belas tahun, Kuru menikah dengan Sodamini, putri Raja Sudama. Setelah Sambarana mangkat, Kuru diangkat menjadi raja dan membebaskan kerajaannya dari jajahan musuhnya. Namanya membuat dataran Kurujanggala (sebelah timur Haryana) menjadi masyur di seluruh dunia. Konon Kuru memerintah kerajaannya dengan baik, adil dan bijaksana. Untuk membuat keturunannya mengenangnya selamanya, Kuru memutuskan untuk melakukan perjalanan keliling dunia, demi mencari hal yang dapat membuat namanya termahsyur.
Pendiri Kurukshetra
Menurut mitologi Hindu, DewaBrahma memiliki lima sthāna (tempat duduk) di lima penjuru bumi. Sthāna Dia yang berada di utara adalah Samantapancaka, di mana terdapat kolam yang suci di tempat tersebut, dan disanalah Kuru mulai melakukan hal yang akan membuatnya termahsyur. Menurut kitab Wamanapurana, Kuru memutuskan untuk membajak wilayah tersebut dengan menggunakan bajak yang terbuat dari emas, yang ditarik oleh seekor sapi dan seekor kerbau. Tindakan Kuru disaksikan oleh Dewa Indra, dan membuat sang dewa penasaran sehingga turun ke bumi untuk menanyakan tujuan Kuru melakukan hal tersebut. Kuru menjawab bahwa ia melakukannya agar mendapatkan pahala atas meditasi, tindak kebenaran, tindakan welas asih, pengampunan, kesucian, amal, dan semacamnya. Saat Indra menanyakan di mana benihnya, Kuru tidak menjawab sambil terus membajak.
Setelah Dewa Indra pergi meninggalkan Kuru, Dewa Wisnu turun ke bumi untuk menanyakan hal yang sama kepada Kuru. Pada saat itu Kuru menjawab bahwa benih yang ditanyakan ada di dalam tubuhnya sendiri. Saat Wisnu meminta Kuru untuk mengeluarkan benihnya, Kuru merentangkan tangan kanannya. Kemudian Wisnu mengeluarkan senjata cakra untuk menyayat tangan Kuru menjadi ribuan potongan, yang kemudian menaburi tanah yang dibajak Kuru. Setelah itu, Kuru merentangkan tangan kirinya dan Wisnu melakukan hal yang sama. Lalu, Kuru menyerahkan kakinya, dan Wisnu pun memotongnya. Akhirnya saat Kuru menyerahkan kepalanya, Wisnu terkesan kepadanya.
Kemudian, Wisnu memberi dua anugerah pada Kuru. Pertama, wilayah yang telah dibajaknya menjadi wilayah yang suci, di mana upacara suci yang diselenggarakan disana akan berpahala berlipat ganda dan ramai dikunjungi sebagai tempat berziarah untuk mendapatkan pengampunan, dan akan dikenal sebagai Kurukshetra, yang secara harfiah berarti "Wilayah Kuru", untuk mengenang jasa Kuru. Kedua, Wisnu memberkati bahwa siapapun yang meninggal di wilayah tersebut maka arwahnya akan segera mencapai surga. Semenjak itulah, tempat yang terletak di wilayah India Utara tersebut, menjadi salah satu tempat suci di India. Menurut legenda, ribuan tahun setelah Kurukshetra disucikan, perang saudara antara sesama keturunan Kuru terjadi di tempat itu. Tempat tersebut dipilih dengan harapan agar para kesatria yang gugur segera mencapai surga, karena tanah di wilayah tersebut diberkati.
Dinasti Kuru atau Wangsa Korawa (Sanskerta: Kaurava) merupakan keturunan Raja Kuru.[3] Dalam kitab Mahabharata, dinasti ini merujuk kepada keluarga Pandu dan Dretarastra, beserta keturunan mereka.[3] Namun, nama Korawa terlalu identik dengan keturunan Dretarastra, meskipun Pandu dan Dretarastra berasal dari Dinasti yang sama. Antara para Korawa (Dinasti Kuru) dan para Yadawa (Dinasti Yadu) terjalin hubungan kekeluargaan karena kedua wangsa tersebut memiliki leluhur yang sama, yakni Yayati. Hal tersebut juga terlihat dari hubungan keluarga Kresna dan Kunti yang lahir dalam silsilah Dinasti Yadu, namun memiliki saudara/suami dari Dinasti Kuru.