Victor Hugo
Victor-Marie Hugo (26 Februari 1802 – 22 Mei 1885) adalah salah satu penulis aliran Romantisisme pada abad ke-19 dan sering dianggap sebagai salah satu sastrawan dan penyair terbesar Prancis. Karyanya meliputi puisi, novel, esai, drama, memoar, epigram, buku sejarah, catatan perjalanan, pidato politik, pidato pemakaman, dan gambar.[1] Karya novelnya yang paling terkenal adalah Les Misérables dan Notre-Dame de Paris. Karya puisinya yang dianggap menonjol di antaranya adalah Les Orientales (1829), Les Feuilles d’automne (1831), Les Chants du crépuscule (1835), Les Voix intérieures (1837), Les Rayons et les ombres (1840), Les Châtiments (1853), Les Contemplations (1856), dan La Légende des siècles (1859). Sementara naskah dramanya yang terkenal di antaranya Cromwell (1827), Hernani (1830), Marion Delorme (1831), Le Roi s’amuse (1832), Ruy Blas (1838), dan Les Burgraves (1843).[2] Karya-karyanya menggambarkan hampir semua isu sosial, politik, dan sejarah serta kecenderungan artistik pada zamannya. Banyak karyanya yang berlatar Revolusi Prancis dan periode setelahnya. Walaupun sangat konservatif pada masa mudanya, pada usia tua, ia berpindah ke aliran kiri. Ia menjadi pendukung republikanisme dan penyatuan Eropa, yang ia sebut sebagai Eropa Serikat (Prancis: États-Unis d'Europe). Ia juga vokal menyuarakan isu-isu hak asasi manusia dan penghapusan perbudakan. Ia mengkritik kebijakan Napoleon III hingga diasingkan pada 1851. Awalnya ia diasingkan oleh pemerintah Prancis dan mengungsi ke Brussels, Belgia. Namun, lambat laun ia memilih untuk mengasingkan diri secara sukarela dengan berpindah ke Jersey dan Guernsey di Britania Raya hingga 1870.[3] Saat kembali dari pengasingan, ia dielukan bak pahlawan nasional. Ia terpilih sebagai senator di Dewan Nasional untuk yang terakhir kalinya di Republik Prancis Ketiga.[4] Victor Hugo meninggal pada 22 Mei 1885 di Paris. Pemakamannya dihadiri lebih dari dua juta orang— lebih banyak dari penduduk Paris pada saat itu.[4] Kata kebajikan yang dikenang Victor Hugo:
Kehidupan awalLahir dengan nama Victor-Marie Hugo di Besançon, Prancis pada 26 Februari 1802, ia adalah anak ketiga pasangan Joseph Léopold Sigisbert Hugo, seorang tentara revolusi Napoleonik dan pendukung republik, dan Sophie Trébuchet, seorang anak saudagar Trans-Atlantik dan pendukung monarki Prancis.[3] Keluarga Hugo berpindah-pindah, mengikuti penempatan Mayor Leopold Hugo ke Italia, Elba, Korsika, dan Spanyol. Tak lama setelah kelahiran Victor, orang tuanya telah pisah rumah dan pada 1805 Sophie mengajukan gugatan cerai. Pada 1812, Victor dan saudara-saudaranya tinggal di Paris bersama ibunya. Praktis, Victor dan saudara-saudaranya terputus kontak dengan sang ayah selama kurang lebih 9 tahun, hingga kematian ibu mereka pada 1821.[4] Victor Hugo telah menunjukkan tanda-tanda sebagai sastrawan hebat sejak usia remaja. Di usia 15 tahun, ia menggubah puisi sepanjang 320 bait yang memenangkan lomba puisi nasional. Dua tahun kemudian ia memenangkan juara pertama lomba Jeux Floraux de Toulouse sekaligus mengalahkan kakaknya, Eugène. Ia juga mengisi buku catatannya dengan puisi-puisi tragedi, drama, dan elegi serta terjemahan puisi Virgil. Dengan dukungan ibunya, Victor dan keduanya kakaknya, Eugène dan Abel, menerbitkan sebuah jurnal sastra Conservateur Littéraire (1819–21). Victor bekerja sebagai editor jurnal; menerbitkan artikel tentang penyair Alphonse de Lamartine and André de Chénier dan mempublikasikan puisi-puisi ode dan novela pertamanya, Bug-Jargal.