Kunut adalah doa yang diucapkan sambil berdiri tegak dalam ibadah Islam, salat yang hukumnya sunnah.
Menurut sunnah Nabi Islam, Muhammad, kunut dibacakan pada saat salat Witir dan salat lima waktu hanya dalam hal terjadi musibah yang menimpa umat Islam, seperti serangan musuh, bencana alam, dan lain-lain.
Kunut juga dapat berarti "berdiri lama", "diam", "taat", "tunduk", atau "khusyuk". Sedangkan secara istilah, kunut adalah doa yang dibaca seorang muslim dalam salat.
Hukum
Para ulama sepakat bahwa disunnahkan doa kunut sebelum rukuk, atau setelah iktidal. Dari Humaid: "Aku bertanya kepada Anas bin Malik: 'Apakah kunut itu sebelum atau sesudah rukuk?' Ia berkata: 'Kami boleh melakukannya sebelum maupun sesudahnya."[1]Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Muhammad bin Nasr. Dalam Fath al-Bari, Ibnu Hajar al-'Asqalani menetapkan sanad riwayat ini shahih.[butuh rujukan]
Kelompok Ibadi menolak penggunaan doa kunut.[2] Sementara itu, doa yang seperti itu dibaca pada setiap salat fardu penganut Syiah Dua Belas Imam.[3]
Dalam Sunni, doa kunut untuk Salat Subuh memiliki tiga perbedaan pendapat para ulama:
Pendapat pertama: Kunut subuh disunnahkan dibaca secara terus-menerus.[4] Ulama yang berpendapat demikian adalah Malik, Ibnu Abi Laila, Al-Hasan bin Shalih, dan Imam Syafi’i.
Pendapat kedua: Kunut subuh tidak disyariatkan karena sudah mansukh atau terhapus hukumnya.[5] Ulama yang berpendapat demikian adalah Abu Hanifah, Sufyan Ats-Tsauri, dan lain-lainnya dari ulamaKufah.
Pendapat ketiga: Membaca kunut pada salat subuh tidaklah disyariatkan kecuali membaca kunut nazilah maka boleh membaca kunut nazilah dalam salat subuh dan salat lainnya.[6] Ulama yang berpendapat demikian adalah Imam Ahmad, Al-Laits bin Sa’d, dan Yahya bin Yahya Al-Laitsy.
Teks
Kunut witir/subuh
اللهم اهدني فيمن هديت ، وعافني فيمن عافيت ، وتولني فيمن توليت ، وبارك لي فيما أعطيت ، وقني شر ما قضيت ، فإنك تقضي ولا يقضى عليك ، إنه لا يذل من واليت ، ولا يعز من عاديت ، تباركت ربنا وتعاليت
Allāhumma-hdinī fīman hadait, wa ʻāfinī fīman ʻāfait, wa tawallanī fīman tawallait, wa bārik-lī fīmā aʻṭait, wa qinī syarra mā qaḍait, fa innaka taqḍi wa-lā yuqḍá ʻalaika, innahu lā yażillu man wālait, wa-lā yaʻizzu man ʻādait, tabārakta Rabbanā wa taʻālait.
“Ya Allah! Berilah petunjuk kepadaku dengan orang yang telah Engkau berikan petunjuk, berilah keselamatan kepadaku dengan orang yang telah Engkau berikan keselamatan, berilah pertolongan kepadaku dengan orang yang telah Engkau berikan pertolongan, berilah berkah kepadaku dari hal yang telah Engkau tetapkan, lindungilah kami dari keburukan yang telah Engkau tetapkan, dan sesungguhnya Engkaulah yang Maha Menghukumi dan tidak diputuskan kepadaku, dan sungguh Engkau tidak bisa menghina orang yang Engkau jaga dan Engkau tolong, dan tidaklah mulia orang yang Engkau musuhi. Engkau Maha Suci, Maha Tinggi."[7]
Kunut nazilah
Kunut nazilah tidak memiliki teks yang bersifat khusus. Hal ini hanya dapat dilakukan pada salat lima waktu yang dilakukan dalam kondisi terjadi musibah yang menimpa umat Islam, seperti peperangan, bencana alam, dan lain-lain. Sebagai contoh, Nabi Muhammad menyebut nama penjahat perang yang pantas dilaknat.[5]
Kunut nazilah disyariatkan ketika terjadi musibah atau bencana. Mendoakan keselamatan orang-orang beriman dan memohon kehancuran atas orang-orang kafir ketika salat Subuh atau salat fardu lainnya. Seperti ini pula Umar bin Khattab melakukan kunut nazilah ketika memerangi orang-orang Nasrani yang dalam doanya itu ada kalimat, “Ya Allah, laknatlah keingkaran Ahli Kitab!”
^مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْغَدَاةِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا “Terus-menerus Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam qunut pada sholat Shubuh sampai beliau meninggalkan dunia”. Dikeluarkan oleh ‘Abdurrozzaq dalam Al Mushonnaf 3/110 no.4964, Ahmad 3/162, Ath-Thohawy dalam Syarah Ma’ani Al Atsar 1/244, Ibnu Syahin dalam Nasikhul Hadits Wamansukhih no.220, Al-Hakim dalam kitab Al-Arba’in sebagaimana dalam Nashbur Royah 2/132, Al-Baihaqy 2/201 dan dalam Ash-Shugro 1/273, Al-Baghawy dalam Syarhus Sunnah 3/123-124 no.639, Ad-Daruquthny dalam Sunannya 2/39, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtaroh 6/129-130 no.2127, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.689-690 dan dalam Al-‘Ilal Al-Mutanahiyah no.753 dan Al-Khatib Al-Baghdady dalam Mudhih Auwan Al Jama’ wat Tafriq 2/255 dan dalam kitab Al-Qunut sebagaimana dalam At-Tahqiq 1/463.
^ abMereka berdalilkan dengan hadits Abu Hurairah riwayat Bukhari-Muslim: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ حِيْنَ يَفْرَغُ مِنْ صَلاَةِ الفَجْرِ مِنَ الْقِرَاءَةِ وَيُكَبِّرُ وَيَرْفَعُ رَأْسَهُ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ يَقُوْلُ وَهُوَ قَائِمٌ اَللَّهُمَّ أَنْجِ اَلْوَلِيْدَ بْنَ الْوَلِيْدِ وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِيْ رَبِيْعَةَ وَالْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الْمُُؤْمِنِيْنَ اَللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ وَاجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ كَسِنِيْ يُوْسُفَ اَللَّهُمَّ الْعَنْ لِحْيَانَ وَرِعْلاً وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ عَصَتِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ ثُمَّ بَلَغَنَا أَنَهُ تَرَكَ ذَلِكَ لَمَّا أَنْزَلَ: (( لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوْبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُوْنَ )) “Adalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam ketika selesai membaca (surat dari rakaat kedua) di shalat Fajr dan kemudian bertakbir dan mengangkat kepalanya (I’tidal) berkata: “Sami’allahu liman hamidah rabbana walakal hamdu, lalu beliau berdoa dalaam keadaan berdiri. “Ya Allah selamatkanlah Al-Walid bin Al-Walid, Salamah bin Hisyam, ‘Ayyasy bin Abi Rabi’ah dan orang-orang yang lemah dari kaum mu`minin. Ya Allah keraskanlah pijakan-Mu (adzab-Mu) atas kabilah Mudhar dan jadianlah atas mereka tahun-tahun (kelaparan) seperti tahun-tahun (kelaparan yang pernah terjadi pada masa) NabiYusuf. Wahai Allah, laknatlah kabilah Lihyan, Ri’lu, Dzakwan dan ‘Ashiyah yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian sampai kepada kami bahwa beliau meninggalkannya tatkala telah turun ayat: “Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim”. (HSR.Bukhary-Muslim)
^Hadits Sa’ad bin Thoriq bin Asyam Al-Asyja’i قُلْتُ لأَبِيْ: “يَا أَبَتِ إِنَّكَ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وآله وسلم وَأَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيَ رَضِيَ الله عَنْهُمْ هَهُنَا وَبِالْكُوْفَةِ خَمْسَ سِنِيْنَ فَكَانُوْا بَقْنُتُوْنَ فيِ الفَجْرِ” فَقَالَ: “أَيْ بَنِيْ مُحْدَثٌ”. “Saya bertanya kepada ayahku: “Wahai ayahku, engkau sholat di belakang Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dan di belakang Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali radhiyallahu ‘anhum di sini dan di Kufah selama 5 tahun, apakah mereka melakukan qunut pada sholat subuh ?”. Maka dia menjawab: “Wahai anakku hal tersebut (qunut subuh) adalah perkara baru (bid’ah)”. Dikeluarkan oleh Tirmidzy no. 402, An-Nasa`i no.1080 dan dalam Al-Kubro no.667, Ibnu Majah no.1242, Ahmad 3/472 dan 6/394, Ath-Thoyalisy no.1328, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/101 no.6961, Ath-Thohawy 1/249, Ath-Thobarany 8/no.8177-8179, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihsan no.1989, Baihaqy 2/213, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah 8/97-98, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.677-678 dan Al-Mizzy dalam Tahdzibul Kamal dan dishohihkan oleh syeikh Al-Albany dalam Irwa`ul Gholil no.435 dan syeikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-Musnad mimma laisa fi Ash-Shohihain.