Darius I (bahasa Persia Kuno: 𐎭𐎠𐎼𐎹𐎺𐎢𐏁, translit. Dārayava(h)uš; bahasa Persia: داریوش; bahasa Ibrani: דָּרְיָוֶשׁ,ModernDarəyavešTiberiasDārǝyāweš; sekitar 550 SM - 486 SM), juga dikenal sebagai Darius Agung, adalah Raja Diraja (Kaisar) Iran dan Firaun Mesir dari Dinasti Akhemeniyah, berkuasa pada September 522 – Oktober 486 SM. Pada masa kekuasaannya, Kekaisaran Iran mencapai puncak kejayaan dan wilayahnya mencakup sebagian besar Asia Barat, sebagian Kaukasus, sebagian Balkan (Trakia-Makedonia, dan Paeonia), sebagian besar wilayah pesisir Laut Hitam, Asia Tengah, hingga Lembah Indus di ujung timur dan bagian utara dan timur laut Afrika termasuk Mesir (Mudrâya), Libya timur, dan pesisir Sudan.[1][2][3]
Darius naik takhta setelah menggulingkan Bardiya. Sebagai kaisar yang baru, ia harus menghadapi berbagai pemberontakan di seluruh negeri, tetapi Darius berhasil memadamkannya. Ia lalu mengirim ekspedisi untuk menghukum Athena dan Eritrea karena membantu pemberontakan Ionia. Darius memperluas kekaisarannya dengan menaklukkan Trakia dan Makedon.
Darius mengorganisasi kekaisarannya dengan membaginya menjadi provinsi-provinsi dan menempatkan satrap sebagai penguasa. Ia memperkenalkan sistem keuangan seragam, dan menjadikan bahasa Aram sebagai bahasa resmi kekaisaran. Darius juga melancarkan proyek-proyek pembangunan di Susa, Pasargadae, Parsa, Babilonia, dan Mesir. Ia membuat kodifikasi undang-undang untuk Mesir. Darius juga memerintahkan pengukiran Prasasti Behistun, yaitu cerita kehidupannya.
Nama
Dārīus dan Dārēus adalah bentuk Latin dari bahasa Yunani Dareîos (Δαρεῖος), yang berasal dari Persia Kuno Dārayauš (𐎭𐎠𐎼𐎹𐎢𐏁, d-a-r-y-uš), yang merupakan kependekan dari Dārayavaʰuš (𐎭𐎠𐎼𐎹𐎺𐎢𐏁, d-a-r-y-v-u-š). Bentuk yang lebih panjang juga terlihat tercermin dalam bahasa Elam Da-ri-(y)a-ma-u-iš, bahasa Babylonia Da-(a-)ri-ia-(a-)muš, bahasa Aram drywhwš (𐡃𐡓𐡉𐡅𐡄𐡅𐡔), dan mungkin bentuk Yunani yang lebih panjang Dareiaîos (Δαρειαῖος). Nama ini memiliki arti "dia yang memegang teguh kebaikan", yang dapat dilihat dari bagian pertama dāraya, yang berarti "pemegang", dan kata keterangan vau yang berarti "kebaikan".[4]
Sumber-sumber utama
Pada masa kekuasaannya, Darius memerintahkan pembuatan monumen berukir di Gunung Behistun yang menggambarkan kehidupan Darius dari masa pengangkatannya hingga kematiannya. Ukiran atau relief tersebut ditulis dalam tiga bahasa, yakni bahasa Elam, Persia Kuno, dan Babilonia. Inskripsi ini pertama-tama memperkenalkan nenek moyang dan garis keturunan Darius. Untuk memperjelas leluhurnya, terukir peristiwa-peristiwa yang terjadi setelah kematian Koresy Agung.[5][6] Darius menyebutkan beberapa kali bahwa ia adalah kaisar yang sah dengan rahmat dari Ahura Mazda. Selain itu, teks dan monumen berikutnya dari Parsa telah ditemukan, serta tablet tanah liat yang menggunakan aksara paku Persia Kuno dari Gherla, Rumania (Harmatta), dan surat dari Darius untuk Gadates, ditulis dalam teks Yunani dari periode Romawi.[7][8][9][10] Dalam tablet fondasi di Parsa, Darius menggambarkan luas kekaisarannya dalam aksara paku Persia Kuno.[11][12]
