Azan merupakan panggilan pertama yang diperdengarkan secara keras dari masjid setiap salat lima waktu, dan dahulu dari menara masjid, sebelum diperkenalkannya pengeras suara. Panggilan kedua setelah azan dinamakan iqamah digunakan untuk memberitahu makmum bahwa ibadah salat akan segera dimulai. Hanya di Turki, ezan diperdengarkan dengan lima macam gaya berbeda pada tiap periode; saba, uşşak, hicaz, rast, segah.[4]
Etimologi
Kata azan sendiri berasal dari kata ażinaأَذَّنَ yang berarti "mendengar" atau "diberitahukan".[1][2]
Kata lainnya yang diturunkan dari ażina adalah użun (أُذُن), berarti "telinga".
Sejarah
Sunni
Sunni menyatakan bahwa azan tidak ditulis atau diucapkan oleh nabi Islam, Muhammad, tetapi oleh salah satu Sahabatnya (para sahabatnya). Abdullah ibn Zayd, seorang sahabi Muhammad, mendapat penglihatan dalam mimpinya, di mana azan diwahyukan kepadanya oleh Tuhan. Dia kemudian menceritakan hal ini kepada teman-temannya. Sementara itu, kabar ini sampai ke Muhammad, yang membenarkannya. Karena suaranya yang menakjubkan, Muhammad memilih seorang budak Habeshan yang telah dibebaskan bernama Bilal ibn Rabah al-Habashi untuk mengumandangkan azan. Muhammad lebih menyukai seruan itu daripada penggunaan lonceng (seperti yang digunakan oleh umat Kristen) dan terompet (seperti yang digunakan oleh umat Yahudi).[5][6][7]
Mulanya, pada suatu hari Nabi Muhammad mengumpulkan para sahabatnya untuk meminta pendapat mereka mengenai bagaimana metode terbaik untuk memberi tahu umat muslim tentang masuknya waktu salat. Beberapa dari mereka mengusulkan penggunaan trompet, tetapi Nabi tidak menyukainya karena itu menyerupai orang-orang Yahudi. Lalu ada yang mengajukan penggunaan lonceng, tetapi itu juga tidak disukai oleh Nabi karena menyerupai orang-orang Nasrani.[8] Apalagi dengan fakta bahwa Nabi Muhammad di lain kesempatan bersabda, "Lonceng (الجرس) adalah alat musik setan",[9] dan "Malaikat tidak menemani para pejalan yang ada lonceng dan anjing bersamanya."[10] Namun terdapat pula riwayat-riwayat sahih yang berisi bahwa ketika Nabi Muhammad ditanyakan bagaimana wahyu dari Allah turun kepada beliau, Sang Nabi menjawab, wahyu dari Allah "terkadang turun kepadaku seperti bunyi lonceng (الجرس )."[11][12][13][14]
Kemudian pada suatu malam, salah seorang sahabat Nabi dari kaum Ansar, yakni Abdullah bin Zaid, mendapatkan mimpi di mana ia bertemu dengan seorang pria yang membawa lonceng yang memberitahunya mengenai lafal adzan. Tercatat salah satunya pada hadis berikut:
Diriwayatkan dari Abdullah bin Zaid bahwa sewaktu Rasulullah (ﷺ) memerintahkan agar dibuatkannya sebuah lonceng supaya nantinya dipukul untuk mengumpulkan orang-orang agar mengerjakan salat, seseorang yang membawa lonceng datang menghampiriku dalam tidurku, dan aku berkata: "Wahai hamba Allah, akankah kau menjual lonceng itu?", Pria itu menjawab: "Akan kau gunakan untuk apa?", Aku menjawab, "Kami akan menggunakannya untuk memanggil orang-orang untuk salat." Ia berkata: "Maukah bila kuusulkan hal yang lebih baik dari itu." Aku menjawab, "Tentu", Lalu dia memberitahuku untuk mengucapkan
Allāhu akbar, Allāhu akbar (2 kali)