[5] Ia menerbitkan buku kumpulan puisi pertamanya, Odes et poésies diverses, pada 1822. Berkat sentimen pro-monarki dalam puisinya, ia mendapat sejumlah uang dari Louis XVIII dan menjadi terkenal di panggung nasional. Berkat uang tersebut, Hugo dapat dapat menikahi Adèle Foucher, anak perempuan pejabat kementerian perang sekaligus temannya sejak kecil.[3][6] KarierAwal karierVictor Hugo mulai dikenal namanya sebagai seorang penyair sejak memenangkan hadiah dari Louis XVIII. Pada usia 22 tahun, ia mendapat gelar Ksatria Legiun Kehormatan (Chevalier de la Légion d’Honneur) dari Charles X, adik Louis XVI dan raja terakhir Dinasti Bourbon. Sang raja juga mengundangnya untuk menghadiri penobatannya pada 1825 dan meminta Hugo menggubah puisi ode untuk merayakan peristiwa tersebut.[7] Setelah kesuksesannya menerbitkan ode, ia mulai menerbitkan novel pertamanya berjudul Han d’Islande. Hugo juga menulis naskah drama pertamanya, Cromwell, yang terlalu panjang untuk dimainkan. Ia kemudian menulis novel Le Dernier Jour d’un condamné (1829) and Claude Gueux (1834) yang menunjukkan pemikirannya yang menentang hukuman mati.[3][8][9] Salah satu novelnya yang paling terkenal, Notre-Dame de Paris, diterbitkan pada 1831 dan meraih kesuksesan luar biasa; tokoh-tokohnya Quasimodo dan Esmeralda dikenal publik seluruh dunia. Penerbitan novel ini juga mendorong restorasi Katedral Notre-Dame de Paris.[3][10] Setelah tiga kali gagal terpilih sebagai anggota Akademi Prancis (Prancis: Académie Française), Hugo akhirnya terpilih pada 1841. Ia juga menerbitkan sebuah catatan perjalanan dan esai politik Le Rhin setelah mengambil libur tahunan bersama gundiknya, Juliette Drouet. Setelahnya, kehidupan Hugo berubah karena kematian anak perempuan kesayangannya, Léopoldine, yang tenggelam bersama suaminya dalam insiden kecelakaan kapal pada 1843. Ia tidak menerbitkan karya apapun setelah kematian anaknya, meski ia masih tetap menulis. Gagasan untuk menulis cikal bakal novel Les Misérables muncul sejak 1845. Selama 1846-1847, ia bekerja untuk mengembangkan novel Les Misérables dan kumpulan puisi yang didedikasikan untuk putrinya (Les Contemplations).[10][11] Karier politikPada dekade 1840an, Victor Hugo semakin terlibat aktif dalam politik. Pada April 1845, Raja Louis-Philippe I menganugerahinya gelar bangsawan sehingga ia bisa masuk Dewan Bangsawan. Pada 19 Maret 1846, ia membuat pidato pertama di depan Dewan Bangsawan yang menyerukan dukungan kepada Polandia melawan Rusia.[11] Revolusi Prancis 1848 dan kudeta Louis-Napoleon Bonaparte menjadi permulaan transisi Hugo dari pendukung monarki menjadi pro-republik. Awalnya ia mendukung perwalian cucu Louis-Philippe I dan menolak tawaran sebagai Menteri Pendidikan. Namun, ia berbalik arah dan mendukung pencalonan Louis-Napoléon Bonaparte sebagai presiden. Ia memilih untuk mencalonkan diri dan terpilih sebagai anggota Dewan Nasional di Republik Prancis Kedua sebagai politisi kanan-tengah. Meski awalnya berhaluan kanan, Hugo mengajukan gagasan-gagasan progresif liberalisme, misalnya pendidikan gratis, reformasi hukum, dan kerja sama internasional. Ia juga percaya dengan nilai-nilai demokrasi dalam sebuah republik.