Herodotos, sejarawan Yunani dan penulis Historia, mencatat kehidupan kaisar-kaisar Iran dan perang Yunani-Persia. Ia mencatat berbagai informasi mengenai Darius, yang dimulai dari penjatuhan Gaumata yang disebut sebagai perebut takhta, dan berlanjut hingga berakhirnya masa kekuasaan Darius.[13]
Kitab Ezra dalam Tanakh dan Alkitab, terutama pasal 6 ayat 1, menulis maklumat raja tentang pembangunan kembali Bait Allah di Yerusalem, yang dihancurkan oleh tentara Babel pada tahun 586 SM. Bangunan itu jadi dan diresmikan pada tahun ke-6 pemerintahan Darius (Maret 515 SM), yang juga dicatat di Kitab Ezra pasal 6 ayat 15, dan dengan demikian nubuat Nabi Yeremia tentang 70 tahun digenapi dengan sempurna. Selain di antara zaman Koresy dan Darius, pertukaran surat dengan Ahasyweros I dan Artahsasta juga ditulis pada pasal 4 ayat 7. Raja Artahsasta adalah cucu raja Darius I; pada zaman pemerintahannya, Ezra dan Nehemia pergi ke Yerusalem. Pembiayaan yang murah hati untuk Bait Allah dari Darius menghasilkan dukungan terhadapnya dan penerusnya dari para imam Yahudi.[14][15]
Darius adalah anak tertua dari lima bersaudara dari pasangan Hystaspa. Identitas ibunya tidak pasti. Menurut sejarawan modern Alireza Shapour Shahbazi (1994), ibu Darius adalah Rhodogune.[7] Namun, menurut Lloyd Llewellyn-Jones (2013), teks yang ditemukan di Parsa menunjukkan bahwa ibunya adalah Irdabama, seorang pemilik tanah kaya keturunan keluarga penguasa Elam lokal.[17] Richard Stoneman juga menyebut Irdabama sebagai ibu dari Darius.[18] Prasasti Behistun dari Darius menyatakan bahwa ayahnya adalah satrap dari Baktria pada tahun 522 SM. Menurut Herodotos, Hystaspa menjabat sebagai satrap Persis, meskipun banyak sejarawan menyatakan ini merupakan kesalahan. Selain itu, menurut Herodotos (III.139), Darius, sebelum memperoleh kekuasaan, menjadi penombak (doryphoros) dalam peperangan melawan Mesir (528–525 SM).[19] Hal ini sering diartikan bahwa dia adalah pembawa tombak pribadi raja, peran penting. Hystaspa adalah seorang perwira di pasukan Koresy dan seorang bangsawan di istananya.[20]
Sebelum Koresy dan pasukannya menyeberangi Sungai Aras untuk berperang dengan Armenia, ia mengangkat putranya, Kambisus, sebagai raja jika ia tidak kembali dari pertempuran.[21] Namun, begitu Koresy menyeberangi Sungai Aras, dia mendapat penglihatan bahwa Darius memiliki sayap di atas bahunya dan berdiri di atas perbatasan Eropa dan Asia. Ketika terbangun, Koresy menyimpulkannya sebagai bahaya besar bagi keamanan masa depan kekaisaran, karena itu berarti bahwa suatu hari Darius akan menguasai seluruh dunia. Namun, putranya Kambisus adalah pewaris takhta, bukan Darius, menyebabkan Koresy bertanya-tanya mengenai kemungkinan Darius merancang pemberontakan. Hal ini menyebabkan Koresy memerintahkan Hystaspa untuk kembali ke Persis dan mengawasi putranya dengan ketat, sampai Koresy sendiri kembali.[22] Darius tampaknya tidak berniat memberontak saat Kambisus II naik tahta dengan damai; dan, melalui promosi, Darius akhirnya diangkat menjadi pembawa tombak pribadi Kambisus.
