Pesawat yang dipakai dalam penerbangan ini adalah Boeing 737-500 yang telah berusia 26 tahun dengan kode registrasi PK-CLC (MSN 27323).[3] Pesawat ini dibuat pada tahun 1994 dan mulai digunakan oleh Continental Airlines pada tahun yang sama. Pesawat ini kemudian digunakan oleh United Airlines mulai 1 Oktober 2010 dengan nomor registrasi N27610 sebelum akhirnya bergabung dengan armada Sriwijaya Air pada tahun 2012.[4][5] Sriwijaya Air menamai pesawat ini "Citra".[6]
Penumpang dan awak
Pesawat tercatat membawa 62 orang yang terdiri dari 50 orang penumpang (termasuk 7 anak-anak dan 3 bayi), 6 orang awak yang bertugas (termasuk 2 pilot dan kopilot dan 4 awak kabin), dan 6 orang awak yang sedang tidak bertugas.[7][8][9] Di antara penumpang tersebut adalah Mulyadi P. Tamsir, mantan Ketum PB HMI dan politikus Partai Hanura.[10] Pesawat dipiloti oleh Kapten Afwan, mantan penerbang di TNI Angkatan Udara.[11][12] Kopiliotnya adalah Diego Mamahit.[13]
Menurut AirNav Radarbox, pesawat mengalami penurunan ketinggian yang cepat selama fase pendakian dari 10.900 kaki menjadi 7.650 kaki pada pukul 14.40 WIB (07.40 UTC).[4]Flightradar24 melaporkan bahwa empat menit setelah lepas landas, pesawat turun 10 ribu kaki dalam satu menit.[16] Kontak terakhirnya dengan pemandu lalu lintas udara adalah pada pukul 14.40 WIB. Pesawat dilaporkan menukik ke Laut Jawa.[4]
Pencarian dan penyelamatan
Rekaman dari lokasi pencarian
Rekaman dari KOPASKA menunjukkan upaya pencarian sisa-sisa pesawat Sriwijaya Air Penerbangan 182.
Rekaman lain dari KOPASKA yang menunjukkan puing-puing pesawat di dasar laut.
Laporan pertama kecelakaan pesawat di Kepulauan Seribu dilaporkan pada pukul 14.30 WIB, ketika seorang nelayan melaporkan bahwa sebuah pesawat jatuh dan meledak di laut.[17] Bupati Kepulauan Seribu Junaedi menyebut pesawat jatuh di Pulau Laki.[18]Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan segera mengerahkan personel ke lokasi jatuhnya pesawat, sedangkan Polri mendirikan pusat krisis di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.[19][20]Kementerian Perhubungan membuka pusat krisis di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.[21]
9 Januari
Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan, Bagus Puruhito, melaporkan puing ditemukan 11 mil laut (20 km) dari Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta.[22] Personel dari kapal Kementerian Perhubungan melaporkan penemuan bagian tubuh, serpihan pakaian, barang elektronik, serta puing-puing di perairan Kepulauan Seribu. Bahan bakar pesawat juga dilaporkan di sekitar lokasi.[23] Perairan di dekat tempat kecelakaan diperkirakan memiliki kedalaman 15 hingga 16 meter.[24]
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) melaporkan bahwa mereka mengirimkan kapal MV Baruna Jaya untuk membantu operasi pencarian. Kapal tersebut sebelumnya pernah digunakan untuk beberapa operasi pencarian dan penyelamatan kecelakaan pesawat di Indonesia, termasuk kecelakaan Lion Air Penerbangan 610 dan Indonesia AirAsia Penerbangan 8501.[25] Sementara itu, TNI Angkatan Laut mengerahkan tujuh kapal, dua Sea Rider, dua kapal tunda, dan para penyelam dari Koarmada I dan Lantamal III menuju lokasi jatuhnya pesawat untuk membantu proses pencarian bangkai pesawat.[26]
BASARNAS belum menemukan sinyal dari pemancar Emergency Locator Transmitter pada pesawat yang jatuh.[27] Mereka tetap melanjutkan pencarian pada malam hari untuk menemukan lokasi pasti jatuhnya pesawat.[28] Setelah titik jatuh pesawat diketahui, KNKT kemudian melakukan pengamatan kondisi laut di lokasi tersebut untuk menentukan langkah selanjutnya.[29]
Palang Merah Indonesia menugaskan 50 relawan dan menyiapkan sekitar 100 kantong jenazah untuk korban kecelakaan.[30] Dilakukan pula pengambilan sampel DNA dan informasi ante mortem dari keluarga korban supaya nantinya dapat segera dianalisis oleh tim Disaster Victims Identification di Rumah Sakit Kramat Jati.[31] Biaya akomodasi untuk keluarga korban ditanggung oleh Sriwijaya Air.[32]
