Pada tahun 1957, Traktat Roma ditandatangani. Traktat tersebut mendirikan Euratom dan Komunitas Ekonomi Eropa, yang juga menetapkan zona perdagangan bebas. Pada tahun 1962, dalam kasus Van Gend en Loos v Nederlandse Administratie der Belastingen, Mahkamah Eropa memastikan bahwa "Komunitas [Eropa] mendirikan tatanan hukum internasional yang baru dan untuk itu negara-negara (anggota) telah membatasi kedaulatannya, walaupun hanya dalam beberapa bidang dan subjek yang tidak hanya meliputi negara anggota tetapi juga warga negaranya."[2] Dalam kasus Costa v ENEL, diputuskan pula bila hukum nasional bertentangan dengan hukum Eropa, maka hukum Eropa lebih unggul. Akibatnya, hukum nasional yang tidak sesuai dengan hukum Eropa harus dicabut. Selain itu, Komunitas Ekonomi Eropa (dan kini Uni Eropa) dapat mengeluarkan regulasi dan direktif yang harus diikuti oleh negara anggota, sehingga mendorong proses integrasi dan harmonisasi.
Pendukung
Uni Eropa
Proses integrasi politik Uni Eropa mulai ditingkatkan setelah terjadinya Perang Dingin. Uni Eropa menetapkan dua kriteria yang masing-masing merupakan landasan kebijakan ekonomi dan kebijakan politik Uni Eropa. Kriteria ekonomi Uni Eropa ini dikenal dengan nama Kriteria Maastricht, sementara kriteria politik Uni Eropa dikenal dengan nama Kriteria Kopenhagen. Kriteria Maastricht ditetapkan pada tahun 1992, sementara Kriteria Kopenhagen ditetapkan pada tahun 1993. Tiap negara anggota Uni Eropa diwajibkan mematuhi melaksanakan dan memenuhi kedua kriteria tersebut. Penyusunan kedua kirteria ini meningkatkan permintaan negara-negara bekas Uni Soviet untuk bergabung ke dalam Uni Eropa. Penguatan integrasi politik Uni Eropa juga diikuti dengan penguatan ekonomi pasar. Negara-negara yang ingin bergabung dengan Uni Eropa kemudian mulai diseleksi secara ketat dengan dua kriteria Uni Eropa.[3]
Integrasi politik Uni Eropa juga dapat terbentuk sebagai akibat adanya kesamaan dalam sejarah, tradisi, budaya dan politik di negara-negara anggotanya. Politik Uni Eropa khususnya mampu mengalami integrasi akibat adanya hegemonikekristenan dan hegemoni gereja. Selain itu, integrasi ini juga terbentuk melalui pahak sekularisme dan sentimenkeagamaan.[4]
Dampak
Politik Uni Eropa
Politik Uni Eropa dibangun sebagai bentuk integrasi Eropa atas nilai-nilai demokrasi pada tiap negara anggota Uni Eropa. Rasa saling percaya menjadi prinsip utama yang disepakati bersama oleh anggota Uni Eropa dalam membangun dan memperkuat politiknya. Sejarah politik Uni Eropa dimulai sejak Uni Eropa didirikan. Politik Uni Eropa bertujuan untuk menciptakan keamanan bagi masyarakatEropa dengan cara mengatasi semua masalah geopolitik yang dialaminya. Perhatian utamanya meliputi diplomasi, hukum internasional, negosiasi, dan multilateralisme. Politik Uni Eropa terbentuk sebagai usaha untuk menghapuskan tradisiperang secara militer dalam penyelesaian masalah antarnegara di Eropa.[5]
Di sisi lain, opini publik dari masyarakat di negara-negara anggota Uni Eropa tidak memberikan pengaruh langsung terhadap perpolitikan Uni Eropa. Namun opini publik mempengaruhi keputusan politik di Komisi Eropa dan Parlemen Eropa. Opini publik membatasi kekuasaan Parlemen Eropa yang kemudian ditandai dengan pengunduran diri oleh beberapa anggotanya pada tahun 1999. Keberadaan opini publik ini membuat terhambatnya tujuan politik Uni Eropa untuk membentuk integrasi Eropa.[6]