Tamar yang Agung (bahasa Georgia: თამარი, lahir ca 1160 – meninggal 18 Januari 1213) adalah Ratu Georgia dari tahun 1184 hingga 1213. Masa kekuasaannya dikenal sebagai zaman keemasan Georgia. Kedudukannya sebagai ratu pertama yang menguasai Georgia ditekankan melalui gelar mep'e ("raja") yang disematkan oleh sumber-sumber Georgia abad pertengahan.
Tamar dinyatakan sebagai putri mahkota dan penguasa pendamping oleh ayahnya, Giorgi III, pada tahun 1178, tetapi ia menghadapi perlawanan dari para bangsawan setelah memperoleh kekuasaan penuh (seusai kemangkatan Giorgi). Tamar berhasil mengalahkan lawan-lawannya dan menetapkan kebijakan luar negeri yang aktif seiring dengan kemunduran Seljuk dan Romawi Timur. Dengan bergantung kepada elit militer yang kuat, Tamar mampu mengukuhkan kekuasaannya dan memimpin sebuah kerajaan yang mendominasi wilayah Kaukasus.
Tamar pernah menikah dua kali. Pernikahan pertamanya adalah dengan seorang pangeran Rus' yang bernama Yuri dari tahun 1185 hingga 1187. Tamar kemudian menceraikan Yuri dan mengusirnya dari Georgia akibat upaya-upaya kudeta yang dilancarkan olehnya. Pada tahun 1191, ia menikahi Davit Soslan, seorang pangeran Alan. Dari pernikahan itu, ia dikaruniai dua orang anak, yaitu Giorgi dan Rusudani.
Kejayaan pada masa kekuasaan Tamar membuatnya dikenang dalam sejarah dan seni rupa Georgia. Ia merupakan simbol yang penting dalam budaya Georgia dan dikanonisasi oleh Gereja Ortodoks Georgia, dan harinya dirayakan pada tanggal 14 Mei.
Kehidupan awal dan naik takhta
Tamar dilahirkan sekitar tahun 1160 dari pasangan Raja GeorgiaGiorgi III dan pasangannya, Burdukhan, yang merupakan putri Raja Alania. Terdapat kemungkinan bahwa Tamar memiliki satu adik perempuan, yaitu Rusudani, tetapi sosok sang adik hanya disebutkan satu kal idalam semua catatan sejarah mengenai masa kekuasaan Tamar.[2]Nama Tamar berasal dari bahasa Ibrani, dan seperti nama-nama lainnya dari Alkitab, nama semacam ini dipilih oleh Dinasti Bagrationi karena mereka mengklaim sebagai keturunan Daud, raja kedua Israel.[3]
Georgia tengah mengalami kekacauan pada masa muda Tamar; ayahnya harus menghadapi faksi bangsawan yang memberontak pada tahun 1177. Para pemberontak ini ingin menjatuhkan raja dan menggantikannya dengan keponakan sang raja, Demna, yang dianggap oleh mereka sebagai penerus yang sah dari ayahnya yang mati dibunuh, Davit. Hal ini sebenarnya hanya dijadikan dalih oleh para bangsawan (yang dipimpin oleh ayah mertua Davit, amirspasalarIvane Orbeli) untuk melemahkan kekuasaan raja.[4] Giorgi III berhasil memadamkan pemberontakan ini dan kemudian menindak para bangsawan yang memberontak; Ivane Orbeli dihukum mati dan anggota keluarganya yang masih selamat diusir dari Georgia. Pangeran Demna dikebiri dan dibutakan atas perintah dari pamannya, tetapi luka yang dideritanya dari hukuman ini terlalu berat dan ia lalu menjemput ajalnya di dalam penjara.[5] Seusai peristiwa ini, Georgia menjadikan Tamar sebagai penguasa pendamping pada tahun 1178. Tujuannya adalah untuk mencegah sengketa perebutan takhta setelah kemangkatan sang raja dan juga untuk mengesahkan garis keturunannya sebagai penguasa monarki Georgia.[6] Pada saat yang sama, ia mempekerjakan orang-orang Kipchak dan juga orang-orang dari golongan priyayi dan yang tak berpangkat untuk mengurangi kekuasaan golongan bangsawan.[7]
Masa kekuasaan awal dan pernikahan pertama