Naik takhta
Terdapat dua kisah yang berbeda mengenai awal kekuasaan Darius. Inskripsi Behistun dan Herodotus memberikan kisah yang mirip, namun sejarawan menyatakan berkuasanya Darius mungkin tidak resmi. Terdapat kemungkinan bahwa 'Gaumata' memang Bardiya, dan di bawah perlindungan revolusi, Darius membunuh penerus takhta dan merebut kekuasaan. Fakta bahwa ayah dan kakek Darius masih hidup menunjukkan bahwa ia bukan penerus takhta.[23]
Versi Darius
Menurut inskripsi Behistun, Kambisus II membunuh Bardiya, saudaranya sendiri, tetapi pembunuhan ini tidak diketahui orang-orang Iran. Seseorang bernama Gaumata kemudian mengaku sebagai Bardiya.[24] Orang-orang Iran lalu memberontak terhadap Kambisus, dan pada 11 Maret 522 SM, perlawanan terhadap Kambisus pecah.
Pada 1 Juli, orang-orang Iran memilih untuk dipimpin oleh Gaumata yang dianggap sebagai "Bardiya". Tidak ada anggota keluarga Akhemeniyah yang maju melawan Gaumata untuk keselamatan mereka. Darius memohon bantuan, dan pada September 522 SM, ia bersama dengan Otanes, Intraphrenes, Gobryas, Hydarnes, Megabyxus, dan Aspathines membunuh Gaumata di benteng Sikayauvati. Darius lalu dinyatakan sebagai kaisar.[24]
Sejarawan Yunani
Menurut catatan sejarawan Yunani, Kambisus II telah menyerahkan kekaisaran kepada Patizeithes ketika ia pergi ke Mesir. Kambisus II lalu mengirim Prexaspes untuk membunuh Bardiya. Setelah pembunuhan, Patizeithes menempatkan saudaranya Gaumata (seorang Magi yang mirip dengan Bardiya) dan menyatakannya sebagai kaisar. Otanes mengetahui bahwa Gaumata adalah penipu. Bersama dengan enam keluarga bangsawan Iran lainnya (termasuk Darius), mereka berencana menjatuhkan Bardiya palsu. Setelah membunuh Gaumata, Patizeithes, dan magi lainnya, Darius dimahkotai sebagai kaisar pagi sesudahnya.[13]
Sejarawan modern
Rincian tentang naiknya Darius ke tampuk kekuasaan umumnya diakui sebagai pemalsuan dengan mengarang kisah bahwa Bardiya yang asli telah meninggal dan yang sedang duduk di takhta adalah Bardiya palsu.[25] Untuk mengesahkan kekuasaannya, Darius juga menyatakan bahwa dia dan Koresy Agung memiliki leluhur yang sama, Akhaimenes.[25] Pada kenyataannya, Darius dan Koresy berasal dari keluarga yang berbeda.[25][26]
Awal kekuasaan
Pemberontakan awal
Setelah penobatannya di Pasargadae, Darius pindah ke Ekbatana. Dia segera mengetahui bahwa dukungan untuk Bardiya masih kuat, dan pemberontakan di Elam dan Babilonia telah pecah.[27] Darius mengakhiri pemberontakan Elam ketika pemimpin mereka Aschina ditangkap dan dieksekusi di Susa. Setelah tiga bulan, pemberontakan di Babilonia berakhir. Selama di Babilonia, Darius mengetahui bahwa revolusi telah pecah di Baktria, sebuah wilayah yang sebelumnya selalu mendukung Darius dan menawarkan pasukan untuk memadamkan pemberontakan. Setelah itu, pemberontakan meletus di kawasan Persis (Persia) dan kemudian di Elam dan Babilonia, diikuti oleh di Media, Parthia, Asyur, dan Mesir.[28]
Pada 522 SM, terjadi pemberontakan melawan Darius di sebagian besar wilayah Kekaisaran Akhemeniyah yang menyebabkan kekaisaran dalam kekacauan. Meskipun tampak tidak mendapat dukungan dari rakyat, Darius memiliki pasukan yang setia, dipimpin oleh orang kepercayaan dekat dan bangsawan (termasuk enam bangsawan yang telah membantunya menyingkirkan Bardiya). Dengan dukungan mereka, Darius mampu menekan dan memadamkan semua pemberontakan dalam waktu satu tahun. Darius menyatakan telah membunuh total sembilan "raja palsu" dalam pemadaman pemberontakan. Darius meninggalkan catatan rinci tentang hal ini di Prasasti Behistun.[29]
Eksekusi Windafarna
Salah satu peristiwa penting pada awal pemerintahan Darius adalah pembunuhan Windafarna (Yunani: Intaphrenes), salah satu dari tujuh bangsawan yang telah menggulingkan Bardiya dan mengangkat Darius sebagai kaisar baru. Ketujuh orang itu telah membuat kesepakatan bahwa mereka semua dapat mengunjungi Darius kapan pun mereka mau, kecuali ketika dia bersama istrinya. Suatu malam, Windafarna pergi ke istana untuk menemui Darius, tetapi dihentikan oleh dua petugas yang menyatakan bahwa Darius bersama istrinya. Menjadi marah dan terhina, Windafarna menghunus pedangnya dan memotong telinga dan hidung kedua petugas tersebut.[30] Saat meninggalkan istana, dia mengambil tali kekang dari kudanya, dan mengikat kedua petugas itu.
