Pada 1 November 2018, Flight Data Recorder (FDR) ditemukan olah Tim SAR, sedangkan Cockpit Voice Recorder (CVR) ditemukan pada tanggal 14 Januari 2019. Pada 25 Oktober 2019 atau 4 hari sebelum tepat setahun persis tragedi JT-610 tersebut, KNKT mengumumkan hasil penyebab kecelakaan tersebut adalah asumsi terkait reaksi pilot yang dibuat pada proses desain dan sertifikasi pesawat Boeing 737-8 (MAX), meskipun sesuai referensi yang ada ternyata tidak tepat. Selain itu, ada delapan faktor lainnya yang dinilai berkontribusi menyebabkan kecelakaan pesawat Lion Air PK-LQP. Salah satunya adalah tidak ada panduan pelatihan ataupun informasi mengenai MCAS di buku panduan pilot, sehingga pilot tidak mengetahui soal sistem baru tersebut.
Pesawat terbang
Tipe pesawat yang mengalami kecelakaan ini adalah Boeing 737 MAX 8 dengan nomor registrasi PK-LQP dan dua mesin CFM International LEAP. Lion Air menerima pesawat terbang ini dari Boeing pada tanggal 13 Agustus 2018, hanya selisih sekitar dua bulan sebelum kecelakaan terjadi.[4] Saat kecelakaan terjadi, pesawat terbang ini memiliki riwayat terbang 800 jam.[5] Peristiwa ini menjadi kecelakaan pertama yang dialami pesawat terbang tipe 737 MAX sejak pertama kali dirilis tahun 2017.[6]
Penerbangan
Pesawat lepas landas dari Jakarta pukul 06:20 WIB (23:20 UTC) dan dijadwalkan tiba di Bandar Udara Depati Amir di Pangkal Pinang pukul 07:20.[7] Pesawat terbang ke arah barat sebelum berbelok ke timur laut, lalu jatuh di lepas pantai sekitar pukul 06:33 di sebelah timur laut Jakarta di perairan berkedalaman 35 meter.[8] Pesawat mencapai ketinggian maksimum 5.000 kaki (1.500 m), kemudian naik turun beberapa kali. Data terakhir yang dipancarkan menunjukkan ketinggian 3,650 kaki (1,113 m) dengan kecepatan 345 knot (639 km/h).[9] Menurut tim SAR Pangkal Pinang, pilot sempat meminta izin untuk terbang kembali ke Jakarta,[10] tetapi tidak pernah tiba.[11] Pesawat jatuh 34 mil laut (63 km) di lepas pantai Kabupaten Karawang, Jawa Barat.[5][12]
Pesawat mengangkut 181 penumpang (178 dewasa, 1 anak-anak dan 2 bayi) serta 8 kru (2 pilot dan 6 awak kabin).[7] Menurut Lion Air, kapten penerbangan adalah warga negara India yang sudah bekerja di maskapai ini selama tujuh tahun dan memiliki pengalaman terbang 6.000 jam, sedangkan kopilotnya adalah warga negara Indonesia dengan pengalaman terbang 5.000 jam.[3] Di antara para 181 penumpang pesawat terdapat dua puluh pegawai Kementerian Keuangan,[9] tujuh anggota DPRD Bangka Belitung,[13] dan tiga hakim pengadilan tinggi dan pengadilan negeri.[14]
Jannatun Chintya Dewi, berhasil diidentifikasi pada 31 Oktober malam oleh DVI Polri. Dan 6 jenazah lainnya juga berhasil diidentifikasi beberapa saat kemudian. Hanya 125 jenazah dari 189 jenazah yang sudah diidentifikasi. Dan pencarian korban dihentikan dari tanggal 10 November 2018.
Tanggapan
Operasi pencarian dan penyelamatan dilakukan oleh Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) dibantu TNI-AU.[15] Basarnas mengerahkan sekitar 150 orang menggunakan kapal dan helikopter ke lokasi kejadian.[8] Kapal-kapal nelayan juga menanggapi laporan pesawat jatuh. Awak kapal tunda AS Jaya II melaporkan kepada petugas Pelabuhan Tanjung Priok bahwa mereka melihat kecelakaan pesawat pada pukul 06:45 dan menemukan serpihan di air pukul 07:15.[7][16] Serpihan yang diduga berasal dari pesawat ditemukan di dekat instalasi penyulingan lepas pantai yang tidak jauh dari lokasi kejadian.[17]
Juru bicara Basarnas membenarkan bahwa pesawat telah jatuh.[16] Muhammad Syaugi, kepala Basarnas, kemudian melaporkan bahwa ada korban jiwa, tetapi tidak menyebutkan jumlahnya.[8]
Korban
Sebanyak 181 penumpang dan 8 awak pesawat (Total 189) meninggal dunia. Tidak ada satu orang pun yang selamat dalam insiden ini. Beberapa korban tewas antara lain ASN dari Kementerian Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan. Pebalap sepeda asal Italia Andrea Manfredi juga menjadi korban. Tragedi JT-610 ini merupakan tragedi penerbangan terburuk kedua dalam sejarah Indonesia, setelah kecelakaan Garuda di Medan pada tahun 1997 yang menewaskan 234 orang.