Tamar menjadi penguasa pendamping ayahnya selama enam tahun. Setelah kemangkatan Raja Giorgi pada tahun 1184, Tamar menjadi satu-satunya penguasa monarki Georgia dan ia pun dimahkotai untuk yang kedua kalinya di Katedral Gelati di dekat Kutaisi, Georgia barat. Ia mewarisi sebuah kerajaan yang cukup kuat, tetapi para bangsawan besar yang membangkang masih belum semuanya ditundukkan. Muncul perlawanan terhadap kekuasaan Tamar; perlawanan ini dipicu oleh kebijakan penindasan yang dilancarkan oleh ayahnya, dan diperparah oleh anggapan bahwa Tamar adalah seorang penguasa yang lemah karena ia adalah seorang wanita.[6] Georgia belum pernah punya penguasa wanita sebelumnya, alhasil sebagian bangsawan mempertanyakan keabsahan kekuasaan Tamar, sementara yang lainnya mencoba memanfaatkan usianya yang masih muda dengan asumsi bahwa ia adalah penguasa yang lemah untuk meningkatkan otonomi mereka.[6] Bibi Tamar, Rusudani, dan Katolikos-PatriarkMikheil IV berperan penting dalam melegitimasi kekuasaan Tamar.[8] Namun, sang ratu muda terpaksa memberikan konsesi kepada para ningrat. Ia juga harus memberikan imbalan kepada Katolikos-Patriark Mikheil dengan menjadikannya kanselir, sehingga ia berada di puncak hierarki gerejawi maupun sekuler.[9]
Tamar juga didorong untuk memecat orang-orang yang diangkat oleh ayahnya, salah satunya adalah Kubasar, seorang Kipchak dengan latar belakang yang berdarah non-priyayi yang telah membantu Raja Giorgi III memadamkan perlawanan para bangsawan.[7] Salah satu dari segelintir hamba tak bergelar Giorgi III yang tidak dipecat adalah bendahara Qutlu Arslan, yang saat itu tengah memimpin sekelompok bangsawan dan warga kaya dalam upaya untuk membatasi kekuasaan penguasa monarki dengan mendirikan sebuah dewan baru, karavi, dengan anggota yang akan mempertimbangkan suatu kebijakan dan mengambil keputusan.[9] Upaya untuk mendirikan sistem "konstitusionalisme feodal" ini kandas setelah Tamar memerintahkan penangkapan Qutlu Arslan dan para pendukungnya juga berhasil ditundukkan.[7] Walaupun begitu, upaya pertama Tamar untuk mengurangi kekuasaan elit bangsawan tidak berhasil. Ia gagal memanfaatkan sinoda gereja untuk memecat Katolikos-Patriark Mikheil, sementara dewan bangsawan Darbazi menegaskan hak mereka untuk menyetujui maklumat-maklumat kerajaan.[9]
Pernikahan Ratu Tamar menjadi isu negara yang penting. Sesuai dengan kewajiban dinasti pada masa itu, para bangsawan mewajibkan Tamar untuk menikah agar ada orang yang bisa memimpin pasukan dan juga agar pernikahan tersebut dapat menghasilkan penerus takhta.[7][10] Masing-masing kelompok mencoba memastikan agar calon suami yang mereka ajukan diterima agar kekuasaan mereka di istana semakin menguat. Terdapat dua faksi utama yang saling bersaing dalam hal ini: klan Mkhargrdzeli dan Abulasan. Faksi Abulasan pada akhirnya menang, dan pilihan mereka disetujui oleh bibi Tamar, Rusudani, dan dewan penguasa-penguasa feodal.[9] Orang yang dipilih adalah Yuri, anak pangeran Vladimir-Suzdal yang telah dibunuh, Andrei I Bogolyubsky; Yuri sebelumnya menjadi pengungsi dan tinggal bersama orang-orang Kipchak di Kaukasus Utara. Pedagang Zankan Zorababeli kemudian dipanggil ke Georgia dengan tugas untuk membawa Yuri ke Tbilisi. Ia berhasil menuntaskan tugas ini dan sang pangeran dibawa ke Georgia untuk menikahi sang ratu pada tahun 1185.[11]
Yuri adalah seorang prajurit yang cakap, tetapi tak lama kemudian ia mulai bercekcok dengan istrinya.[7][10] Kerusakan hubungan ini beriringan dengan persaingan antar faksi di istana kerajaan, sementara Tamar sendiri semakin menegaskan haknya sebagai ratu penguasa.[12] Tamar kemudian diuntungkan oleh kematian Katolikos-Patriark Mikheil, dan Tamar kemudian memberikan jabatan kanselir kepada pendukungnya, Anton Gnolistavisdze.[12] Secara perlahan tapi pasti, Tamar memperkuat landasan kekuasaannya dengan mengangkat para bangsawan yang setia kepadanya, salah satunya adalah Mkhargrdzeli.[9]
Pernikahan kedua