Asyhadu an lā ilāha illāllāh (2 kali)
Asyhadu anna Muḥammadar rasūlullāh (2 kali)
Ḥayya ʿalaṣ-ṣalāh (2 kali)
Ḥayya ʿalal-falaḥ (2 kali)
Allāhu akbar, Allāhu akbar
Lā ilāha illāllāh
Ia lalu mundur beberapa langkah, dan berkata: "Untuk ikamah, ucapkanlah:
Allāhu akbar, Allāhu akbar
Asyhadu an lā ilāha illāllāh
Asyhadu anna Muḥammadan rasūlullāh
Ḥayya ʿalaṣ-ṣalāh
Ḥayya ʿalal-falaḥ
Qad qāmatiṣ-ṣalāh (2 kali)
Allāhu akbar, Allāhu akbar
Lā ilāha illāllāh
Ketika subuh tiba, aku datang mengunjungi Rasulullah (ﷺ) dan memberitahukan beliau akan apa yang aku lihat dalam mimpiku. Beliau berkata: "itu adalah penglihatan yang nyata, dan dia (Bilal) mesti menggunakan itu untuk memanggil orang untuk salat, karena dia lebih keras suaranya daripada kalian." Lalu aku berdiri bersama Bilal dan mulai mengajarkan kata-kata tersebut dan ia menggunakannya dalam memanggil orang-orang untuk sholat. Umar bin Khattab (radiyallahu 'anhu) mendengarnya ketika berada di rumahnya dan datang dengan jubahnya terseret-tereseret dan berkata: "Rasulullah. Demi Zat yang telah mengirimkanmu kebenaran, aku juga melihat hal yang sama dengan apa yang dipertunjukkan kepadanya." Rasulullah pun berkata: "Maka segala puji hanya bagi Allah."[15][16]
Kejadian dalam hadis tersebut terjadi di Madinah pada tahun pertama Hijriah atau 622 M.[17]
Pada saat salat Jumat (Salat al-Jumu'ah), ada satu azan tetapi sebagian Muslim Sunni menambahnya menjadi dua azan; yang pertama adalah mengajak masyarakat ke masjid, yang kedua diucapkan sebelum Imam memulai khutbah (khutbah). Tepat sebelum salat dimulai, seseorang di antara jamaah membacakan iqama seperti dalam semua salat. Dasarnya adalah pada masa Khalifah Utsman beliau memerintahkan untuk mengumandangkan dua kali azan, azan pertama dikumandangkan di pasar untuk memberitahukan kepada masyarakat bahwa salat Jumat akan segera dimulai, dan azan kedua akan segera dimulai. menjadi acara rutin yang diadakan di masjid. Tidak semua kaum Sunni lebih menyukai dua kali azan karena kebutuhan untuk memperingatkan masyarakat akan waktu salat yang akan datang sudah tidak penting lagi karena sekarang waktu salat sudah diketahui.[butuh rujukan]
Syiah
Sumber-sumber Syiah menganggap bahwa azan diperintahkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad untuk mengajak umat muslim salat. Bagi mereka, tidak ada seorang pun yang berkontribusi dalam komposisi dan lafal azan. Sementara itu, Bilal bin Rabah kenyataannya merupakan orang pertama yang mengumandangkan azan secara keras di muka jamaah.[5][6][18]
Yang membedakan azan Sunni dan Syiah adalah keberadaan syahadat ketiga (syahadat imamah), serta ucapan ḥayya ʿalā khairil-ʿamali.[19]
Dalam kasus sangat jarang, muazin dapat mengucap Sallu fi buyutikum (Salatlah kalian di rumah) atau Sallu fi rihaalikum (Salatlah di tempat kalian berada sekarang) jika terjadi hujan sangat deras, badai, atau cuaca dingin. Kasus lainnya juga dipakai saat pembatasan sosial akibat pandemi Covid-19. Pengucapan ini dapat digunakan di akhir azan atau dapat melewatkan ucapan Hayya ala salah dan Hayya alal falah; dan cara lain tersebut pernah diriwayatkan.
