Daging palsu adalah bahan makanan yang bentuk, tekstur, dan rasanya sangat mirip dengan daging, tetapi di dalamnya sama sekali tak terkandung produk hewan. Biasanya, daging palsu terbuat dari jamur, gluten, atau kedelai.
Daging palsu biasanya dicari oleh orang yang baru beralih menjadi vegetarian, untuk mengobati kerinduannya akan sajian daging.
Sejarah
Pengganti daging populer yaitu tahu ditemukan di Tiongkok pada masa Dinasti Han (206 SM–220 M). Gambar produksi tahu telah ditemukan di makam Dinasti Han.[1][2] Penggunaannya sebagai pengganti daging tercatat dalam dokumen yang ditulis oleh Tao Gu (Hanzi sederhana: 陶谷; Hanzi tradisional: 陶穀; pīnyīn: Táo Gǔ, 903–970). Tao menjelaskan bahwa tahu dikenal sebagai "daging kambing kecil" (Hanzi tradisional: 小宰羊; pīnyīn: xiǎo zǎiyáng), hal ini menunjukkan bahwa orang Tiongkok menghargai tahu sebagai daging imitasi. Tahu dikonsumsi secara luas selama Dinasti Tang (618–907), dan kemungkinan menyebar ke Jepang selama Dinasti Tang akhir atau awal Dinasti Song.[1]
Seitan atau gluten gandum adalah makanan kenyal terbuat dari gluten yang digunakan sebagai pengganti daging.[3] Makanan tersebut telah didokumentasikan di Tiongkok sejak abad ke-6.[4] Rujukan tertua untuk gluten gandum muncul di Qimin Yaoshu, sebuah ensiklopedia pertanian Tiongkok yang ditulis oleh Jia Sixie pada 535 M. Ensiklopedia tersebut menyebutkan mi yang dibuat dari gluten gandum yang disebut bo duo.[4]
Sebelum kedatangan agama Buddha, Tiongkok bagian utara didominasi oleh budaya konsumsi daging. Aturan diet vegetarian dari Buddhisme mengarah pada pengembangan pengganti daging sebagai pengganti hidangan berbahan dasar daging yang tidak dapat dikonsumsi lagi oleh penganut Buddha di sana. Pengganti daging seperti tahu dan seitan masih diasosiasikan sebagai hidangan Buddha di Tiongkok dan bagian lain di Asia Timur.[5] Makanan pengganti daging juga populer di Eropa pada Abad Pertengahan selama Prapaskah, yang melarang konsumsi hewan berdarah panas, telur, dan produk susu. Orang-orang kemudian mengonsumsi almon cincang dan buah anggur sebagai pengganti daging cincang. Roti potongan dadu dibuat menjadi kulit babi dan greave imitasi.[6]
Sekitar tahun 1877, John Harvey Kellogg mengembangkan berbagai pengganti daging dari kacang-kacangan, biji-bijian, dan kedelai.[7] Hal tersebut dilakukan untuk memberi makan pasien di sanitarium vegetarian miliknya, yaitu Sanitarium Battle Creek.[7] Perusahaan Kellogg bernama Sanitas Nut Food Company menjual pengganti daging bermerek Protose yang terbuat dari kacang dan gluten gandum. Ini menjadi produk Kellogg yang paling populer karena telah dikonsumsi sebanyak beberapa ribu ton pada 1930.[7]
Terdapat peningkatan minat pada pengganti daging selama akhir abad ke-19 dan paruh pertama abad ke-20.[8] Sebelum 1950, minat pada pengganti daging datang dari vegetarian yang mencari alternatif protein daging dengan alasan etis dan pemakan daging biasa yang mengalami kekurangan makanan selama Perang Dunia I dan Perang Dunia II.[8]
Ahli gizi Sarah Tyson Rorer menulis buku masak berjudul Mrs. Rorer's Vegetable Cookery and Meat Substitutes pada 1909.[9] Buku ini mencakup resep daging sapi panggang tiruan yang terbuat dari lentil, remah roti, dan kacang tanah.[9] Pada 1943, Kellogg membuat pengganti daging berbahan dasar kedelai pertamanya yang disebut Soy Protose yang mengandung kedelai sebanyak 32%.[7] Pada 1945, pionir pola makan sehat Mildred Lager berkomentar, "kedelai adalah pengganti daging terbaik dari kerajaan sayuran, ia akan selalu digunakan oleh sebagian besar vegetarian sebagai pengganti daging."[10]
Saat ini, produk pengganti daging dibuat dengan melalui dua proses dasar, yaitu ekstrusitermoplastik atau pemintalan serat. Ekstrusi termoplastik melibatkan adaptasi proses produksi yang lebih sering dikaitkan dengan pembuatan produk sereal siap saji. Metode tersebut dianggap sebagai metode hemat biaya untuk mengakomodasi produksi skala besar, dan untuk membentuk serat yang diinginkan.[11]