Para petugas mendatangi Darius dan menunjukkan yang telah dilakukan Windafarna. Darius mulai mengkhawatirkan keselamatannya sendiri; dia berpikir bahwa ketujuh bangsawan telah bersatu untuk memberontak melawan dia dan bahwa serangan terhadap para perwiranya adalah tanda pemberontakan pertama. Dia mengirim utusan ke masing-masing bangsawan, menanyakan pendapat mereka terkait tindakan Windafarna. Mereka menyangkal dan mengingkari hubungan apa pun dengan tindakan Windafarna, menyatakan bahwa mereka mendukung keputusan mereka untuk menunjuk Darius sebagai Raja Diraja Iran. Pilihan Darius untuk bertanya kepada bangsawan menunjukkan bahwa dia belum sepenuhnya yakin dengan otoritasnya.[30]
Mengambil tindakan pencegahan terhadap perlawanan lebih lanjut, Darius mengirim tentara untuk menangkap Windafarna, bersama dengan putra, anggota keluarga, kerabat, dan temannya yang mampu mempersenjatai diri. Darius percaya bahwa Windafarna sedang merencanakan pemberontakan, tetapi ketika dia dibawa ke pengadilan, tidak ada bukti rencana tersebut. Meskipun demikian, Darius membunuh seluruh keluarga Windafarna, tidak termasuk saudara laki-laki istrinya dan anaknya. Saat diminta untuk memilih antara saudara dan putranya, istri Windafarna memilih saudaranya untuk hidup, lantaran dia dapat memiliki suami lain dan putra lagi, tetapi dia akan selalu hanya memiliki satu saudara lelaki. Darius terkesan dengan tanggapannya dan menyelamatkan nyawa saudara laki-lakinya dan putranya.[31]
Kampanye militer
Setelah mengamankan otoritasnya atas seluruh kekaisaran, Darius memulai kampanye ke Mesir dan mengalahkan pasukan Firaun Petubastis III. Darius kembali meneguhkan kedudukan Iran atas Mesir yang sebelumnya telah ditaklukan pada masa Kambisus II dan memasukkan sebagian besar Mesir ke dalam kekuasaan Kekaisaran Akhemeniyah.[32]
Melalui serangkaian kampanye lainnya, Darius I akhirnya berkuasa atas Kekaisaran Akhemeniyah saat mencapai wilayah terluasnya, yakni membentang dari beberapa bagian Balkan (Trakia-Makedonia, Bulgaria-Paeonia di sisi barat sampai Lembah Sungai Indus di sisi timur.
Pendudukan Lembah Indus
Pada 516 SM, Darius memulai kampanye ke Asia Tengah, Ariyanem, dan Baktria dan kemudian menuju ke Afghanistan dan ke Hidusy (Hindusy) di Pakistan modern. Darius menghabiskan musim dingin tahun 516–515 SM di Gandhara untuk mempersiapkan penaklukan Lembah Indus. Darius menaklukkan wilayah di sekitar Sungai Indus pada 515 SM. Darius I menguasai Lembah Indus dari Gandhara hingga Karachi modern dan menunjuk Scylax, penjelajah asal Yunani, untuk menjelajahi Samudera Hindia dari muara Indus hingga Suez. Darius kemudian berpindah melalui Lintasan Bolan dan kembali ke Iran melalui Arakhosia dan Drangiana.