Berdiri menghadap kiblat di tempat yang tinggi atau menggunakan pengeras suara.[35]
Azan dikumandangkan jika sudah memasuki waktu salat. Muazin umumnya berdiri saat mengumandangkan azan,[36] serta meletakkan jari-jari di telinga ketika azan.[37] Setiap lafal azan dipisahkan dengan jeda panjang diulang berdasarkan ketentuan urutan lafal. Muazin umumnya menengok ke kanan dan ke kiri ketika mengucapkan ḥayya alaṣ-ṣalāhti dan ḥayya ʿalal-falāḥi.[38] Jika lafal diulang dua kali, lafal pertama dalam azan umumnya memiliki batas interval yang terbatas, kurang melismatik, dan lebih pendek. Lafal kedua umumnya lebih panjang, penuh dengan melisma, dan intervalnya dapat mencapai lebih dari satu oktaf. Bentuk azan dicirikan oleh nada-nada yang saling kontras serta berisi dua belas bagian melodi yang berpindah dari satu pusat nada ke pusat nada lain dalam satu maqamat, dengan interval perfect 4 atau perfect 5. Banyak geografi Timur Tengah memiliki ciri khas maqamat: Madinah, Arab Saudi menggunakan maqamat al-Bayati, sedangkan Makkah menggunakan maqamat Hijaz. Tempo azan biasanya lebih lambat; dan dapat dipercepat dengan sedikit melisma untuk Salat Magrib. Selama festival, azan dapat diperdengarkan secara antifon sebagai duet.[39]
Menjawab azan
Sunni
Apabila mendengar suara azan, jamaah akan menjawab azan tersebut dengan mengucapkan lafal yang sama dengan yang diucapkan oleh muazin, kecuali apabila muazin mengucapkan: ḥayya alaṣ-ṣalāhti, ḥayya ʿalal-falāḥi, dan aṣ-ṣalātu khairun minan-naumi[40]
Jawaban atas ḥayya alaṣ-ṣalāhti dan ḥayya ʿalal-falāḥi, adalah "لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِٱللَّٰهِ" (lā ḥaula wa lā quwwata ʾillā bi-llāhi "tidak ada daya dan upaya melainkan dengan Allah").[41] Sementara itu, jawaban atas aṣ-ṣalātu khairun minan-naumi adalah "صَدَقْتَ وَبَرَرْتَ" (ṣadaqta wa-bararta "Benar dan bagus ucapanmu").[42]
wa anā asyhadu ʾan lā ʾilāha ʾillāllāhu waḥdahu lā syarīka lahu wa anna muḥammadan ʿabduhu wa-rasūluhu, raḍītu bi-llāhi rabban wa-bi-muḥammadin rasūlan wa-bi-lʾislāmi dīnān
“Dan aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Aku rela Allah Tuhanku, Muhammad rasulku, dan Islam agamaku.”[43]
“Ya Allah, berilah selawat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana telah diselawatkan kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Sungguh, Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia di seluruh alam. Ya Allah, berkahilah Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana telah diberkahi Nabi Ibrahim dan keluarganya. Sungguh, Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia di seluruh alam.”[44]
“Ya Allah, Tuhan yang menguasai seruan yang sempurna ini dan salat yang didirikan ini, berilah Nabi Muhammad wasilah dan keutamaan, dan tempatkanlah ia ke tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan.”[43]
Berdasarkan riwayat Abu Daud, Muhammad bersabda: "Ucapkanlah sebagaimana disebutkan oleh muazin. Lalu jika azan selesai, berdoalah, maka akan dikabulkan".[45]
Syiah
Apabila mendengar suara azan, jamaah akan menjawab azan tersebut dengan mengucapkan lafal yang sama dengan yang diucapkan oleh muazin, kecuali apabila muazin mengucapkan: "أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ" dan "أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ ٱللَّٰهِ" (asyhadu an lā ilāha illā -llāhu dan asyhadu anna Muḥammadan rasūlullāhi) mereka menjawabnya dengan:
wa anā asyhadu an lā ilāha illallāhu wa asyhadu anna muḥammadan rasūlu -llāhi (ṣallā -llāhu ʿalayhi wa ālihi wa-sallama) aktafī bihā ʿamman abā wa-jaḥada wa uʿīnu bihā man aqarra wa-syahida
“Dan aku (juga) bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah, dan aku berlepas diri dari siapa pun yang menolak kesaksianku dan aku bersedia mendukung siapa saja yang turut bersaksi.”[46]
Ketika nama Muhammad disebut dalam azan, Syiah akan membaca selawat,[47] seperti ṣallāllāhu ʿalayhī wa ālihī wa-sallama (صَلَّى ٱللَّٰهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ), ṣallallāhu ʿalayhī wa ālihī (صَلَّى ٱللَّٰهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ), atau allāhumma ṣalli ʿalā muḥammadin wa āli muḥammadin (ٱللَّٰهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ).
