Indra
Dalam ajaran agama Hindu, Indra (Sanskerta: इन्द्र atau इंद्र, Indra) adalah dewa petir, cuaca, dan raja kahyangan. Oleh orang-orang bijaksana dan para rsi, ia diberi gelar dewa petir, dewa hujan, dewa segala makhluk, dewa perang, Dewa-nya para dewa, raja surga, adik Wisnu, pemimpin para dewa, putra Brahma, dan banyak lagi sebutan untuknya sesuai dengan karakter yang dimilikinya. Dalam pertempuran dan peperangan, Indra tak tertandingi, membuatnya mendapat julukan Dewa yang paling menakutkan. Sesama dewa, menyebutnya sebagai Dewa yang paling diandalkan, dalam menghadapi kaum Ashura dan para Iblis, karena dialah satu-satunya Dewa yang ditakuti bangsa iblis, bahkan para dewa sekalipun. dalam Menurut mitologi Hindu, Dia adalah dewa yang memimpin delapan Wasu, yaitu delapan dewa yang menguasai aspek-aspek alam. Dewa Indra terkenal di kalangan umat Hindu dan sering disebut dalam susastra Hindu, seperti kitab-kitab Purana (mitologi) dan Itihasa (wiracarita). Dalam kitab-kitab tersebut posisinya lebih menonjol sebagai raja kahyangan dan memimpin para dewa menghadapi kaum raksasa, menghabisi para setan, dan menghukum iblis jahat. Indra juga disebut dewa perang, karena Dia dikenal sebagai dewa yang menaklukkan tiga benteng musuhnya (Tripuramtaka) seorang diri. Ia memiliki senjata yang disebut Bajra, senjata dengan elemen petir yang dapat menembakkan halilintar dahsyat, yang diciptakan oleh Wiswakarma, dengan bahan tulang Resi Dadici. Bajra adalah senjata terkuat, tak tertandingi di alam semesta, yang bahkan dikatakan sendiri oleh Krishna. Kendaraan Dia adalah seekor gajah putih yang bernama Airawata. Istrinya adalah Dewi Saci, ratu para dewa, Dewi-nya para Dewi dan Bidadari Dewa Indra muncul dalam kitab Mahabarata. Ia dengan Airawata menjemput Yudistira bersama seekor anjing, yang mencapai puncak gunung Mahameru untuk mencari Swargaloka. Kadang kala peran dewa Indra disamakan dengan Zeus dalam mitologi Yunani, dewa petir sekaligus raja para dewa. Dalam agama Buddha, dia disamakan dengan Sakra. Indra pernah bertarung dengan Garuda, wahana Dewa Wisnu. Saat itu Garuda mencuri Amerta di Nirwana, minuman keabadian milik para dewa. Chandra, Dewa Bulan yang melihatnya mencegahnya dan mencoba menangkapnya, namun Garuda terbang dengan cepat. Ketika Indra mengetahuinya, dia kemudian mengejarnya. Indra melemparkan petir yang menyambar sayap Garuda hingga dia terjatuh. Indra meminta Amerta dikembalikan, namun Garuda menolak hingga menyebabkan emosi Indra tersulut. Kemudian Garuda dan Indra bertarung memperebutkan minuman keabadian tersebut. Indra terluka, namun segera dia menggunakan Bajra dan melemparkannya pada Garuda, sehingga halilintar dahsyat menyambar tubuhnya hingga terluka parah. Setelah kalah dan tak berdaya, barulah Garuda menyerahkan minuman itu kembali. Nama lainDewa Indra memiliki nama lain sesuai dengan karakter dan mitologi yang terkait dengannya. Nama lain tersebut juga mengandung suatu pujian. Nama lain Dewa Indra yakni:
Dalam WedaIndra adalah dewa pemimpin dalam Regweda (disamping Agni). Ia senang meminum Soma, dan mitos yang penting dalam Weda adalah kisah kepahlawanannya dalam menaklukkan Wretra, membebaskan sungai-sungai, dan menghancurkan Bala, sebuah pagar batu di mana Panis memenjarakan sapi-sapi dan Usas (dewa fajar). Ia adalah dewa perang, yang telah menghancurkan benteng milik Dasyu, dan dipuja oleh kedua belah pihak dalam Pertempuran Sepuluh Raja. Regweda sering menyebutnya Śakra: yang perkasa. Saat zaman Weda, para dewa dianggap berjumlah 33 dan Indra adalah pemimpinnya (secara ringkas Brihadaranyaka Upanishad menjabarkan bahwa para dewa terdiri dari delapan Wasu, sebelas Rudra, dua belas Aditya, Indra, dan Prajapati). Sebagai pemimpin para Wasu, Indra juga dijuluki Wasawa. Pada zaman Wedanta, Indra menjadi patokan untuk segala hal yang bersifat penguasa sehingga seorang raja bisa disebut "Manawèndra" (Manawa Indra, pemimpin manusia) dan Rama, tokoh utama wiracarita Ramayana, disebut "Raghawèndra" (Raghawa Indra, Indra dari klan Raghu). Dengan demikian Indra yang asli juga disebut Déwèndra (Dewa Indra, pemimpin para dewa). Dalam PuranaDalam kitab Purana, Indra