Pemberontakan Babilonia
Setelah Bardiya dibunuh, pemberontakan merebak di seluruh kekaisaran, terutama di wilayah timur. Darius memperkuat posisinya sebagai kaisar melalui kekuatan militer. Ia mengirim tentaranya ke seluruh kekaisaran, dan memadamkan pemberontakan satu per satu. Salah satu pemberontakan yang paling penting adalah pemberontakan Babilonia yang dipimpin oleh Nebukadnezzar III. Pemberontakan ini meletus ketika Otanes harus mengambil banyak tentara dari Babilonia untuk membantu Darius memadamkan pemberontakan lain. Darius merasa Babilonia mengambil kesempatan dan menipunya, sehingga ia mengirim tentara dalam jumlah besar ke Babilonia. Di Babilonia, gerbang telah ditutup, dan berbagai upaya pertahanan dilakukan untuk mengusirnya.[33]
Darius mendapati ejekan dari pemberontak, seperti "Oh ya, engkau akan merebut kota kami, ketika bagal beranak kuda." Selama satu setengah tahun, ia dan tentaranya tidak mampu merebut Babilonia, meskipun berbagai taktik dan trik telah diupayakan—bahkan hingga meniru taktik Koresh yang Agung. Akan tetapi, situasi segera memihak Darius, ketika salah satu bagal Zopyrus melahirkan (pada masa itu, orang meyakini kelahiran itu adalah keajaiban besar, anugerah ilahi). Maka dilancarkanlah rencana, ketika tentara berpangkat tinggi berpura-pura meninggalkan pertempuran, masuk ke kamp Babilonia, dan dipercaya oleh orang-orang Babilon. Rencana ini berhasil. Tentara Persia mengepung kota dan berhasil menaklukkan pemberontak.[34]
Selama pemberontakan ini, orang-orang Scythia mencuri kesempatan dan menyerang Persia selatan. Darius pertama-tama menghabisi pemberontak di Elam, Asiria, dan Babilonia terlebih dahulu. Setelah itu ia baru menyerang Scythia. Darius mengejar penyerang-penyerang tersebut, yang membawanya ke rawa-rawa. Ia tidak menemui musuh apa pun kecuali suku Scythia misterius yang dibedakan dari topi runcing besar mereka.[35] Pada akhirnya kampanye militer Darius terhadap Scythia gagal, tetapi ia akan mencapai kesuksesan dalam peperangan di Eropa.[36]
Ekspedisi Eropa Darius adalah salah satu peristiwa utama dalam masa kekuasaannya. Darius menaklukkan Scythia, Trakia, dan banyak kota di Aegea utara, sementara Makedonia menyerah secara sukarela. Wilayah Yunani di Asia dan kepulauan-kepulauan Yunani selanjutnya menyerah pada tahun 510 SM. Mereka lalu diperintah oleh tiran yang bertanggung jawab terhadap Darius.[37]
Terdapat orang-orang Yunani yang pro-Persia, seperti Yunani Medizing, yang banyak berada di Athena. Akibatnya, hubungan Yunani-Persia membaik. Darius membuka pintu istana dan perbendaharaan bagi orang Yunani yang mau melayaninya. Orang-orang Yunani tersebut bekerja sebagai tentara, artisan, negarawan, dan pelaut untuk Darius. Akan tetapi, ketakutan Yunani akan Persia semakin menguat, dan intervensi Yunani di Ionia dan Lydia merupakan batu loncatan menuju konflik antara Persia dan Yunani.[37]
Ketika Aristagoras mengorganisasi Ionia untuk memberontak, Eretria dan Athena mendukungnya dengan mengirim kapal ke Ionia dan membakar Sardis. Tentara Persia berhasil memadamkan pemberontakan. Akan tetapi, kelompok anti-Persia telah memperoleh kekuatan yang lebih besar di Athena, dan aristokrat pro-Persia dibuang dari Athena ke Sparta. Darius membalas dengan mengirim tentara yang dipimpin oleh menantunya menyeberangi Hellespont. Akan tetapi, tentara Persia kalah akibat badai dan gangguan Trakia.[37]