“Ya Allah, luruskanlah hatiku, anugerahkanlah rezeki dari-Mu, dan tempatkanlah untukku di hadapan kubur nabi-Mu (semoga selawat dan salam tercurah padanya dan keluarganya) tempat tinggal dan peristirahatan yang damai.”[46]
Pada 2016, majelis kementerian Israel menyetujui RUU untuk membatasi volume pengeras suara luar azan, karena dianggap sebagai faktor penyumbang polusi suara.[49][50][51] RUU tersebut diajukan oleh anggota KnessetMotti Yogev dari partai Zionis sayap kanan-jauh Rumah Yahudi dan Robert Ilatov dari partai sayap kanan Yisrael Beiteinu.[50] Aturan ini menyebabkan tiga masjid di pedesaan Abu Dis, Yerusalem Timur, dilarang azan untuk Salat Subuh.[52] RUU itu didukung oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang mengatakan: "Aku tidak dapat menghitung berapa kali—mereka terlalu banyak—bahwa para warga telah berpaling kepadaku dari semua lapisan masyarakat Israel, dari semua agama, terkait keluhan atas kebisingan dan penderitaan yang ditimbulkan akibat kebisingan pengeras suara rumah ibadah."[51]Institut Demokrasi Israel, sebuah wadah pemikir non-partisan, prihatin RUU tersebut menghambat hak-hak umat Islam, dan membatasi kebebasan beragama mereka..[51][52]
Turki
Setelah gelombang reformasi yang berakhir dengan berdirinya Republik Turki pada 1923, pemerintahan Atatürk memperkenalkan sekularisme di Turki. Salah satu program kerjanya adalah mengubah kalimat azan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Turki.[53] Setelah debat berkepanjangan, per 1 Februari 1932, Azan dikumandangkan dengan bahasa Turki selama 18 tahun ke depan. Kejadian ini menyebabkan banyak protes mengenai azan bahasa Turki dan protes melonjak. Untuk meredam protes tersebut, pada tahun 1941 dikeluarkan undang-undang baru yang menyatakan bahwa setiap orang yang azan dengan bahasa Arab dipidana dengan pidana penjara 3 bulan dan/atau denda 300 lira.
Masjid Fittja di Botkyrka, selatan Stockholm, sejak 2013 adalah adalah masjid pertama yang diizinkan mengumandangkan azan untuk Salat Jumat, dengan syarat volume maksimal 60 dB.[55] Di Karlskrona (provinsi Blekinge, selatan Swedia) sejumlah komunitas Muslim mendirikan menara masjid pada 2017 dan menggelar azan mingguan sejak itu.[56][57] Masjid sementara di Växjö juga mengajukan proposal serupa pada Februari 2018,[58] yang menyebabkan debat berkepanjangan skala nasional.[59][60][61] Izin selama setahun akhirnya dikeluarkan oleh Kepolisian Swedia pada bulan Mei tahun yang sama.[62][63]
Kuwait dan UEA
Dengan mewabahnya penyakit koronavirus 2019, sejumlah kota di Kuwait mengubah teks azan dari ḥayya alaṣ-ṣalāhti, menjadi to as-salatu fi buyutikum "salatlah di rumah kalian" atau ala sallu fi rihalikum "salatlah di mana pun kamu berada".[64]
Negara Muslim lainnya (khususnya Arab Saudi, Malaysia, dan Indonesia) juga melakukan perubahan ini karena umat Islam dilarang salat di masjid selama pandemi sebagai langkah preventif untuk memutus mata rantai pandemi tersebut. Dasar kewenangan mengubah suatu frasa dalam azan dibenarkan dengan petunjuk Nabi Muhammad saat menyerukan azan pada kondisi yang tidak menguntungkan.[65]
Tajikistan
Penggunaan pengeras suara masjid untuk azan dilarang dengan berlakunya Undang-Undang No. 489 tanggal 26 Maret 2009 tentang Kebebasan Beragama.[66]
Uzbekistan
Pada 2005, mantan presiden Uzbek Islam Karimov melarang azan dikumandangkan di negara itu; larangan itu dicabut pada November 2017 oleh penggantinya, Shavkat Mirziyoyev.[67]
Di negara lain, tidak ada hukum tertulis yang melarang azan di masjid dan musala.[butuh rujukan]
Penggunaan di media
Televisi
Di negara mayoritas Muslim, setiap stasiun televisi dan radio menyiarkan azan pada jam-jam salat. Di Indonesia dan Malaysia, azan wajib disiarkan hanya pada salat Subuh dan Magrib, kecuali stasiun TV dan radio yang dikhususkan untuk pemirsa non-Islam. Untuk stasiun TV Islam, azan boleh diperdengarkan setiap salat 5 waktu. Azan umumnya disiarkan dengan tayangan sinematik yang menampilkan masjid, muazin, dan para jamaah yang akan salat di masjid. Bahkan beberapa stasiun TV menyertakan pendekatan artistik dan budaya yang melibatkan banyak aktor dan alur cerita religius.[68]
Bait kedelapan İstiklâl Marşı, lagu kebangsaan Turki, memuat kata "Azan":
Ruhumun senden İlahî, şudur ancak emeli: Değmesin mabedimin göğsüne namahrem eli. Bu ezanlar, ki şehadetleri dinin temeli, Ebedî, yurdumun üstünde benim inlemeli.
