Dalam mitologi Hindu, Mucukunda (Dewanagari: मुचुकुण्ड; ,IAST: Mucukuṇḍa,मुचुकुण्ड) adalah seorang raja dari kalangan dinasti Surya, putra Mandata, dan disebut "Raja Para Manusia".[1] Ia merupakan leluhur Hariscandra, Dilipa, Raghu, dan Rama, yang disebutkan dalam wiracaritaRamayana. Berkat jasa-jasanya dalam membantu para dewa, Dewa Indra memberinya anugerah berupa tidur lelap dalam jangka waktu sangat panjang, dan siapa pun yang mengusik tidurnya akan segera terbakar sampai menjadi abu. Tokoh ini muncul dalam wiracarita Mahabharata bagian Santiparwa, serta dalam kitab Bhagawatapurana sebagai orang yang dimanfaatkan oleh Kresna dalam menghadapi raksasa Kalayawana yang sakti.
Konfrontasi dengan Waisrawana
Dalam Santiparwa (buku ke-12 dari 18 jilid Mahabharata), Bisma memberikan wejangan kepada Yudistira tentang kewajiban atau darma seorang raja. Wejangan tersebut disampaikan dalam bentuk cerita berbingkai dan penuh dengan alegori. Dalam satu wejangan tersebut, Bisma menjelaskan pentingnya kerjasama antara kaum brahmana dengan kesatria agar kejayaan kerajaannya dapat terjaga. Bisma memakai kisah Raja Mucukunda sebagai percontohan.
Dikisahkan bahwa Mucukunda menginvasi kediaman Waisrawana. Waisrawana merespons serangan tersebut dengan mengerahkan laskar raksasa. Laskar tersebut membantai pasukan Mucukunda tanpa kesulitan. Menyaksikan pasukannya terbantai, Mucukunda memanggil pendeta agungnya, yaitu ResiWasista untuk membantunya di medan perang. Sang resi mengerahkan kesaktiannya sehingga laskar raksasa musnah.
Waisrawana pun menyerah lalu menghadap secara takzim ke hadapan Mucukunda. Ia menyatakan bahwa para raja sebelum Mucukunda belum pernah menyerangnya; sebaliknya mereka memuja Waisrawana yang juga dikenal sebagai bendahara para dewa. Waisrawana juga hendak menyerahkan wilayah kekuasaannya kepada Mucukunda tetapi sang raja menolaknya sebab ia ingin agar wilayah kekuasaan tersebut bukan diperoleh dengan cara serah terima, melainkan dengan kekuatan pasukannya sendiri. Mucukunda juga menjelaskan bahwa dengan menjaga hubungan yang harmonis antara kaum brahmana dengan kesatria, maka kekuasaannya di dunia dapat berjaya.[2]
Jenderal para dewa
Menurut mitologi Hindu yang tercatat dalam kitab-kitab Purana, pada suatu masa lampau, para dewa yang dipimpin Indra terlibat peperangan melawan para asura yang dipimpin Tarakasura. Dalam keadaan terdesak, mereka memohon bantuan kepada Mucukunda. Setelah Mucukunda setuju, ia berangkat ke dunia para dewa. Selama bertahun-tahun di sana, ia membantu para dewa memenangkan peperangan melawan Tarakasura. Pengabdiannya telah membuatnya jauh dari kenikmatan duniawi. Akhirnya masa pengabdian Mucukunda berakhir setelah Kartikeya, putra Siwa diangkat menjadi jenderal para dewa.
Mucukunda mohon pamit kepada Indra setelah masa pengabdiannya berakhir, sebelum kembali ke Bumi untuk melanjutkan pemerintahannya yang ia tinggalkan selama perang bertahun-tahun di alam para dewa. Indra menegaskan bahwa Mucukunda tidak akan berjumpa lagi dengan keluarganya dan tak dapat lagi melanjutkan pemerintahannya, sebab satu tahun di dunia para dewa setara dengan 3060 tahun di Bumi. Maka dari itu, ribuan tahun telah berlalu di dunia manusia meskipun Mucukunda hanya menghabiskan waktu beberapa tahun di alam para dewa.
Didasari rasa terima kasih atas bantuan Mucukunda selama bertahun-tahun, Indra memberi kesempatan kepadanya untuk meminta suatu anugrah, selain moksa (pembebasan dari samsara). Mucukunda berkata bahwa ia telah lelah dalam pertarungan yang panjang. Ia ingin beristirahat dalam jangka waktu panjang, sehingga ia meminta anugrah agar bisa tidur lelap dalam jangka waktu yang lama, dan siapa pun yang berusaha membangunkannya dengan paksa akan terbakar oleh api kemarahannya. Anugrah itu pun dikabulkan oleh Indra. Kemudian, Mucukunda kembali ke dunia manusia dan mencari sebuah gua sebagai tempat beristirahat. Setelah menemukan gua yang cocok, ia pun memulai istirahat panjangnya.
Kematian Kalayawana
Suatu bab dalam kitab Bhagawatapurana mengandung cerita tentang seorang manusia raksasa bernama Kalayawana, putra seorang resi bernama Gangga. Menurut cerita, ia adalah seorang kesatria kebal dan tak terkalahkan di medan pertempuran, berkat anugerah yang diterimanya. Ia tahu bahwa hanya kesatria Yadawa bernama Kresna saja yang dapat meladeninya di medan laga. Maka dari itu, ia menyerbu kediaman Kresna di Mathura. Dalam suatu pertempuran dengan kereta perang, Kresna memancing Kalayawana untuk mengikutinya menuju sebuah gua. Setibanya di mulut gua, Kresna turun dari kereta kudanya, lalu masuk ke dalam. Kalayawana, yang tidak mengetahui bahwa gua itu adalah tempat Mucukunda menjalani tidur panjang, terus mengejar Kresna.
Dalam pandangan yang remang-remang dalam gua, Kalayawana menendang tubuh Mucukunda. Sebenarnya ia bermaksud menantang Kresna yang bersembunyi dalam gua tersebut. Karena keadaan gua yang gelap, ia menyangka tubuh Mucukunda sebagai tubuh Kresna. Mucukunda yang merasa tidurnya terganggu, segera bangun dengan perasaan murka. Ia memandang Kalayawana dengan sorot mata penuh amarah, membuat Kalayawana terbakar hingga menjadi abu. Setelah membakar Kalayawana, Kresna menghampirinya. Sebagai penjelmaan Dewa Wisnu, Kresna sudah tahu perihal kesaktian Mucukunda, dan berterima kasih atas bantuannya. Kresna menyarankan bahwa untuk mencapai moksa, Mucukunda harus keluar dari gua peristirahatannya demi melakukan tapa brata. Atas saran Kresna, Mucukunda pergi ke gunung Gandhamadana untuk bertapa.[1]