Malem Sambat Kaban adalah putra dari A.M. Kaban, seorang pedagang, dan S. Tarigan, seorang ibu rumah tangga. Ia anak keenam dari sebelas bersaudara keluarga suku Karo. Ayahnya menganut kepercayaan Pemena. Nama Malem Sambat Kaban dalam bahasa Karo berarti orang yang baik dan suka menolong.[1]
Setelah menjadi sarjana, ia masuk Jakarta Public Relation yang bergerak dalam pengembangan sumber daya manusia. Ia pernah meneliti potensi ekonomi wilayah Taman Nasional Gunung Leuser pada 1992 dan mengetuai tim Penelitian Potensi Ekonomi Lemah di tahun 1993. Selanjutnya ia menjadi peneliti muda pada studi pengkajian Strategi Pengusahaan Anak Perusahaan Joint Venture Pertamina pada 1994.[1][7]
Sebelum reformasi, ia ikut dalam diskusi-diskusi politik untuk mendirikan partai politik. Diskusi ini mengusulkan Amien Rais sebagai ketua dan Yusril Ihza Mahendra sebagai sekretaris jenderal. Namun, belum tercapai kesepakatan tentang nama dan asas partai. Akhirnya pada 1998, Amien dan kawan-kawan membentuk Partai Amanat Nasional, sedangkan Yusril, Kaban, dan kawan-kawan ikut dalam pembentukan Partai Bulan Bintang (PBB) yang berasaskan Islam dan memperjuangkan Piagam Jakarta. Ia dipilih sebagai Sekretaris Jenderal mendampingi Ketua Umum Yusril Ihza Mahendra. Awalnya ia sempat menolak, tetapi ia berubah pikiran setelah menerima nasihat dari Anwar Haryono.[1]
Kaban dipilih Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Menteri Kehutanan Republik Indonesia dan dilantik pada 21 Oktober 2004.[1]
Sekretaris Jenderal PBB Afriansyah Noor mengaku bahwa Kaban sudah tidak aktif di PBB sejak 2019.[8] Pada 29 April 2021 ia bergabung menjadi Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Ummat mendampingi ketua Amien Rais.[9] Selain Kaban, anak keempat yang bernama Ahmad Rizqi Robbani Kaban juga menjadi pengurus Dewan Pengurus Pusat Partai Ummat sebagai Ketua Bidang Pemuda Komunitas dan Olahraga.
Kasus
Pada saat menjabat sebagai Menteri Kehutanan, Kaban terbukti menerima suap dari Anggoro, yang merupakan pemilik PT Masaro Radiokom. Namun, ia tidak dijadikan tersangka sehingga Anggoro mengajukan peninjauan kembali kasus tersebut, tetapi ditolak. Kasus tersebut terkait pengajuan anggaran program Kemenhut yang didalamnya terdapat anggaran untuk proyek revitalisasi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) tersebut.[10][11][12] Kasus ini telah berkekuatan hukum tetap berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 148 PK/Pid.Sus/2017 Tanggal 25 Oktober 2017, diketuai oleh hakim Artidjo Alkostar.[13]