Sagara
Dalam legenda dan mitologi agama Hindu, Sagara (Dewanagari: सगर; IAST: Sagara ) adalah nama seorang raja keturunan Dinasti Surya atau Suryawangsa dari India, pada zaman Satyayuga. Ia memerintah di Kerajaan Kosala dengan pusat pemerintahannya yang bernama Ayodhya.[1][2] Ia merupakan leluhur Sri Ramacandra putra Dasarata yang memerintah Ayodhya pada zaman Tretayuga. Raja Sagara memiliki dua permaisuri bernama Kesini dan Sumati, seorang putra bernama Asamajas, dan enam puluh ribu putra lainnya. Masa muda dan pendidikanSagara lahir sebagai putra dari pasangan Raja Bahu dan Yadawi. Ia dilahirkan di asrama Resi Urwa, setelah kematian ayahnya. Sang resi mengajarinya ilmu sastra dan militer. Sagara juga diajari ilmu menggunakan segala macam senjata. Dari segala senjata yang pernah dipelajarinya, ia menguasai sebuah senjata sakti yang disebut Agneyastra, atau "Panah api". Setelah Sagara menamatkan pendidikannya, ia melakukan peperangan untuk memrebut kembali kerajaannya. Masa peperangan dan kejayaanSebelum Sagara lahir, ayahnya memerintah di kerajaan Kosala. Karena ayahnya sibuk menikmati kesenangan duniawi dan tidak memperhatikan pertahanan negara, kerajaannya digempur oleh kerajaan Hehaya dan Talajangha. Mereka dibantu oleh bangsa Saka, Yawana, Parada, Kamboja dan Pahlawa. Setelah Sagara lahir, dan setelah ia menguasai segala macam senjata, ia merebut kerajaannya kembali dari kekuasaan Hehaya. Dengan senjata Agneyastra, ia menaklukkan bangsa Yawana, Saka, Parada, Kamboja dan Pahlawa. Atas nasihat dari Resi Wasista, Sagara tidak membunuh musuh-musuhnya, tetapi ia memberi hukuman pada mereka. Bangsa Saka digunduli setengah, rambut para Yawana dan Kamboja dicukur habis, sedangkan para Pahlawa diperintahkan untuk memelihara jenggot. Sebagai tambahan, suku-suku tersebut dilarang menganut agama yang terdapat dalam Weda. Saat masa kejayaannya, Sagara banyak menaklukkan kerajaan di Anakbenua India, seperti misalnya Kosaparna, Darwa, Mahishaka, Chola dan Kerala. Para istri dan putraSebelum memiliki putra, Raja Sagara dan kedua istrinya (Kesini dan Sumati) bertapa ke gunung Himalaya untuk mendapatkan keturunan. Bagawan Brigu kemudian mengatakan bahwa harapan mereka terkabul karena para dewa berkenan dengan tapa yang dilaksanakan oleh Sang Raja. Ia juga berkata bahwa salah satu di antara dua permaisuri Sang Raja akan melahirkan seorang putra, sedangkan permaisuri lainnya akan melahirkan enam puluh ribu putra. Kedua permaisuri Sang Raja kemudian menunduk di hadapan orang suci tersebut sambil mengutarakan keinginannya. Kesini menginginkan seorang putra saja, sedangkan Sumati memilih pilihan lainnya. Akhirnya Raja Sagara dan permaisurinya pulang ke Ayodhya dengan rasa puas. Setelah tiba waktunya, Kesini melahirkan seorang putra dan diberi nama Asamajas, sedangkan Sumati melahirkan enam puluh ribu putra. Setelah dewasa, enam puluh ribu putra Sumati menjadi pangeran yang gagah-gagah sedangkan Asamajas menjadi gila. Karena tidak layak lagi menjadi raja, Asamajas diusir oleh putranya sendiri yang bernama Ansuman. AswamedhaPada saat Raja Sagara hendak melangsungkan Aswamedha (upacara dengan kuda) untuk memperoleh keagungan, Ansuman bertugas menjaga kuda yang merupakan sarana penting bagi pelaksanaan upacara. Dewa Indra yang cemas memikirkan hasil pelaksanaan Aswameda kemudian mencuri kuda yang dijaga Ansuman. Setelah kuda tersebut dicuri, pelaksanaan Aswameda menjadi gagal. Untuk menemukan kuda tersebut, Sagara memerintahkan enam puluh ribu putranya untuk mengelilingi penjuru bumi demi menemukan kuda itu. Akhirnya, para putra Sagara menemukan kuda tersebut sedang makan rumput di dekat Resi Kapila yang sedang bermeditasi (beberapa versi mengatakan bahwa tempat tersebut berada di Patala atau "alam bawah tanah"). Sebenarnya, Dewa Indra yang cerdik meletakkan kuda itu di dekat Resi Kapila untuk memfitnah sang resi. Karena para putra Sagara merasa bahwa Resi Kapila adalah pencuri kuda tersebut, mereka segera mencemooh sang resi. sang resi yang marah karena merasa terganggu kemudian membuka matanya dan melihat bahwa enam puluh ribu pangeran sedang berdiri di hadapannya. Karena sorot mata sang resi memancarkan kemarahan, maka enam puluh ribu putra Sagara terbakar sampai menjadi abu.[3] Raja Sagara yang sedang cemas menunggu kedatangan putra-putranya kemudian memanggil Ansuman yaitu cucu Raja sagara, untuk menyelidiki kepergian enam puluh ribu putranya. Lalu Ansuman menelusuri jejak yang ditinggalkan oleh enam puluh ribu pamannya, hingga sampai di asrama Resi Kapila. Di sana ia senang karena melihat kuda yang diperlukan untuk upacara Aswameda sedang makan rumput dengan tenang, tetapi hatinya juga cemas karena melihat onggokan abu manusia yang sangat banyak. Kapila kemudian berkata kepada Ansuman bahwa arwah enam puluh ribu putra Sagara yang tewas terbakar harus disucikan dengan air Gangga dari surga. Setelah mendengar berita duka tersebut, Ansuman kembali ke hadapan Raja Sagara sambil membawa kuda yang diperlukan untuk upacara Aswamedha. Akhirnya, upacara Ashwamedha yang diselenggarakan Raja Sagara dapat berlangsung sempurna namun ia juga sangat sedih sebab enam puluh ribu putranya tewas mengenaskan. Karena bersedih hati setelah ditinggalkan putra-putranya, dan juga putus asa karena tidak bisa membawa sungai Gangga turun dari surga, Raja Sagara wafat dalam keadaan sakit hati. KeturunanSetelah wafatnya Raja Sagara, Ayodhya diperintah leh Ansuman. Ansuman digantikan oleh Dilipa, dan Dilipa digantikan oleh Bhagiratha. Pada masa pemerintahan Ansuman dan Dilipa, sungai Gangga belum diturunkan dari surga sehingga arwah enam puluh ribu putra Sagara gentayangan. Pada masa pemerintahan Bhagiratha, sungai Gangga berhasil diturunkan sehingga arwah para putra Sagara mencapai surga dan beristirahat dengan tenang. Lihat pulaReferensi
|