Pada tahun 1187, Tamar berhasil meyakinkan dewan bangsawan untuk menyetujui perceraiannya dengan Yuri. Yuri dituduh sebagai seorang pemabuk dan pelaku "sodomi", dan ia pun dikirim ke Konstantinopel.[12] Yuri melancarkan dua upaya kudeta dengan bantuan dari beberapa ningrat Georgia yang ingin sekali membatasi kekuasaan Tamar yang terus menguat, tetapi upaya-upaya ini gagal dan ia pun hilang ditelan sejarah setelah tahun 1191.[7] Sang ratu memilih suami barunya sendiri. Orang yang terpilih adalah Davit Soslan, seorang pangeran Alania. Seorang cendekiawan Georgia dari abad ke-18 yang bernama Pangeran Vakhushti menulis bahwa Davit adalah keturunan Raja Georgia dari abad ke-11, Giorgi I.[13] Davit adalah seorang panglima yang cakap, dan ia menjadi pendukung utama Tamar dan berjasa dalam mengalahkan para bangsawan yang memberontak dan mendukung Yuri.[14]
Pernikahan Tamar dan Davit dikaruniai dua anak. Pada tahun 1192 atau 1194, sang ratu melahirkan seorang anak laki-laki yang bernama Giorgi-Lasha, yang kelak akan menjadi Raja Giorgi IV. Anak perempuan mereka, Rusudani lahir sekitar tahun 1195 dan akan menggantikan kakaknya sebagai penguasa Georgia.[15]
Walaupun Davit Soslan telah menjadi suami Ratu Tamar dan juga digambarkan dalam seni rupa, piagam-piagam, dan koin-koin, ia tetap tunduk kepada Tamar dan hanya dapat berkuasa berkat sang ratu.[14][16] Tamar masih bergelar mep’et’a mep’e – "raja diraja". Dalam bahasa Georgia (yang merupakan sebuah bahasa yang tidak mengenal konsep gender dalam tata bahasa), mep'e ("raja") tidak memiliki konotasi maskulin dan dapat diterjemahkan menjadi "penguasa".[17][18] Padanan mep'e untuk perempuan adalah dedop'ali ("ratu"), dan gelar ini disematkan kepada para permaisuri atau kerabat wanita senior terdekat sang raja. Tamar kadang-kadang dijuluki dedop'ali di dalam kronik-kronik Georgia dan di dalam beberapa piagam. Maka dari itu, gelar mep'e mungkin diberikan kepada Tamar untuk menegaskan statusnya yang unik bila dibandingkan dengan wanita-wanita lainnya dalam sejarah monarki Georgia.[17]
Perkiraan tahun kekuasaan Georgia. Lingkaran biru=Ibu kota Titik hitam=Kota dan benteng yang dikuasai Georgia Titik merah=Kota dan benteng yang ditaklukkan XPertempuran-pertempuran besar
Pada awal dasawarsa 1190-an, Georgia mulai campur tangan dalam urusan dalam negeri Eldiguzid dan Shirvanshah dengan membantu pangeran-pangeran yang saling berseturu dan menjadikan Shirvan sebagai negara pembayar upeti. Atabeg Eldiguzid, Abu Bakar, mencoba menghentikan pergerakan pasukan Georgia, tetapi ia dikalahkan oleh Davit Soslan dalam Pertempuran Shamkor[9] dan ibu kotanya jatuh ke tangan Georgia pada tahun 1195, walaupun Abu Bakar dapat meneruskan kembali masa kekuasaannya setahun kemudian.[19]
Akibat keberhasilan Georgia, Süleymanshah II (Sultan Rûm yang sedang bangkit) mengerahkan amir-amir yang berada di bawahnya, tetapi perkemahan pasukannya diserang dan dihancurkan oleh Davit Soslan dalam Pertempuran Basian pada tahun 1203 atau 1204. Penulis kronik Tamar mendeskripsikan kisah mengenai pasukan Georgia berkumpul di kota Vardzia sebelum bergerak menuju Basian dan sang ratu yang berbicara di hadapan pasukan dari balkon gereja.[20] Berkat kemenangan ini, pasukan Georgia dapat merebut kota Dvin pada tahun 1203-1205.[21]
Pada tahun 1206, pasukan Georgia di bawah kepemimpinan Davit Soslan berhasil merebut kota Kars dan benteng-benteng lainnya di tepi Sungai Araxes. Amir Kars meminta bantuan dari Ahlatshah, tetapi Ahlatshah ditaklukkan oleh Dinasti Ayyubiyah pada tahun 1207. Pada tahun 1209, Georgia mulai menentang kekuasaan Ayyubiyah di wilayah Anatolia timur dan mencoba merebut wilayah Armenia selatan. Pasukan Georgia mengepung Ahlat. Sebagai balasannya, Sultan Ayyubiyah al-Adil I memimpin pasukan Muslim yang juga melibatkan amir Homs, Hama, dan Baalbek untuk membantu al-Awhad, Amir Jazira. Saat terjadinya pengepungan ini, jenderal Georgia Ivane Mkhargrdzeli secara tidak sengaja tertangkap di luar Ahlat. al-Awhad bersedia melepaskannya asalkan Georgia mau menerima gencatan senjata selama tiga puluh tahun. Georgia menerima tawaran ini, sehingga Ayyubiyah tidak lagi harus menghadapi ancaman Georgia.[22] Perebutan wilayah Armenia juga terhenti,[23] dan kawasan Danau Van pun dikuasai oleh Ayyubiyah.[24]