Pada sabtu malam, personel pencarian menemukan seluncur darurat pesawat di perairan dekat Pulau Lancang, Kepulauan Seribu.[33] Personel pencarian juga terus menemukan puing-puing kecil pesawat di sekitar titik jatuhnya pesawat. BASARNAS menyatakan bahwa kendala yang dialami oleh tim pencari adalah rendahnya visibilitas di lokasi pencarian.[34]
10 Januari
Pada 10 Januari 2021, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi bersama Panglima TNI Hadi Tjahtanto mengawasi jalannya pencarian dari atas KRI John Lie 358.[35] Pada hari itu, Hadi Tjahtanto mengumumkan bahwa TNI berhasil mendeteksi sinyal keberadaan pesawat.[36] TNI Angkatan Laut juga mengumumkan koordinat titik jatuhnya pesawat.[37]Komando Pasukan Katak (Kopaska) akan menerjunkan empat tim penyelam,[38] sementara TNI Angkatan Laut akan mengerahkan 150 personel dan helikopter menuju lokasi pencarian.[39] Pihak kepolisian turut membantu pencarian dengan mengirimkan 4 helikopter, 8 perahu, dan 50 penyelam menuju lokasi pencarian. Sebuah pesawat yang dilengkapi dengan perangkat Vinger Locater, pelacak kotak hitam pesawat, juga dikerahkan ke lokasi. Total terdapat 192 personel dari kepolisian yang membantu operasi pencarian.[40] Hingga 10 Januari, lebih dari sepuluh kapal telah ditugaskan untuk mencari pesawat yang jatuh.[41]
Pukul 03.00 WIB, tim penyelam dari Kopaska mulai menyelam di laut untuk mencari puing-puing pesawat.[42] Pukul 08:00 WIB, polisi mulai menerima kantong jenazah berisi bagian tubuh untuk dikirim menuju Rumah Sakit Kramat Jati. Selain bagian tubuh, tim pencarian juga menemukan jaket pelampung dari pesawat yang jatuh.[42] Pada siang harinya, kantong-kantong jenazah berisi bagian tubuh dan puing pesawat terus ditemukan dan dibawa dari lokasi pencarian.[43] Tim pencarian juga berhasil menemukan puing dari badan, velg roda, sistem hidraulik, nomor kursi, dan nomor registrasi pesawat Boeing 737 yang jatuh.[44] Sebagian besar puing ditemukan pada kedalaman 17-23 meter di bawah permukaan laut.[45]
TNI Angkatan Laut mengumumkan bahwa mereka menggunakan tiga metode yang berbeda dalam operasi pencarian ini.[46] Mereka kemudian melaporkan bahwa menurut pengamatan kontras air laut, beberapa puing terdeteksi berada dekat Pulau Laju Selatan. Kontras air laut juga menunjukkan bukti kuat tentang keberadaan bahan bakar pesawat di lokasi.[47] Fokus TNI saat ini adalah mencari badan utama pesawat.[48]
Hingga minggu malam, BASARNAS telah mengumpulkan setidaknya 16 puing besar pesawat, termasuk sebuah turbin mesin, dari lokasi pencarian. Setidaknya 10 bagian tubuh juga telah ditemukan. BASARNAS kemudian melaporkan bahwa KRI Rigel telah mendeteksi sinyal yang diduga berasal dari kotak hitam.[49] Dua sinyal "ping" yang terdeteksi berjarak 200 meter antara satu dengan yang lain.[50] Pada hari yang sama, KNKT mengonfirmasi bahwa beberapa puing telah teridentifikasi, termasuk puing dari pintu pesawat, GPWS, radio altimeter, dan bagian dari ekor pesawat.[51]
11 Januari
Pada tanggal 11 Januari, BASARNAS menyatakan bahwa fokus utama operasi pencarian dan penyelamatan telah bergeser untuk mengambil perekam penerbangan pesawat dari dasar laut.[52] Kedua perekam penerbangan tersebut diduga terkubur di bawah reruntuhan pesawat dan beberapa lumpur.[53]BMKG meramalkan bahwa cuaca di pagi hari akan cukup baik untuk pencarian dan operasi dilanjutkan, namun diperkirakan akan memburuk nanti pada sore dan malam hari, dengan kecepatan angin diperkirakan 8-15 knot ke barat daya.[54][55]
Pada 11 Januari, sekitar 2.600 personel terlibat dalam operasi pencarian, dengan lebih dari 50 kapal dan 13 pesawat sedang mencari reruntuhan.[56][57] Hujan badai yang deras menghambat pekerjaan penyelam.[58] Tim menggunakan "Metode Segitiga" (area pencarian dipersempit menjadi segitiga). Empat kapal kelas Garuda Jaya yang dilengkapi dengan alat khusus untuk memudahkan pencarian, rencananya akan digunakan keesokan harinya bila perlu.[59] Area pencarian juga diperlebar. Sementara itu, BASARNAS menemukan tambahan 27 jasad manusia, yang dipastikan berasal dari korban penerbangan.