[10][12] Selama 3 tahun sebagai anggota dewan, pemikirannya semakin berhaluan kiri yang didukung oleh kelompok minoritas radikal dan pendukung reformasi. Pada 17 Juni 1851 ia mengkritik keras Louis-Napoléon yang membubarkan parlemen dan menunjukkan tanda-tanda otoritarianisme. Hugo awalnya dicemooh oleh banyak orang, tetapi sekitar 4 bulan kemudian Louis-Napoléon benar-benar melaksanakan kudeta dan mengangkat dirinya sebagai kaisar baru bergelar Napoleon III. Hugo dan keluarganya memutuskan melarikan diri ke Brussels. Ia mengutuk kudeta dan berjanji tidak akan kembali ke Prancis selama masa pemerintahan Napoleon III.[13][11] Masa pengasingan (1851-1870)Masa pengasingan in adalah masa-masa sulit bagi Hugo dan keluarga, tetapi hal ini memberikan waktu baginya untuk menulis dan menggambar sekaligus perspektif baru. Mula-mula ia mengasingkan diri ke Brussels, Belgia, lalu ke Jersey, Kepulauan Channel pada 1853-1855. Pada 1855 Hugo sekeluarga menetap di Guernsey hingga 1870 di sebuah rumah yang dinamakan Hauteville House.[13][2] Selama mengasingkan diri di Brussels, Hugo menerbitkan pamflet anti-Napoleon pada 1852 berjudul Napoléon le petit dan memproduksi lebih dari 10.000 bait satir yang ditujukan untuk Napoleon III dan pendukungnya berjudul Châtiments. Kedua karya itu dilarang di Prancis hingga kejatuhan Napoleon III pada 1870.[14] Sebagian besar karya modern Hugo yang terkenal dihasilkan selama 19 tahun pengasingan.[13] Selama 1854-1855 ia mengembangkan dua koleksi puisi yang belum dipublikasikan, yakni puisi 1840-1843 sebelum Léopoldine meninggal dunia dan puisi 1846-1848 yang belum ia lanjutkan karena penghapusan monarki. Koleksi puisi ini kemudian diterbitkan dalam dua volume berjudul Les Contemplations pada 1856. Hugo kemudian menerbitkan koleksi epik pendek La Légende des siècles yang diterbitkan dalam tiga volume pada 1859, 1877, dan 1833. Hugo juga mencoba berkarya dengan puisi-puisi yang ringan dan ceria dalam kuatrain yang berima berjudul Les Chansons des rues et des bois pada 1865.[13][15] Les MisérablesSementara itu, Hugo kembali ke naskah novelnya yang ditulis pada 1845-1848. Novel ini awalnya berjudul Jean Tréjean, sesuai nama tokoh utamanya, tetapi diganti menjadi Les Miséres yang menceritakan seorang narapidana yang dipersekusi oleh sistem yang tidak adil. Hugo hampir menyelesaikan naskahnya pada 1848. Ketika ia memulai menulis kembali, ia merombak isi novelnya dan menambahkan bagian-bagian baru, termasuk cerita Pertempuran Waterloo. Hasil akhirnya berbeda jauh dari naskah awalnya, lebih luas ruang lingkupnya, lebih diskursif, dan lebih bervariasi dalam nada dan gaya bahasa. Novel ini akhirnya diterbitkan pada 1862 berjudul Les Misérables dengan tokoh utama Jean Valjean.[12][16] Promosi untuk Les Misérables bahkan sudah dilakukan sebelum novelnya terbit di kota-kota besar di Eropa, dengan diterbitkannya bagian pertama dari novel, Fantine, pada April 1862. Novel ini langsung meraih kesuksesan, meskipun mendapat reaksi beragam dari para kritikus dan publik. Novel ini juga semakin memperkuat reputasi Hugo sebagai pembela kaum miskin dan marjinal dan pengkritik tirani dan ketidakadilan. Kaum konservatif mengkritik novel ini karena mengangkat kriminal sebagai pahlawan. Paus Pius IX memasukkan buku ini ke dalam indeks buku terlarang dan salinannya dibakar di depan publik di Spanyol. Buku ini dibaca oleh siapa saja, mulai dari sastrawan seperti Tolstoy dan Dostoyevsky, para buruh pabrik, hingga tentara Perang Sipil Amerika.