adalah pemimpin para dewa, putra Aditi dan Kasyapa. Kekuasaannya digulingkan oleh Bali, cucu Hiranyakasipu, raksasa yang dibunuh Dewa Wisnu. Atas permohonan Aditi, Wisnu menjelma sebagai anak Aditi yang disebut Wamana, yang disebut pula Upendra (secara harfiah berarti adik Indra). Upendra menghukum Bali untuk mengembalikan kekuasaan Indra. Karena kemurahan hati Dewa Wisnu, Bali diberi anugerah bahwa ia berhak menjabat sebagai Indra pada Manwantara berikutnya. Dalam kitab Bhagawatapurana (dan Purana lainnya), Indra beserta para putra Aditi (para dewa) berseteru dengan para putra Diti (detya atau raksasa). Sukra, guru para raksasa memiliki ilmu yang mampu menghidupkan orang mati sehingga setiap prajurit raksasa yang gugur dapat dihidupkan kembali, sementara laskar para dewa tidak dapat hidup lagi. Para dewa kecewa dengan keadaan tersebut, sehingga mereka memohon petunjuk Dewa Wisnu. Atas petunjuk dia, para dewa bernegosiasi dengan para raksasa untuk mencari minuman keabadian yang disebut amerta di samudra susu. Pada akhirnya, minuman tersebut jatuh ke tangan para raksasa. Atas bantuan awatara (penjelmaan) Wisnu yang bernama Mohini, para dewa berhasil merebut tirta tersebut dan mendapatkan keabadian. Dalam kitab Markandeyapurana disebutkan bahwa setiap manwantara (satuan waktu) akan dipimpin oleh seorang Indra. Jadi jabatan Indra berganti seiring bergantinya manwantara. Manwantara sekarang adalah manwantara ketujuh, yang terdiri dari 71 mahayuga. Indra yang menjabat sekarang disebut Purandara, dan pada manwantara berikutnya akan digantikan oleh Bali alias Mahabali. Dalam kitab Brahmawaiwartapurana, setelah mengalahkan Wretra, Indra menjadi angkuh dan meminta Wiswakarma, arsitek para dewa untuk membangun suatu kediaman megah untuknya. Indra kurang puas dengan pekerjaan Wiswakarma sehingga Indra tidak mengizinkannya pergi sebelum ia mampu menyelesaikan pekerjaannya. Wiswakarma memohon bantuan Dewa Brahma agar ia terbebas dari jerat Indra. Brahma kemudian memerintahkan Wisnu untuk membebaskannya, sehingga Wisnu menemui Indra dalam wujud seorang brahmana kecil. Indra menyambutnya tanpa mengetahui bahwa brahmana itu adalah penjelmaan Wisnu. Wisnu memuji kemegahan istana Indra yang dibangun oleh Wiswakarma, dan berkata bahwa Indra sebelumnya tidak memiliki kediaman semegah itu. Karena tidak memahami maksudnya, Indra pun bertanya tentang Indra sebelumnya. Wisnu menjelaskan bahwa dalam setiap alam semesta, ada satu Indra yang berkuasa dengan umur 70 yuga sehingga jumlah Indra tak terhitung, bagai partikel dalam debu. Kemudian tampak serombongan semut lewat dan Wisnu berkata bahwa mereka adalah reinkarnasi Indra pada masa lampau. Indra yang sekarang pun sadar bahwa kemewahan yang dimilikinya tidak berarti sehingga ia membiarkan Wiswakarma pergi. 14 IndraMenurut agama Hindu, terdapat suatu kurun zaman yang disebut manwantara. Manwantara terdiri dari 71 mahayuga, dan setiap mahayuga berlangsung selama 4.320.000 tahun.[1] Dalam setiap kalpa terdapat 14 manwantara sehingga terdapat 14 Indra. Indra yang menjabat sekarang adalah Indra yang ketujuh. Berikut ini adalah daftar Indra dari Wisnupurana:
Di luar agama HinduDalam sastra Buddhisme dan Jainisme, Indra biasanya disebut Śakra, pemimpin surga Trāyastriṃśa. Dalam Jainisme, Indra juga dikenal sebagai "Saudharmendra", dan senantiasa melayani Tirthankar. Indra biasanya sering muncul dalam cerita yang berhubungan dengan Mahavira, di mana Indra sendiri memuliakan lima peristiwa penting dalam kehidupan Tirthankar, seperti Chavan kalyanak, Janma kalyanak, Diskha kalyanak, Kevalgyan kalyanak, dan Nirvan kalyanak. Di Tiongkok, Korea, dan Jepang, namanya ditulis 帝釈天, (bahasa Jepang: "Tai-shaku-ten"). Di Jepang, Indra selalu tampak berhadapan dengan Brahma (梵天, bahasa Jepang: "Bonten") dalam kesenian Buddha. Mereka dihormati sebagai para pelindung Buddha (釈迦, bahasa Jepang: "Shaka"). Meskipun Indra sering ditampilkan seperti seorang bodhisattva di wilayah Asia Timur, khususnya dalam kostum dinasti Tang, penggambarannya juga memasukkan aspek keperkasaan, seperti misalnya memegang petir di atas gajah tunggangannya. Lihat pulaCatatan kaki
Pranala luar
|