Darius lalu mengirim tentara kedua yang berjumlah 20.000 di bawah pimpinan Datis untuk menghukum Athena. Mereka berhasil merebut Eretria dan bergerak menuju Marathon. Pada tahun 490, pada pertempuran Marathon, Persia dikalahkan oleh tentara Athena yang dipimpin oleh Miltiades. Kekalahan di Marathon menandai berakhirnya invasi Persia ke Yunani pertama.[37]
Kematian
Setelah mendapatkan informasi mengenai kekalahan di Marathon, Darius merencanakan ekspedisi lain terhadap Yunani. Kali ini, ia akan memimpin tentaranya langsung. Darius telah menghabiskan tiga tahun mempersiapkan tentara dan kapal untuk peperangan. Akan tetapi, pemberontakan meletus di Mesir. Pemberontakan di Mesir memperburuk kesehatannya, dan mencegah kemungkinan Darius memimpin tentara lain secara langsung. Akhirnya, Darius wafat. Pada Oktober 486 SM, jenazahnya dibalsem dan dimakamkan di Naqsh-e Rustam.
Xerxes, putra sulung Darius, menggantikannya dengan nama Xerxes I. Akan tetapi, sebelum Xerxes naik takhta, ia memperebutkan takhta dengan kakak tirinya Artobazan.[38]
Pemerintahan
Organisasi
Darius ingin mengorganisasi kekaisarannya. Pertama-tama, ia mendirikan dua puluh provinsi, yang masing-masing diperintah oleh seorang satrap (archon), dan upeti harus dibayarkan oleh setiap provinsi. Upeti dibayar dalam talenta emas atau perak.[39]
Mayoritas satrap berkebangsaan Persia dan merupakan anggota wangsa kerajaan atau enam keluarga bangsawan besar. Untuk memastikan bahwa satrap tidak mendapat terlalu banyak kekuasaan, setiap satrap memiliki sekretaris yang mengawasi urusan negara dan berkomunikasi dengan Darius; bendahara yang menjaga keuntungan provinsial; dan komandan garnisun yang bertanggung jawab atas tentara-tentara. Selain itu, inspektor kerajaan yang merupakan "mata dan telinga" Darius juga memeriksa setiap satrap.[40]
Terdapat markas pemerintahan kekaisaran di Parsa, Susa, dan Babilonia, sementara Baktria, Ecbatana, Sardis, Dascyclium, dan Memphis menjadi cabang pemerintahan kekaisaran. Darius memilih bahasa Aram sebagai bahasa utama. Selanjutnya, bahasa tersebut menyebar ke seluruh kekaisaran. Akan tetapi, Darius mengumpulkan sekelompok ahli untuk menciptakan sistem bahasa yang terpisah untuk Persis dan Persia, yang disebut aksara Arya, dan hanya digunakan pada inskripsi resmi.[40]
Ekonomi
Sebelum tahun 500 SM, Darius telah memperkenalkan beberapa sistem keuangan baru yang berbasis pada koin perak dengan bobot sekitar 8g dan koin emas dengan bobot sekitar 5.40 g. Koin emas disebut dārayaka (daric), dan kemungkinan dinamai dari Darius. Koin tersebut digunakan untuk perdagangan. Tujuan pembuatan koin tersebut adalah untuk menyediakan koin dan sistem keuangan seragam kekaisaran, sehingga sistem keuangan asing tidak diperlukan. Dalam usaha untuk mendorong perdagangan, Darius membangun kanal, saluran air bawah tanah, dan angkatan laut yang kuat. Ia meningkatkan dan memperluas jaringan jalan di seluruh kekaisaran.[41][40]
Darius adalah penganut Zoroastrianisme dan meyakini bahwa Ahura Mazda telah menunjuknya untuk menguasai Persia. Ia memiliki keyakinan dualistik dan meyakini bahwa setiap pemberontakan di kerajaannya merupakan ulah Drug, musuh dari Asha. Darius percaya bahwa karena ia hidup dengan pantas, Ahura Mazda mendukungnya. [42] Dalam banyak inskripsi kuneiform, ia menyatakan dirinya sebagai orang percaya yang taat dan bahkan yakin bahwa ia memiliki hak ilahi untuk menguasai dunia.[43]