Setidaknya 40 sampel DNA telah diambil oleh Unit Identifikasi Korban Bencana.[60]
Identifikasi pertama bagian tubuh dilakukan oleh polisi menggunakan Sistem Identifikasi Sidik Jari Otomatis Indonesia (INAFIS).[61] Pada penghujung hari, total 74 bagian tubuh telah ditemukan dari lokasi kecelakaan.[62] BASARNAS mengumumkan bahwa ROV akan dikerahkan ke lokasi kecelakaan untuk mencari perekam penerbangan Penerbangan 182.[63]
12 Januari
Pada 12 Januari, pemerintah Indonesia meminta bantuan dari Pemerintah Korea Selatan untuk operasi pencarian dan penyelamatan. Menanggapi hal tersebut, pemerintah Korea Selatan, melalui Pusat Penelitian Kerjasama Teknologi Kelautan Korea-Indonesia (MTCRC), mengumumkan akan mengerahkan kapal penelitian dan detektor bawah air, serta akan bergabung dalam upaya pencarian dan penyelamatan.[64]
Karena dikhawatirkan ada puing-puing yang terbawa arus laut, BASARNAS mengumumkan bahwa area pencarian akan diperluas menjadi 9 sektor.[65] pencari lokasi pinger yang disediakan oleh Pemerintah Singapura akan dibawa ke kapal pencari NTSC.[66]
Pukul 16.00 WIB, perekam data penerbangan diambil oleh KOPASKA dan tim Armada 1 (Armada 1) TNI AL. Ini akan dikirim ke JICT 2 di Tanjung Priok, di mana akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.[67][68] Sedangkan pada tanggal 10 Januari 2021 diumumkan bahwa posisi kedua penerbangan tersebut perekam telah ditemukan,[69] Panglima TNI mengatakan pada 12 Januari bahwa dua beacon pencari lokasi bawah air telah ditemukan tetapi perekam suara kokpit perlu ditemukan tanpa bantuan dari sinyal pemandu bawah air.[70] Beacon di kedua perekam penerbangan copot sebagai akibatnya.[71]
Hingga 12 Januari, total 58 sampel DNA telah dikumpulkan dari kerabat,[72] dan total 26 buah puing dari pesawat telah ditemukan; jenazah sedikitnya empat orang telah teridentifikasi, termasuk deadheading first officer.[73][74]
13 Januari
BASARNAS melanjutkan operasi pencarian dan penyelamatan.[75] Namun dihentikan karena cuaca buruk terlalu berbahaya bagi penyelam.[76][77] Penyelam hanya dapat menemukan dua puing.[78] BASARNAS menyatakan area pencarian akan diperluas lagi.[79] Sementara itu, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyatakan pencarian CVR akan dilakukan hingga 18 Januari.[80]
14 Januari
Pada 14 Januari, BASARNAS menyatakan bahwa lebih banyak sektor akan ditambahkan ke area pencarian. Area pencarian permukaan akan dibagi menjadi 6 sektor, sedangkan area pencarian bawah air akan dibagi menjadi 4 sektor utama.[81] BPPT mengumumkan bahwa 34 lokasi bangkai pesawat telah ditentukan dan pemeriksaan menyeluruh akan dilakukan.[82]
Sore harinya, BASARNAS melaporkan bahwa beberapa personel SAR telah dites "reaktif" COVID-19, meski tidak diberikan angka pastinya.[83]
Selama operasi pencarian dan penyelamatan, tiga nelayan dilaporkan jatuh ke laut karena diterjang ombak tinggi yang membuat perahu mereka terbalik. Sedikitnya satu orang tewas dan dua lainnya dievakuasi.[84]
15 Januari
BASARNAS menyatakan bahwa, mulai 15 Januari, operasi pencarian dan penyelamatan tambahan akan dilakukan di garis pantai. Ditambahkan, berdasarkan data cuaca yang didapat dari BMKG, puing-puing tersebut akan terbawa arus ke selatan, khususnya di dekat Tanjung Kait. Area pencarian akan terkonsentrasi di Pulau Untung Jawa, Pulau Rambut, dan Pulau Bokor.[85]
Sore harinya, personel Denjaka menemukan salah satu mesin pembangkit pesawat. Operasi pencarian dan penyelamatan terhambat oleh jarak pandang yang rendah di bawah air.[86] BASARNAS kemudian mengumumkan bahwa pencarian dan penyelamatan operasi akan diperpanjang selama tiga hari lagi.[87]
TCasing perekam suara kokpit ditemukan, tetapi modul memori di dalamnya hilang.[88] Dua komponen dari mesin pesawat ditemukan.[89]
16 Januari