^ abDessing, Nathal M. (2001). Rituals of Birth, Circumcision, Marriage, and Death Among Muslims in the Netherlands. Peeters Publishers. hlm. 25. ISBN978-9-042-91059-1.
^Hadis riwayat Abu Dawud (499), at-Tirmidzi (189) secara ringkas tanpa cerita Abdullah bin Zaid tentang mimpinya, al-Bukhari dalam Khalq Af'al al-Ibad, ad-Darimi (1187), Ibnu Majah (706), Ibnu Jarud, ad-Daruquthni, al-Baihaqi, dan Ahmad (16043-redaksi di atas). At-Tirmidzi berkata: "Ini hadits hasan shahih". Juga dishahihkan oleh jamaah imam ahli hadits, seperti al-Bukhari, adz-Dzahabi, an-Nawawi, dan yang lainnya. Demikian diutarakan al-Albani dalam al-Irwa (246), Shahih Abu Dawud (512), dan Takhrij al-Misykah (I: 650).
^(Indonesia)Saiyid Sabiq. 1974Fikih Sunnah 1, Bandung: PT Alma'arif. h. 197.
^"...dan kalaulah mereka berbuat syirik niscaya gugurlah amalan mereka semuanya.” (Al An’am: 88)
^“Imam adalah penanggung jawab sedangkan muadzin adalah orang yang bisa dipercaya…” (HR. Ahmad (6872), dll dari Abu Hurairah)
^“Jadikan muadzin yang tidak mengambil upah dalam adzannya.” (HR. Abu Dawud (447) dari Utsman bin Abil Ash)
^Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Abdullah bin Zaid: “Lakukanlah bersama Bilal, ajarkan kepadanya apa yang kamu lihat dalam mimpimu, dan hendaklah dia beradzan karena dia lebih tinggi dan bagus suaranya dari kamu.” (HR. Tirmidzi (174) dan Ibnu Majah (698) dari Abdullah bin Zaid)
^“Jika kalian azan, angkatlah suara kalian karena tidaklah ada makhluk Allah yang mendengar azan kalian, baik jin, manusia, atau apa saja kecuali masing-masing mereka akan menjadi saksi pada hari kiamat.” (HR. Bukhari (574) dari Abu Said Al Khudri)
^“Sesungguhnya dia (Bilal) lebih lantang dan merdu suaranya dibandingkan engkau (Abdullah bin Zaid).” (HR. Tirmidzi dari Abdullah bin Zaid)
^“Suatu hari saya (bilal) berwudlu kemudian saya berdiri untuk melakukan azan salat.” (HR. Abu Dawud, hasan shahih)
^“Berdirilah wahai Bilal kemudian serukanlah azan untuk salat.” (HR. Tirmidzi (175) dari Abdullah bin Zaid)
^Mohammad Taqi al-Modarresi (26 March 2016). The Laws of Islam (PDF). Enlight Press. p. 470. ISBN 978-0994240989. Retrieved 8 August 2018.
^Dari Abu Juhaifah ia berkata, “Aku melihat Bilal azan dan aku ikuti bibirnya ke arah sini dan ke arah situ dan jari tangannya berada di dalam kedua lubang telinganya.” (HR. Bukhari (598), Muslim (777) dari Abu Juhaifah)
^Nabi ﷺ: “Saya berusaha mengikuti bibirnya, mengucapkan ke kanan dan kiri hayya ‘alash shalah – hayya ‘alal falaah.” (HR. Bukhari Muslim dari Abu Juhaifah)