Daging semak adalah daging yang diperoleh dari hewan liar hasil buruan. Istilah ini digunakan di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Hewan yang dimaksud bervariasi, umumnya mamalia, termasuk primata. Istilah ini juga digunakan dalam menggambarkan perburuan hewan langka di benua Afrika.
Perburuan
Daging semak awalnya digunakan untuk menjelaskan daging dari hewan darat liar yang diburu masyarakat pribumi untuk bertahan hidup atau komersial di wilayah tropis basah. Perburuan untuk mendapatkan daging semak telah menjadi pembicaraan berbagai organisasi pelestari hewan liar seperti IUCN karena spesies yang diburu juga termasuk hewan yang terancam.[1]
Secara teknis daging semak adalah daging dari mamalia darat yang hidup dalam semak belukar, padang rumput, hutan, rawa, dan ekosistem lain di sekitarnya, sehingga hewan langka pun dapat menjadi target perburuan. Meski demikian, komoditas berupa primata besar pada perdagangan daging semak tidak sampai satu persen.[2]
Penyebaran penyakit
Berbagai hewan daging semak dapat menjadi inang dari berbagai jenis patogen, di antaranya virus Ebola, cacar, TBC, rubella, dan sebagainya. Patogen ini dapat berpindah ke manusia ketika dalam penanganan bangkai hingga dikonsumsi.[3] Kasus kematian pun ditemukan dari konsumsi daging semak.[4] Diperkirakan HIV lompat dari primata ke manusia melalui konsumsi daging semak[5] dan transfer virus antarspesies ini terjadi lebih dari sekali karena HIV yang menulari manusia memiliki beberapa strain.[6]
Efek terhadap populasi hewan langka
Berbagai aktivis memperkirakan bahwa peran negara barat seperti importasi, pemberian insentif, pemberitaan kuliner, dan sebagainya telah menyebabkan perburuan hewan langka untuk dijadikan daging semak meningkat. Berbagai kebudayaan di Afrika cenderung menghormati keberadaan primata besar, namun intervensi dari negara barat menyebabkan budaya tersebut semakin pudar.[1] Salah satu cara untuk menghindari menurunnya populasi hewan langka adalah dengan membudidayakannya dan melegalisasi perdagangan daging hewan yang dibudidayakan tersebut dengan diikuti larangan perdagangan hewan hasil buruan. Tujuan dari budi daya ini mirip dengan tujuan budi daya burung unta dan budi daya ikansalmon, yaitu memindahkan sumber dari alam ke peternakan.[7]
Peningkatan perburuan hewan langka untuk dijadikan daging semak secara tidak langsung juga disebabkan oleh menurunnya hasil tangkapan ikan di laut Afrika. Penurunan populasi terjadi karena terjadinya penangkapan ikan berlebih oleh kapal penangkap ikan asal Uni Eropa.[8]
Referensi
^ abJoseph Alcamo, Rashid Hassan, Robert Scholes, Neville Ash, Steve R. Carpenter, Prabhu L. Pingali, Elena M. Bennett, Monika B. Zurek, Kanchan Chopra, Rik Leemans, Pushpam Kumar, Henk Simons, Doris Capistrano, Cristián Samper K., Marcus J. LeeSummaryPreview this bookBy Joseph Alcamo, Rashid Hassan, Robert Scholes, Steve R. Carpenter, Prabhu L. Pingali, Elena M. Bennett, Monika B. Zurek, Kanchan Chopra, Rik Leemans, PushpamKumar, Henk Simons, Doris Capistrano, Cristián Samper K., Marcus J. Lee. Ecosystems and human well-being. Island Press. hlm. 407. ISBN1-55963-228-3.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Bowen-Jones, E., Pendry, S. (1999) The Threats to Primates and Other Mammals from the Bushmeat Trade in Africa and How This Could Be Diminished. Oryx, vol. 33, no. 3: 233-247.