Abu Hurairah
Abdurrahman bin Shakhr Al-Azdi (bahasa Arab: عبدالرحمن بن صخر الأذدي) ca 603–679), yang lebih dikenal dengan panggilan Abu Hurairah (bahasa Arab: أبو هريرة), adalah seorang Sahabat Nabi yang terkenal dan merupakan periwayat hadits yang paling banyak disebutkan dalam isnad-nya oleh kaum Islam Sunni. Ibnu Hisyam berkata bahwa nama asli Abu Hurairah adalah Abdullah bin Amin dan ada pula yang mengatakan nama aslinya ialah Abdur Rahman bin Shakhr.[1] Masa mudaAbu Hurairah berasal dari kabilah Bani Daus dari Yaman. Ia diperkirakan lahir 21 tahun sebelum hijrah, dan sejak kecil sudah menjadi yatim. Ketika mudanya ia bekerja pada Basrah binti Ghazwan, yang kemudian setelah masuk Islam dinikahinya. Nama aslinya pada masa jahiliyah adalah Abdus-Syams (hamba matahari) dan ia dipanggil sebagai Abu Hurairah (ayah/pemilik kucing) karena suka merawat dan memelihara kucing. Diriwayatkan atsar oleh Imam At-Tirmidzi dengan sanad yang mauquf hingga Abu Hurairah. Abdullaah bin Raafi' berkata, "Aku bertanya kepada Abu Hurairah, "Mengapa engkau bernama kuniyah Abu Hurairah?" Ia menjawab, "Apakah yang kau khawatirkan dariku?" Aku berkata, "Benar, demi Allah, sungguh aku khawatir terhadapmu." Abu Hurairah berkata, "Aku dahulu bekerja menggembalakan kambing keluargaku dan di sisiku ada seekor kucing kecil (Hurairah). Lalu ketika malam tiba aku menaruhnya di sebatang pohon, jika hari telah siang aku pergi ke pohon itu dan aku bermain-main dengannya, maka aku diberi kuniyah Abu Hurairah (bapaknya si kucing kecil)." [2] Menjadi muslimThufail bin Amru ad-Dausi, seorang pemimpin Bani Daus, kembali ke kampungnya setelah bertemu dengan Nabi Muhammad dan menjadi muslim. Ia menyerukan untuk masuk Islam, dan Abu Hurairah segera menyatakan ketertarikannya meskipun sebagian besar kaumnya saat itu menolak. Ketika Abu Hurairah pergi bersama Thufail bin Amru ke Makkah, Nabi Muhammad mengubah nama Abu Hurairah menjadi Abdurrahman (hamba Maha Pengasih). Ia tinggal bersama kaumnya beberapa tahun setelah menjadi muslim, sebelum bergabung dengan kaum muhajirin di Madinah tahun 629. Abu Hurairah pernah meminta Nabi untuk mendoakan agar ibunya masuk Islam, yang akhirnya terjadi. Ia selalu menyertai Nabi Muhammad sampai dengan wafatnya Nabi tahun 632 di Madinah. Peran politikUmar bin Khattab pernah mengangkat Abu Hurairah menjadi gubernur wilayah Bahrain untuk masa tertentu. Saat Umar bermaksud mengangkatnya lagi untuk yang kedua kalinya, ia menolak. Ketika perselisihan terjadi antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan, ia tidak berpihak kepada salah satu di antara mereka. Periwayat dan Kesahihan haditsAbu Hurairah meriwayatkan lebih dari 5.000 hadits, meskipun diketahui dalam biografi sahih Al-Bukhari bahwa Abu Hurairah baru mengenal Nabi Muhammad 3 tahun sebelum Nabi Muhammad meninggal dunia.[3] Bahkan salah satu sahabat paling dekat Nabi Muhammad, Abu Bakar, hanya meriwayatkan 142 hadits. Salah satu kumpulan fatwa-fatwa Abu Hurairah pernah dihimpun oleh Syaikh As-Subki dengan judul Fatawa' Abi Hurairah. Namun begitu, ketidakseimbangan antar jumlah hadits dan waktunya yang terbatas bersama Nabi Muhammad membuat sejumlah penulis mempertanyakan keakuratan hadits dari Abu Huraihah. Abdullah Saeed memaparkan bahwa Khalifah Umar bin Khattab tercatat pernah beberapa kali mengancam Abu Hurairah dengan hukuman apabila ia ditemukan mengutip Nabi Muhammad dengan semena-mena.[4][5] Memungkinkan juga jumlah besar riwayat Abu Huraihah tidak disebabkan oleh Abu Hurairah sendiri, namun penulis-penulis lain yang setelah masa hidupnya mengatasnamakan Abu Hurairah untuk hadits-hadits tambahan yang kurang kukuh.[6] KeturunanAbu Hurairah termasuk salah satu di antara kaum fakir muhajirin yang tidak memiliki keluarga dan harta kekayaan, yang disebut Ahlush Shuffah, yaitu tempat tinggal mereka di depan Masjid Nabawi. Abu Hurairah mempunyai empat anak laki-laki yang bernama Al-Muharrir, Muharriz, Abdurrahman dan Bilal, serta seorang anak perempuan yang menikah dengan Said bin Musayyib,[7] yaitu salah seorang tokoh tabi'in terkemuka. KematianPada tahun 678 atau tahun 57 H, Abu Hurairah jatuh sakit, meninggal di Madinah, dan dimakamkan di Jannatul Baqi. Referensi
Bacaan lanjutan
Pranala luar
|