Sejarah Uni EropaUni Eropa adalah suatu entitas geopolitik yang menutupi sebagian besar benua Eropa. Uni Eropa dilandaskan pada sejumlah perjanjian dan telah mengalami ekspansi dari awalnya beranggotakan 6 negara menjadi 28 negara dengan mayoritas negara-negara di Eropa. Terlepas dari ide-ide mengenai federasi, konfederasi, atau serikat pabean, pengembangan awal Uni Eropa didasarkan pada suatu pondasi supranasional yang akan "menjadikan perang sebagai hal tak terpikirkan dan mustahil secara materi"[1][2] dan memperkuat demokrasi di antara para anggotanya[3] seperti yang ditetapkan oleh Robert Schuman dan pemimpin-pemimpin lainnya dalam Deklarasi Schuman (1950) dan Deklarasi Eropa (1951). Prinsip ini ada dalam inti Masyarakat Batu Bara dan Baja Eropa (1951), Perjanjian Paris (1951), dan kemudian Perjanjian Roma (1958) yang mendirikan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) dan Masyarakat Energi Atom Eropa. Masyarakat Batu Bara dan Baja Eropa dan MEE kemudian dimasukkan ke dalam Uni Eropa, sementara Masyarakat Energi Atom Eropa masih berdiri sendiri. Perjanjian Maastricht (1992) mendirikan Uni Eropa dengan sistem pilar, termasuk urusan luar dan dalam negeri berdampingan dengan Masyarakat Eropa. Dan pada gilirannya membentuk mata uang tunggal Eropa, Euro yang diluncurkan tahun 1999. Perjanjian Maastricht telah diubah dengan perjanjian Amsterdam (1997), Nice (2001), dan Lisboa (2007). Ide-ide penyatuan Eropa sebelum tahun 1945Wilayah Eropa yang luas sebelumnya telah disatukan oleh beberapa kerajaan yang dibangun berdasarkan kekuatan, seperti Kekaisaran Romawi, Kekaisaran Bizantium, Kekaisaran Franka, Kekaisaran Pertama Prancis, dan Jerman Nazi. Perdamaian ditandai dengan beberapa konsolidasi wilayah Eropa oleh uni dinasti. Yang kurang umum adalah perserikatan tingkat negara, seperti Persemakmuran Polandia–Lituania dan Kekaisaran Austria-Hungaria.[4] Dalam Kongres Aix-la-Chapelle tahun 1818, Tsar Aleksandr, sebagai tokoh internasional paling maju saat itu, mengusulkan semacam uni Eropa permanen dan bahkan mengusulkan penyediaan pasukan militer internasional untuk mendukung negara-negara yang diakui menghadapi ancaman kekerasan.[5] Sebagian besar karena dampak perang yang menghancurkan dan pendudukan asing, beberapa tokoh, yang terkenal William Penn, Abbot Charles de Saint-Pierre, Victor Hugo, Giuseppe Mazzini, dan yang baru terungkap Theodore de Korwin Szymanowski dan Richard von Coudenhove-Kalergi, mulai beralih ke ide beberapa bentuk dari Eropa bersatu. Penerimaan ide-ide tersebut di seluruh Eropa meningkat secara dramatis setelah berakhirnya Perang Dunia I, tapi tidak ada langkah nyata sampai setelah Perang Dunia II. Sebuah contoh organisasi yang dibentuk untuk mempromosikan ide uni Eropa antara Perang Dunia I dan II adalah gerakan Paneropa. 1945-1957: Dari Masyarakat Batu Bara dan Baja Eropa hingga Perjanjian RomaPerang Dunia II tahun 1939 sampai 1945 memperlihatkan banyaknya korban jiwa dan malapetaka ekonomi yang paling parah melanda Eropa. Perang tersebut menunjukkan kengerian perang dan juga keekstreman, melalui Holokaus dan bom atom Hiroshima dan Nagasaki. Sekali lagi, muncul keinginan untuk memastikan hal itu tidak akan pernah terjadi lagi, khusunya perang dengan senjata nuklir. Sebagian besar negara-negara Eropa gagal mempertahankan status Kekuatan Besar, sehingga tersisa dua negara adidaya yang secara ideologi saling bertentangan.[6] Terkecuali Uni Soviet, yang menjadi negara adidaya setelah Perang Dunia II dan mempertahankan statusnya selama 45 tahun. Untuk memastikan Jerman tidak pernah bisa mengancam perdamaian lagi, industri beratnya sebagian dibongkar dan daerah-daerah penghasil batu bara utamanya dipisahkan (Saarland, Silesia) atau berada di bawah kendali internasional (daerah Ruhr).