Di wilayah yang ditaklukkan oleh Persia, Darius mengikuti toleransi yang telah ditunjukkan oleh Koresh. Ia mendukung kepercayaan dan agama yang "asing" selama tetap tunduk dan damai, bahkan kadang-kadang Darius memberikan mereka hibah.[44] Ia mendanai restorasi kuil Yahudi yang sebelumnya telah diputuskan oleh Koresh yang Agung. Darius telah menunjukkan dukungan terhadap kultus Yunani dalam suratnya untuk Gadatas, dan mendukung pendeta-pendeta Elamite. Ia juga mengamati ritus agama Mesir yang berhubungan dengan kerajaan, dan membangun kuil untuk dewa Mesir, Amun.[45]
Pembangunan
Selama ekspedisi Yunani Darius, ia telah memulai proyek pembangunan di Susa, Mesir, dan Parsa. Darius menghubungkan Laut Merah dengan sungai Nil dengan membangun kanal dari Zaqāzīq ke Suez. Untuk meresmikan kanal, ia pergi ke Mesir pada tahun 497 SM. Darius juga membangun kanal yang menghubungkan Laut Merah dengan laut Tengah.[38][46] Dalam kunjungannya ke Mesir, ia mendirikan monumen dan mengeksekusi Aryandes atas tuduhan pengkhianatan. Ketika Darius kembali ke Persis, ia mendapat kabar bahwa kodifikasi hukum Mesir telah diselesaikan.[37]
Di sebelah utara kota Susa, Darius membangun kompleks istana baru. Menurut inskripsi, istana tersebut hancur pada masa kekuasaan Artaxerxes I, tetapi dibangun kembali. Kini, hanya kepingan-kepingan yang tersisa, dan kebanyakan disimpan di Louvre. Di Pasargadae, Darius menyelesaikan semua proyek pembangunan yang belum selesai dari masa Koresh yang Agung. Istana juga dibangun pada masanya, dengan inskripsi atas nama Koresh yang Agung. Sebelumnya diyakini bahwa Koresh telah membangun istana tersebut, tetapi karena aksara yang digunakan adalah aksara cuneiform, istana tersebut diyakini dibangun oleh Darius.
Sementara itu, di Mesir, Darius membangun banyak kuil, dan merestorasi kuil yang sebelumnya hancur. Meskipun menganut Zoroastrianisme, Darius membangun kuil yang dipersembahkan untuk dewa-dewa Mesir. Beberapa kuil yang dipersembahkan untuk Ptah dan Nekhbet telah ditemukan. Selain kuil, Darius juga membangun jalan di Mesir.
Monumen yang dibangunnya sering ditulisi dengan bahasa Persia Kuno, Elamite, Babilonia, dan hieroglif Mesir. Untuk membangun monumen-monumen tersebut, ia menyewa banyak pekerja dan artisan dari beragam kebangsaan. Beberapa dari pekerja tersebut merupakan orang yang diusir. Orang-orang itu meningkatkan ekonomi dan hubungan dengan negara-negara tetangga tempat asal orang-orang terbuang itu.[40]
Pada masa kematian Darius, proyek pembangunan masih berlangsung. Xerxes menyelesaikan proyek-proyek tersebut, dan memperbanyak proyek ayahnya dengan mendirikan bangunan baru.[47]
Boardman, John, ed. (1982). The Cambridge Ancient History. 10: Persia, Greece, and the Western Mediterranean. Cambridge, UK: Cambridge University Press. hlm. 239–243. ISBN978-0-521-22804-6.
Cook, J. M. (1985), "The Rise of the Achaemenids and Establishment of their Empire", The Median and Achaemenian Periods, Cambridge History of Iran, 2, London: Cambridge University Press
Van De Mieroop, Marc (2003), A History of the Ancient Near East: Ca. 3000–323 BC, "Blackwell History of the Ancient World" series, Hoboken, NJ: Wiley-Blackwell, ISBN978-0-631-22552-2