[17] Kembali dari pengasingan (1870-1878)Hugo sekeluarga kembali ke Paris, Prancis pada 5 September 1870 setelah berdirinya Republik Prancis Ketiga. Hugo kembali dengan status sebagai ikon nasional yang dielu-elukan, tetapi bulan-bulan selanjutnya penuh kesedihan. Tentara Prussia yang menangkap Napoleon III sampai di Paris pada 20 September dan mengepung kota itu selama empat bulan dan mengakibatkan kelaparan bagi banyak orang. Kondisi yang tak menentu menyebabkan terjadinya kerusuhan yang berujung pada pembentukan Komune Paris dan pecahnya perang sipil. Pada periode ini pula, anak Hugo, Charles meninggal dunia pada 13 Maret 1871. Setahun kemudian, anak perempuannya, Adèle, mengalami gangguan jiwa dan dirawat di rumah sakit jiwa. Tahun yang sulit ini didokumentasikan dalam karyanya, L’Année terrible (1872). Hugo memutuskan kembali ke Guernsey selama sekitar setahun dengan ditemani Juliette Drouet, para cucunya, dan beberapa temannya. Di sana ia menulis novel terakhirnya yang berlatar tahun 1793 dan berkaitan erat dengan Revolusi Prancis, Quatrevingt-treize (1874). Ia juga menulis kumpulan puisi yang menceritakan kehidupannya sebagai kakek dan cucu-cucunya L’Art d’être grand-père (1877). Hugo kemudian mengalihkan perhatiannya pada korupsi di tubuh Gereja Katolik, yang menurutnya telah bertentangan dengan prinsip-prinsip Kekristenan dengan menulis Le Pape (id:Sang Paus) (1878).[13] Akhir hayatPada 1876 Victor Hugo kembali terpilih sebagai senator. Ia mengadvokasi amnesti bagi kaum Communard selama pemberontakan 1871 dan akhirnya amnesti dikabulkan pada 1880 setelah percobaan yang ketiga. Pada 1882 ia terpilih sebagai senator untuk yang ketiga dan terakhir kalinya.[18] Hugo menderita strok ringan pada Juni 1878 sehingga nyaris tidak menulis apapun, tetapi ia telah memproduksi banyak naskah sehingga teman-temannya Paul Meurice dan Auguste Vacquerie membantu menerbitkan karyanya sesuai petunjuk Hugo. Ulang tahun Hugo yang ke-80 pada 1882 dirayakan besar-besaran selama seminggu penuh; puluhan ribu fansnya berparade di depan rumahnya sehingga pemerintah Prancis menamai ulang jalan depan rumahnya dari Avenue d’Eylau menjadi Avenue Victor Hugo.[19] Hugo meninggal dunia pada 22 Mei 1885 di Paris. Pemakamannya disaksikan oleh sekitar dua juta orang dan diberitakan di media massa selama dua minggu. Sesuai instruksi Hugo, jenazahnya dibawa dengan keranda orang miskin, diikuti sebelas kereta kuda yang dihias bunga-bunga. Hugo disemayamkan di bawah Arc de Triomphe selama 24 jam sebelum dimakamkan di Panthéon, yang baru disahkan parlemen sebagai mausoleum nasional yang sekuler.[17] Ketika Hugo meninggal dunia, sebagian karya-karya masih berupa manuskrip, sehingga orang lain (utamanya Paul Meurice) mempublikasikan sebagian besar manuskrip dalam kurun waktu setelah kematiannya hingga perayaan 100 tahun kelahirannya pada 1902. Kutipan-kutipan dari buku hariannya dipublikasikan dalam 2 seri (1887 dan 1900) berjudul Things Seen. Puisi epik Dieu (id:Tuhan) diterbitkan pada 1891. Begitu pula kumpulan puisi pendek dan catatan perjalanan. Hingga 1902 sebagian besar puisinya telah diterbitkan, tetapi banyak prosa non-fiksi yang belum diterbitkan hingga setelah 1950. Bahkan hingga saat ini, beberapa naskah, terutama dari buku harian dan buku catatan Hugo masih menunggu diterbitkan.[20] ReferensiCatatan kaki
Daftar pustaka
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Victor Hugo. Wikiquote memiliki koleksi kutipan yang berkaitan dengan: Victor Hugo.
|