[7] Dengan pernyataan-pernyataan yang semakin kencang, seperti seruan Winston Churchill untuk membentuk "Eropa Serikat" tahun 1946, Dewan Eropa didirikan pada tahun 1949 sebagai organisasi pan-Eropa pertama. Pada tahun berikutnya, pada tanggal 9 Mei 1950, Menteri Luar Negeri Prancis Robert Schuman mengusulkan suatu komunitas untuk mengintegrasikan industri batu bara dan baja Eropa, kedua elemen itu diperlukan dalam pembuatan senjata perang. (Lihat: Deklarasi Schuman). Atas dasar itu, Prancis, Italia, negara-negara Benelux (Belgia, Belanda, dan Luksemburg) bersama-sama dengan Jerman Barat menandatangani Perjanjian Paris (1951) yang membentuk Masyarakat Batu Bara dan Baja Eropa tahun berikutnya yang mengambil alih peran dari Otoritas Internasional untuk Ruhr dan mencabut beberapa pembatasan pada produktivitas industri Jerman. Perjanjian itu melahirkan lembaga-lembaga, seperti Otoritas Tinggi (sekarang Komisi Eropa) dan Majelis Umum (sekarang Parlemen Eropa). Presiden pertama lembaga-lembaga tersebut masing-masing adalah Jean Monnet dan Paul-Henri Spaak. Dokumen WikiLeaks yang terungkap pada 8 Mei 2009[8] menunjukkan bahwa pada tahun 1955 Kelompok Bilderberg mendukung mata uang tunggal Eropa (sekarang euro) dan pasar bersama di Eropa dengan tarif bea masuk yang lebih rendah daripada di luar pasar, dan integrasi pan-Eropa yang lebih luas, dimulai dari Masyarakat Batu Bara dan Baja Eropa yang kemudian beranggotakan enam negara, "terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan energi atom untuk industri."[9] Upaya untuk mengubah protektorat Saar menjadi suatu "Eropa teritorial" ditolak oleh referendum tahun 1955. Protektorat Saar diatur oleh suatu undang-undang yang diawasi oleh Komisaris Eropa yang bertanggung jawab kepada Dewan Menteri Uni Eropa Barat. Setelah gagal usaha untuk menciptakan masyarakat pertahanan (Masyarakat Pertahanan Eropa) dan politik (Masyarakat Politik Eropa), para pemimpin bertemu dalam Konferensi Messina dan membentuk Komite Spaak yang menghasilkan Laporan Spaak. Laporan itu diterima di Konferensi Venesia (29 dan 30 Mei 1956) yang mengambil keputusan untuk mengorganisasi suatu Konferensi Antarpemerintah. Konferensi Antarpemerintah mengenai Pasar Umum dan Euratom berfokus pada kesatuan ekonomi yang mengarah pada Perjanjian Roma, ditandatangani pada tahun 1957, yang merupakan dasar pendirian Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) dan Masyarakat Energi Atom Eropa (Euratom).[10] 1958-1972: Tiga komunitasDua komunitas baru dibuat secara terpisah dari Masyarakat Batu Bara dan Baja Eropa, meskipun dengan dasar dan berada di bawah Majelis Umum yang sama. Para eksekutif dari komunitas baru disebut Komisi. MEE dipimpin oleh Walter Hallstein (Komisi Hallstein) dan Euratom dipimpin oleh Louis Armand (Komisi Armand) dan kemudian Etienne Hirsch. Euratom mengintegrasikan sektor-sektor dalam energi nuklir, sementara MEE akan mengembangkan serikat pabean.[10][11][12] Sepanjang tahun 1960-an, mulai muncul ketegangan karena Prancis berusaha untuk membatasi kekuasaan supranasional dan menolak keanggotaan Inggris Raya. tetapi, pada tahun 1965, sebuah kesepakatan dicapai untuk menggabungkan tiga komunitas di bawah satu institusi dan Perjanjian Penggabungan ditandatangani di Brussel dan mulai berlaku 1 Juli 1967 yang menciptakan Masyarakat Eropa.[13] Jean Rey memimpin komisi gabungan pertama (Komisi Rey). Saat perkembangan politik Masyarakat Eropa belum jelas selama periode tahun 1960-an, dalam periode ini integrasi legal Eropa malah produktif.[14] Banyak doktrin hukum fundamental dari Mahkamah Agung mulai ditetapkan menjadi keputusan-keputusan penting dalam kurun waktu 1960-an dan 1970-an. Yang paling penting adalah keputusan Van Gend en Loos tahun 1963 yang menyatakan "efek" langsung hukum Eropa, bahwa, hukum Eropa dapat diberlakukan dalam pengadilan-pengadilan nasional atas permohonan pihak swasta.