Hingga 16 Januari, total 96 item puing dari pesawat telah ditemukan.[90] BPPT mengumumkan bahwa operasi pencarian dan penyelamatan terakhir dengan ROV akan dilakukan pada malam hari, ROV akan disebarkan ke area selatan dan barat lokasi di mana FDR ditemukan.[91]
17 Januari
Pada tanggal 17 Januari area pencarian bawah air akan dikurangi dari enam sektor menjadi empat sektor dan terkonsentrasi di dekat tempat ditemukannya FDR.[92] BPPT menyatakan bahwa modul memori CVR diperkirakan terkubur di bawah reruntuhan pesawat.[93] Di sore hari komponen CVR dan casingnya diserahkan ke KNKT untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.[94]
Personel dari KNKT, dibantu oleh BASARNAS, akan mulai mencari rekaman penerbangan pada 10 Januari 2021.[96]
Juru bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, melaporkan bahwa pesawat sempat mengalami sebuah kondisi tidak normal selama penerbangan. Pesawat tersebut meninggalkan Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta sesuai prosedur. Pesawat kemudian diizinkan untuk terbang pada ketinggian 29,000 ft. Selama fase pendakian, jalur Penerbangan 182 melenceng menuju arah barat laut. Pemandu lalu lintas udara kemudian menanyakan kondisi tersebut kepada para awak, tetapi pesawat tersebut hilang dari pantauan radar beberapa detik kemudian.[97][98]
Direktur utama Sriwijaya Air, Jefferson Irwin Jauwena, menyatakan bahwa pesawat yang terlibat berstatus laik terbang, meskipun usianya cukup tua.[99] Ia juga menyatakan bahwa penundaan selama 30 menit yang terjadi pada penerbangan tersebut disebabkan oleh cuaca buruk, khususnya hujan lebat, dan bukan kerusakan mekanis. Menanggapi hal tersebut, KNKT menyatakan akan berkoordinasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terkait cuaca di wilayah Jakarta.[100]
Pada 10 Februari 2021, preliminary report dirilis oleh KNKT. Dalam laporan tersebut, tenaga mesin throttle bagian kiri berkurang di saat pesawat di ketinggian 8150 kaki. sedangkan bagian kanan tetap.[101] Pada pukul 14:39:47, di ketinggian 10,600 kaki, pengatur tenaga mesin throttle bagian kiri kembali mundur, sedangkan yang kanan masih tetap. Pesawat kemudian mulai berbelok kiri. Pada pukul 14:40:05, di ketinggian 10,900 kaki, pesawat mulai turun, dan autopilot tidak aktif. Pesawat mulai pitch up dan miring ke kiri. Pengatur tenaga mesin bagian kiri kembali berkurang sedangkan yang kanan tetap. Lima detik kemudian, FDR mencatat autothrottle tidak berfungsi dan pesawat menunduk 10° derajat kebawah.[102] FDR berhenti merekam 20 detik kemudian.[101]
Pada 3 November 2022, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkapkan hasil investigasi kecelakaan pesawat Boeing 737-500 Sriwijaya Air SJ182 rute Jakarta - Pontianak. KNKT mengungkapkan terdapat enam penyebab dan Suara Kapten Sriwijaya Air SJ182 Tak Terekam CVR.[103][104]. Faktor teknis seperti thrust asymmetry (daya dorong yang berbeda antara mesin kanan dan kiri) dan faktor manusia seperti kepercayaan pada otomatisasi.[105]
Cuaca
Analisis yang dilakukan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menunjukkan bahwa tidak terjadi cuaca ekstrem di lokasi jatuhnya pesawat saat terjadinya kecelakaan. Citra satelit yang dirilis oleh LAPAN juga tidak menunjukkan adanya kondisi cuaca yang tidak normal. LAPAN menyatakan bahwa sebuah sistem skala meso telah terbentuk di Laut Jawa sejak pukul 11:00 WIB. Meskipun demikian, sistem tersebut telah pecah saat Penerbangan 182 tinggal landas.[106]
Sementara itu, data cuaca dari BMKG mengonfirmasi adanya presipitasi hujan sedang hingga lebat disertai petir (hujan petir). Data tersebut juga menunjukkan adanya awan kumulonimbus di ketinggian 15 km di sekitar Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. Visibilitas dilaporkan sejauh 2 km.[107]