Qualcomm didirikan pada tahun 1985 oleh Irwin M. Jacobs dan enam orang lainnya. Riset awal Qualcomm mengenai teknologi ponsel nirkabel CDMA didanai dengan menjual sistem komunikasi satelit digital dua arah yang diberi nama Omnitracs. Setelah sejumlah debat panas di industri nirkabel, standar 2G akhirnya diadopsi dengan paten CDMA dari Qualcomm diikutsertakan.[5] Kemudian terjadi serangkaian perselisihan hukum mengenai harga dari lisensi paten yang dibutuhkan oleh standar tersebut.
Lambat laun, Qualcomm berekspansi menjual produk semikonduktor, terutama dengan model manufaktur nirfabrikasi. Perusahaan ini juga mengembangkan komponen semikonduktor atau perangkat lunak untuk kendaraan, jam tangan, laptop, Wi-Fi, ponsel cerdas, dan perangkat lainnya.
Sejarah
Awal mula
Qualcomm dibentuk pada bulan Juli 1985[5][6] oleh tujuh orang mantan pegawai Linkabit yang dipimpin oleh Irwin Jacobs.[7] Perusahaan ini diberi nama Qualcomm yang merupakan singkatan dari "QUALity COMMunications."[8] Perusahaan ini pun memulai sejarahnya sebagai sebuah pusat riset dan pengembangan berbasis kontrak,[9] terutama untuk proyek pemerintah dan pertahanan.[7][10]
Pada tahun 1988, Qualcomm bergabung dengan Omninet dan mendapat pendanaan sebesar $3,5 juta guna memproduksi sistem komunikasi satelit Omnitracs untuk operator truk.[7] Qualcomm pun tumbuh dari hanya mempekerjakan 8 orang pada tahun 1986 menjadi 620 orang pada tahun 1991, agar dapat memenuhi permintaan Omnitracs.[11] Pada tahun 1989, Qualcomm mencatatkan pendapatan sebesar $32 juta, yang mana 50% di antaranya berasal dari kontrak produksi Omnitracs untuk Schneider National.[7][12] Laba dari Omnitracs pun membantu pendanaan riset dan pengembangan Qualcomm pada teknologi code-division multiple access (CDMA) untuk jaringan ponsel.[9][13]
1990–2015
Pada dekade 1990-an, Qualcomm merugi karena investasinya untuk riset CDMA.[9][13] Untuk mendapat pendanaan, perusahaan ini pun melakukan penawaran umum perdana pada bulan September 1991,[14] dan berhasil mengumpulkan dana sebesar $68 juta.[7] Pada tahun 1995, perusahaan ini kembali mendapat dana sebesar $486 juta dengan menjual 11,5 juta lembar sahamnya. Dana tersebut pun digunakan untuk memproduksi ponsel, BTS, dan peralatan berbasis CDMA secara massal, setelah hampir semua operator seluler di Amerika Serikat mengumumkan bahwa mereka akan mengadopsi standar CDMA.[9] Perusahaan ini mencatatkan pendapatan sebesar $383 juta pada tahun 1995[15], dan meningkat menjadi $814 juta pada tahun 1996.[16]
Pada tahun 1998, Qualcomm direstrukturisasi dan memberhentikan 700 orang pegawainya. Bisnis produksi BTS dan ponsel juga dipisah, agar Qualcomm dapat fokus pada bisnis paten dan chipset.[7][9]:310-311 Sebelumnya, divisi produksi BTS merugi sebesar $400 juta per tahun, karena sejak didirikan hanya berhasil menjual 10 unit BTS. Setahun kemudian, laba Qualcomm meningkat drastis, dan saham perusahaan ini pun sempat menjadi saham yang paling cepat tumbuh di bursa saham, yakni tumbuh 2.621% dalam waktu satu tahun.[17][18][19] Pada tahun 2000, Qualcomm telah mempekerjakan 6.300 orang, dan mencatatkan pendapatan sebesar $3,2 milyar, serta mencetak laba sebesar $670 juta. Sebanyak 39% dari total pendapatan Qualcomm berasal dari teknologi CDMA, dan kemudian diikuti oleh lisensi (22%), nirkabel (22%), dan produk lainnya (17%).[9] Pada saat itu juga, Qualcomm membuka kantor di Eropa, Asia Pasifik, dan Amerika Latin.[9]:316 Pada tahun 2001, sebanyak 65% pendapatan Qualcomm berasal dari luar Amerika Serikat, yang mana 35% di antaranya berasal dari Korea Selatan.[9]:19
Pada tahun 2005, Paul E. Jacobs, anak pendiri Qualcomm, Irwin Jacobs, ditunjuk sebagai CEO baru Qualcomm.[20] Setelah Irwin Jacobs fokus pada paten CDMA, Paul Jacobs mencoba mengalihkan fokus riset dan pengembangan Qualcomm ke proyek yang terkait dengan internet of things.[20] Pada bulan Desember 2013, Qualcomm mengumumkan bahwa Steven Mollenkopf akan menggantikan Paul Jacobs sebagai CEO.[21][22] Mollenkopf mengatakan bahwa ia akan mengembangkan fokus Qualcomm ke teknologi nirkabel untuk mobil, perangkat wearable, dan bidang baru lainnya.[23][24]
2015-sekarang: NXP, Broadcom, dan NUVIA
Pada bulan Oktober 2016, Qualcomm mengumumkan rencananya untuk mengakuisisi NXP Semiconductors dengan harga $47 milyar.[25] Akuisisi tersebut pun disetujui oleh regulator antitrust Amerika Serikat pada bulan April 2017[26], asalkan sejumlah paten dijual.[27][28]
Saat proses akuisisi terhadap NXP masih berjalan, Broadcom mengajukan tawaran senilai $103 milyar untuk mengakuisisi Qualcomm,[29][30] dan Qualcomm pun menolak tawaran tersebut.[31] Broadcom kemudian mencoba melakukan pengambilalihan paksa,[32] dan menaikkan tawarannya ke $121 milyar.[33] Potensi akuisisi oleh Broadcom kemudian diinvestigasi oleh Committee on Foreign Investment[34] dan akhirnya dilarang dengan perintah eksekutif dari Presiden Donald Trump, karena alasan keamanan nasional.[35]
Akuisisi NXP oleh Qualcomm kemudian menjadi bagian dari perang dagang Amerika Serikat–Tiongkok.[36] Presiden Donald Trump melarang ZTE Corporation asal Tiongkok untuk membeli komponen yang diproduksi di Amerika Serikat, seperti dari Qualcomm.[36][37] Larangan tersebut kemudian dicabut setelah Tiongkok dan Amerika Serikat mencapai sebuah kesepakatan,[38] namun Trump lalu menaikkan tarif atas barang yang diimpor dari Tiongkok.[36] Sementara itu, Qualcomm juga masih menunggu persetujuan dari regulator antitrust Tiongkok, agar dapat mengakuisisi NXP.[39] Rencana akuisisi tersebut akhirnya dibatalkan pada bulan Juli 2018.[40][41]
Pada tanggal 6 Januari 2021, Qualcomm menunjuk presiden dan kepala divisi chip, Cristiano Amon, sebagai CEO barunya.[42] Pada tanggal 13 Januari 2021, Qualcomm mengumumkan kesepakatan untuk mengakuisisi NUVIA dengan harga sekitar $1,4 milyar.[43]