[15] Keputusan penting lain dalam periode ini termasuk Costa versus ENEL, yang menetapkan supremasi hukum Eropa di atas hukum nasional[16] dan putusan "Produk Susu", yang menyatakan bahwa prinsip-prinsip timbal balik dan pembalasan dalam hukum internasional umum tidak berlaku dalam Masyarakat Eropa.[17] 1973–1993: Perluasan hingga DelorsSetelah banyak negosiasi dan adanya pergantian Presiden Prancis, Denmark, Irlandia, dan Inggris Raya (bersama Gibraltar) akhirnya bergabung dengan Masyarakat Eropa pada 1 Januari 1973. Ini adalah perluasan pertama Uni Eropa (lihat: Perluasan Uni Eropa).[18] Pada tahun 1979, Parlemen Eropa mengadakan pemilihan langsung pertamanya berdasarkan hak pilih universal. Dipilih 410 anggota, yang kemudian memilih Presiden Parlemen Eropa perempuan pertama, Simone Veil.[19] Perluasan selanjutnya terjadi pada tahun 1981 dengan bergabungnya Yunani pada 1 Januari, enam tahun setelah mendaftar. Tahun 1982, Greenland memilih untuk keluar dari Masyarakat Eropa setelah memperoleh pengakuan sebagai bagian dari negara Denmark. Pada 1 Januari 1986 Spanyol dan Portugal bergabung (setelah mendaftar tahun 1977) dalam perluasan ketiga.[20] Presiden Komisi yang baru ditunjuk Jacques Delors (Komisi Delors) memimpin pengadopsian bendera Eropa oleh Masyarakat Eropa pada tahun 1986. Dalam revisi besar pertama dari perjanjian-perjanjian Uni Eropa sejak Perjanjian Penggabungan, para pemimpin Eropa menandatangani Undang-Undang Tunggal Eropa pada Februari 1986. Undang-undang itu berhubungan dengan reformasi kelembagaan, termasuk perluasan kekuasaan Masyarakat Eropa, khususnya mengenai kebijakan luar negeri. Undang-undang itu adalah komponen utama dalam penyelesaian pasar tunggal dan mulai berlaku sejak 1 Juli 1987.[21] Pada tahun 1987 Turki secara resmi mendaftar untuk bergabung dengan Masyarakat Eropa dan menjadi proses pendaftaran terpanjang. Di Eropa Tengah, setelah serangan Polandia tahun 1988 dan Perjanjian Meja Bundar Polandia tahun 1989, Tembok Berlin jatuh, bersamaan dengan jatuhnya Tirai Besi. Jerman bersatu kembali dan pintu perluasan terbuka bagi negara-negara bekas Blok Timur (lihat pula: Kriteria Kopenhagen).[22] Di tengah gelombang perluasan baru, Perjanjian Maastricht ditandatangani pada tanggal 7 Februari 1992 yang menjadi dasar pendirian Uni Eropa ketika mulai berlaku pada tahun berikutnya. 1993-2004: PembentukanPada 1 Agustus 1993, di bawah Komisi Delors ketiga, Perjanjian Maastricht mulai berlaku, yang menciptakan Uni Eropa dengan sistem pilarnya, termasuk urusan luar dan dalam negeri bersama dengan Masyarakat Eropa.[23][24] Dalam pemilihan Eropa tahun 1994 kelompok Sosialis mempertahankan posisi mereka sebagai partai terbesar di Parlemen. Dewan mengusulkan Jacques Santer sebagai Presiden Komisi, tapi ia terlihat seperti calon pilihan kedua, yang melemahkan posisinya. Parlemen nyaris tidak menyetujui Santer, tapi komisinya memperoleh dukungan yang lebih besar, dengan 416 suara mendukung melawan 103 suara menolak. Santer harus menggunakan kekuatan barunya berdasarkan Perjanjian Maastricht untuk memperbesar kendali pilihannya terhadap Komisaris. Mereka mulai menjabat pada tanggal 23 Januari 1995.