Persatuan Ekonomi dan Moneter Uni Eropa
Persatuan Ekonomi dan Moneter (Economic and Monetary Union atau EMU)[1][2] adalah istilah payung untuk sekumpulan kebijakan yang bertujuan mengubah ekonomi anggota-anggota Uni Eropa dalam tiga tahap agar mereka bisa mengadopsi satu mata uang tunggal, yaitu Euro. Istilah ini sering dianggap sama dengan zona euro. Semua negara anggota Uni Eropa diharapkan berpartisipasi dalam EMU. Kriteria Kopenhagen adalah serangkaian persyaratan masuk bagi negara-negara yang ingin bergabung dengan UE. Kriteria tersebut berisikan persyaratan yang perlu dipenuhi dan kerangka kerja waktu yang perlu diselesaikan agar sebuah negara bisa bergabung dengan persatuan moneter ini. Elemen terpenting dari kriteria ini adalah Mekanisme Nilai Tukar Eropa ("ERM II"), ketika mata uang kandidat mendemonstrasikan pergeseran ekonomi dengan mempertahankan deviasi terbatas dari nilai target mereka melawan euro. Semua negara anggota, kecuali Denmark dan Britania Raya, telah berkomitmen untuk bergabung dengan EMU. Tujuh belas negara anggota Uni Eropa, termasuk Estonia, telah memasuki tahap ketiga dan mengadopsi euro sebagai mata uangnya. Denmark dan Lithuania adalah peserta terbaru dalam mekanisme nilai tukar ini. Dari semua anggota pra-2004, Britania Raya dan Swedia tidak bergabung dengan ERM II dan Denmark masih tetap di ERM tanpa melanjutkan ke tahap ketiga. Lima negara lainnya (pasca-2004) harus mencapai pergeseran yang cukup untuk berpartisipasi. Sepuluh anggota UE ini masih menggunakan mata uangnya sendiri. SejarahSejumlah gagasan pertama tentang sebuah persatuan ekonomi dan moneter di Eropa muncul sebelum pendirian Komunitas Eropa. Salah satunya, di Liga Bangsa-Bangsa, Gustav Stresemann pada tahun 1929 mengusulkan mata uang Eropa[3] meski pada saat itu terjadi peningkatan pembagian ekonomi karena beberapa negara baru muncul di Eropa pasca-Perang Saudara I Upaya pertama untuk membentuk sebuah persatuan ekonomi dan moneter di antara anggota-anggota Komunitas Eropa berawal dari sebuah inisiatif oleh Komisi Eropa tahun 1969, yang menyatakan bahwa Eropa butuh "koordinasi kebijakan ekonomi dan kerjasama moneter yang lebih besar,"[4] yang kemudian diikuti oleh keputusan Kepala Negara atau Pemerintahan pada pertemuan di Den Haag tahun 1969 untuk menyetujui rencana bertahap dengan tujuan membentuk persatuan ekonomi dan moneter pada akhir 1970-an. Melalui dasar berbaragi proposal sebelumnya, sekelompok pakar yang diketuai Perdana Menteri dan Menteri Keuangan Luksemburg, Pierre Werner, pada Oktober 1970 mempresentasikan rencana pertama yang disetujui umum untuk membentuk persatuan ekonomi dan moneter dalam tiga tahap (rencana Werner). Proyek ini mengalami imbas serius akibat krisis yang muncul dari ketidakmampuan tukar dolar AS dengan emas pada bulan Agustus 1971 (yaitu runtuhnya Sistem Bretton Woods) dan naiknya harga minyak tahun 1972. Upaya untuk membatasi fluktuasi mata uang Eropa menggunakan teknik ular di terowongan juga gagal. Perdebatan mengenai EMU dibuka kembali dalam Pertemuan Hanover bulan Juni 1988, ketika komite ad hoc (Komite Delors) yang terdiri dari gubernur bank sentral 12 negara anggota, dipimpin Presiden Komisi Eropa, Jacques Delors, diminta untuk merancang jadwal baru dengan tahap-tahap pembentukan persatuan ekonomi dan moneter yang jelas, praktis, dan realistis.[5] Cara kerja seperti ini menggunakan metode Spaak. Laporan Delors Diarsipkan 2006-02-11 di Wayback Machine. tahun 1989 berisikan rencana untuk memperkenalkan EMU dalam tiga tahap dan mencakup pembentukan institusi seperti Sistem Bank Sentral Eropa (ESCB), yang bertugas merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan moneter. Tiga tahap impelemntasi EMU dijabarkan sebagai berikut: Tahap Satu: 1 Juli 1990 hingga 31 Desember 1993
Tahap Dua: 1 Januari 1994 hingga 31 Desember 1998
Tahap Tiga: 1 Januari 1999 dan seterusnya
KritikMuncul berbagai perdebatan mengenai apakah negara-negara zona euro memiliki sebuah wilayah mata uang optimum.[6] Catatan kaki
Pranala luar
|
Portal di Ensiklopedia Dunia