[25] Pada 30 Maret 1994, dilakukan negosiasi mengenai masuknya Austria, Swedia, dan Finlandia. Sementara itu, Norwegia, Islandia, dan Liechtenstein bergabung dengan Wilayah Ekonomi Eropa (yang mulai berlaku pada 1 Januari 1994), suatu organisasi yang mengizinkan negara-negara anggota Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa untuk memasuki Pasar Tunggal Eropa. Tahun berikutnya, Perjanjian Schengen mulai berlaku pada tujuh anggota, yang memperluas hingga mencakup hampir seluruhnya pada akhir tahun 1996. Tahun 1990-an juga terlihat perkembangan lebih lanjut dari euro. Pada 1 Januari 1994 tahap kedua Persatuan Ekonomi dan Moneter Uni Eropa dimulai dengan pendirian Institut Moneter Eropa dan pada awal tahun 1999 euro sebagai mata uang diluncurkan dan Bank Sentral Eropa didirikan. Pada tanggal 1 Januari 2002, uang kertas dan logam euro mulai beredar, menggantikan seluruh mata uang lama. Selama tahun 1990-an, konflik di Balkan memberikan dorongan untuk pengembangan Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan Bersama Uni Eropa. Uni eropa gagal bereaksi pada awal konflik dan pasukan pemelihara perdamaian PBB dari Belanda gagal mencegah pembantaian Srebrenica (Juli 1995) di Bosnia dan Herzegovina, pembunuhan massal terbesar di Eropa sejak perang dunia kedua. Pakta Pertahanan Atlantik Utara akhirnya harus campur tangan dalam perang untuk memaksa para pihak yang bertempur ke meja perundingan. Kebijakan luar negeri awal Uni Eropa mengarah pada kebijakan luar negeri yang ditekankan dalam Perjanjian Amsterdam (yang membentuk Perwakilan Tinggi).[26] Namun, semua keberhasilan itu dibayangi dengan krisis anggaran pada Maret 1999. Parlemen menolak untuk menyetujui anggaran masyarakat tahun 1996 yang diajukan oleh Komisi dengan alasan salah kelola keuangan, kecurangan, dan nepotisme. Saat Parlemen siap untuk mengeluarkan keputusannya, seluruh anggota Komisi Santer mengundurkan diri.[27][28] Rasa skeptis Eropa pasca-Delors mulai menguat. Pada tahun-tahun berikutnya Dewan dan Parlemen terus-menerus menantang posisi Komisi.[29] Dalam pemilihan-pemilihan berikutnya, Sosialis kehilangan mayoritas mereka setelah beberapa dekade dengan munculnya Partai Rakyat yang baru dan Komisi Prodi yang baru dengan cepat mendirikan unit baru Kantor Antikecurangan Eropa.[30] Di bawah kekuasaan baru Perjanjian Amsterdam, Prodi digambarkan oleh beberapa pihak sebagai 'Perdana Menteri Pertama Eropa'.[31] Pada tanggal 4 Juni, Javier Solana diangkat sebagai Sekretaris Jenderal Dewan dan memperkuat Perwakilan Tinggi untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan untuk melakukan intervensi resmi di Kosovo. Solana juga dianggap oleh beberapa pihak sebagai Menteri Luar Negeri Eropa yang pertama.[32] Perjanjian Nice ditandatangani pada 26 Februari 2001 dan mulai berlaku pada 1 Februari 2003 yang menyusun persiapan akhir sebelum perluasan tahun 2004 terhadap 10 anggota baru. 2004–sekarang: Krisis EropaPada 10-13 Juni 2004, 25 negara anggota berpartisipasi dalam pemilihan transnasional terbesar dalam sejarah (dan pemilihan demokratis terbesar kedua di dunia). Hasil pemilihan Parlemen keenam adalah kemenangan kedua bagi kelompok Partai Rakyat Eropa-Demokrat Eropa. Pemilihan ini juga adalah pemilihan dengan jumlah pemilih terendah dengan hanya 45,5%, yang merupakan kedua kalinya dengan jumlah pemilih di bawah 50%.[33] Pada tanggal 22 Juli 2004, Jose Manuel Barroso disetujui oleh Parlemen baru sebagai Presiden Komisi yang baru. Tetapi, tim barunya beranggotakan 25 Komisaris menghadapi jalan sulit. Parlemen mengajukan keberatan terhadap sejumlah calonnya. Ia terpaksa mengurangi pilihannya dan mencoba sekali lagi. Komisi Prodiksi terpaksa memperpanjang mandat mereka hingga 22 November setelah daftar komisaris baru akhirnya disetujui.[34] Usulan perjanjian konstitusial ditandatangani oleh wakil-wakil berkuasa dari negara-negara anggota UE pada tanggal 28 Oktober 2004. Dokumen ini diratifikasi di sebagian besar negara-negara anggota, termasuk dua referendum positif. Meskipun demikian, referendum yang diadakan di Prancis dan Belanda gagal dan membatalkan perjanjian. Dewan Eropa setuju bahwa proposal konstitusional akan diabaikan, tapi sebagian besar perubahannya akan disimpan dalam perjanjian amendemen. Pada 13 Desember 2007 perjanjian itu ditandatangani yang berisi tidak ada pilihan bagi anggota-anggota yang lebih skeptis dan tidak ada unsur-unsur seperti negara. Perjanjian Lisbon akhirnya mulai berlaku pada tanggal 1 Desember 2009 yang menciptakan jabatan Presiden Dewan Eropa dan secara signifikan memperluas jabatan Perwakilan Tinggi. Setelah banyak perdebatan mengenai orang yang tepat menjadi Presiden, Dewan Eropa sepakat memilih Herman Van Rompuy dan Catherine Ashton menjadi Perwakilan Tinggi. Pemilihan tahun 2009 kembali dimenangkan oleh Partai Rakyat Eropa, meskipun kehilangan Partai Konservatif Britania yang membentuk kelompok skeptiseropa yang lebih kecil bersama dengan partai-partai sayap kanan anti-federal lainnya. Presiden parlemen sekali lagi terbagi antara Partai Rakyat dan Sosialis dan akhirnya memilih Jerzy Buzek sebagai Presiden Parlemen Eropa pertama dari negara bekas komunis. Barroso dinominasikan oleh Dewan untuk periode kedua dan didukung oleh Partai Rakyat yang telah mendeklarasikannya sebagai kandidat mereka sebelum pemilihan. Parlemen akhirnya menyetujui Barroso, meskipun tertunda beberapa bulan dari jadwal. Pada tahun 2007, perluasan kelima selesai dengan masuknya Rumania dan Bulgaria pada 1 Januari 2007. Dalam tahun yang sama Slovenia mulai menggunakan euro.[35] Euro juga mulai digunakan Malta dan Siprus pada tahun 2008[36] dan Slowakia pada tahun 2009. Tetapi, pada tahun 2008 masalah berkembang dengan adanya anggota Zona Euro mulai mengalami resesi pada tahun 2008.[37] Anggota-anggota saling bekerjasama dan Bank Sentral Eropa turun tangan untuk membantu memulihkan pertumbuhan ekonomi dan euro dianggap aman, terutama oleh pihak luar seperti Islandia.[38][39][40] Namun, dengan risiko gagal membayar utang yang dialami oleh Yunani, Irlandia, Portugal, dan anggota lain pada akhir periode 2009-2010, para pemimpin Zona Euro setuju untuk memberikan pinjaman kepada negara-negara anggota yang tidak bisa mengumpulkan dana. Tuduhan bahwa hal itu bertentangan perjanjian UE, yang meniadakan jaminan dari suatu anggota Euro untuk mendorong pengelolaan keuangan yang lebih baik, dibantah dengan argumen bahwa itu adalah pinjaman, bukan dana hibah, dan baik UE maupun negara-negara anggota lainnya menganggap utang tersebut wajib dibayar oleh negara-negara yang dibantu. Saat Yunani berjuang untuk memulihkan keuangannya, negara-negara anggota lainnya juga berisiko dan berdampak pada ekonomi zona euro lainnya, suatu mekanisme pinjaman kemudian disepakati. Krisis itu juga mendorong konsensus untuk integrasi ekonomi lebih lanjut dan berbagai usulan seperti pembentukan Dana Moneter Eropa atau keuangan federal.[41][42][43] Uni Eropa menerima Hadiah Nobel Perdamaian 2012 karena "berkontribusi bagi kemajuan perdamaian dan rekonsiliasi, demokrasi, dan hak-hak asasi manusia di Eropa."[44][45] Komite Nobel menyatakan bahwa "penderitaan yang mengerikan dalam Perang Dunia II menunjukkan kebutuhan akan Eropa baru [...] sekarang perang antara Jerman dan Prancis adalah hal yang tak terpikirkan. Ini menunjukkan cara, melalui usaha yang baik dan dengan membangun kepercayaan satu sama lain, musuh historis dapat menjadi mitra dekat."[46] Keputusan Panitia Nobel tersebut menjadi sasaran kritik.[47] Pada 1 Juli 2013 Kroasia bergabung dengan UE dan pada 1 Januari 2014 kawasan teritorial Prancis di Samudera Hindia, Mayotte, ditambahkan sebagai wilayah luar.[48] Pada 23 Juni 2016, warga Inggris memilih untuk mundur dari UE melalui referendum. Suara yang mendukung meninggalkan UE 51,9% berbanding dengan yang menolak 48,1%.[49]
Lihat pula
Referensi
Bacaan lanjutan
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Sejarah Uni Eropa.
|