Kemudian, pada tahun 1209, Mkhargrzeli bersaudara menghancurkan Ardabil. Menurut tawarikh Georgia dan Armenia, mereka melakukan hal ini sebagai pembalasan atas serangan Muslim terhadap Ani dan pembantaian warga Kristen di kota tersebut.[23] Pasukan Mkhargrzeli bersaudara kemudian juga bergerak melalui Nakhchivan dan Julfa, serta Marand, Tabriz, dan Qazvin di Iran barat laut, dan menjarah beberapa permukiman yang mereka lewati.[23]
Trebizond dan Timur Tengah
Salah satu peristiwa besar yang terjadi pada masa kekuasaan Tamar adalah pendirian Kekaisaran Trebizond di kawasan Pontus di pesisir Laut Hitam pada tahun 1204. Negara ini didirikan oleh Alexios I Megas Komnenos (berkuasa 1204–1222) dan saudaranya, David, dengan bantuan dari pasukan Georgia. Alexios dan David (yang merupakan kerabat Tamar)[a] adalah pangeran Romawi Timur yang dibesarkan di istana Georgia. Menurut sejarawan, tujuan ekspedisi Georgia ke Trebizond adalah untuk menghukum Kaisar Romawi TimurAlexios IV Angelos (berkuasa 1203–1204) karena sudah menyita uang yang dikirim oleh Georgia kepada biara-biara di Antiokhia dan Gunung Athos. Namun, ekspedisi Tamar ke kawasan Pontus juga mungkin dipicu oleh keinginannya untuk memanfaatkan kekacauan yang dialami oleh Romawi Timur akibat serangan Tentara Salib Keempat dengan mendirikan sebuah negara yang bersahabat dengan Georgia di perbatasan barat dayanya, dan juga mungkin merupakan bentuk solidaritas kepada Wangsa Komnenoi yang tak lagi berkuasa di Konstantinopel.[25] Tamar sendiri berupaya memanfaatkan kelemahan Kekaisaran Romawi Timur dan kekalahan Tentara Salib di wilayah Syam untuk memperkuat posisi Georgia di kancah internasional dan mengambil alih peranan tradisional Kaisar Romawi Timur sebagai pelindung orang Kristen di Timur Tengah.[26][27] Misionaris Kristen Georgia aktif di kawasan Kaukasus Utara dan komunitas-komunitas biarawan Georgia tersebar di kawasan Mediterania Timur. Kronik-kronik memuji Tamar yang melindungi iman Kristen dan mendukung gereja-gereja dan biara-biara dari Mesir hingga Bulgaria dan Siprus.[28]
Tamar berupaya melindungi pusat-pusat kebiaraan Georgia di Tanah Suci. Pada abad ke-12, terdapat delapan biara Georgia yang tercatat di Yerusalem.[29] Penulis biografi Salahuddin Ayyubi, Bahā' ad-Dīn ibn Syaddād, melaporkan bahwa setelah pasukan Ayyubiyah menaklukkan Yerusalem pada tahun 1187, Tamar mengirim utusan kepada Salahuddin untuk meminta agar harta benda yang disita dari biara-biara Georgia di Yerusalem dikembalikan. Tanggapan Salahuddin tidak tercatat dalam sejarah, tetapi upaya sang ratu sepertinya berhasil: Jacques de Vitry, yang menjadi Uskup Akko tak lama setelah kematian Tamar, memberikan bukti lebih lanjut mengenai keberadaan orang Georgia di Yerusalem. Ia menulis bahwa tidak seperti para peziarah Kristen lainnya, orang-orang Georgia diperbolehkan masuk ke kota secara bebas dengan panji yang terbentang. Ibn Syaddād juga mengklaim bahwa dalam upaya untuk memperoleh pusaka Salib Sejati dari Salahuddin (yang telah mengambil pusaka tersebut pada saat terjadinya Pertempuran Hittin), Tamar menawarkan 200.000 kepingan emas, dan tawaran ini konon lebih besar daripada tawaran Kaisar Romawi Timur; namun demikian, upaya ini tidak berhasil.[26][28]
Zaman keemasan
Monarki feodal
Kejayaan pada masa kekuasaan Tamar dilandasi oleh reformasi yang dilancarkan oleh kakek buyut sang ratu, Davit IV (berkuasa 1089–1125). Upaya penyatuan yang dilakukan oleh Davit III dan Bagrat III juga turut bersumbangsih karena mereka berjasa dalam menyatujan kerajaan-kerajaan dan kepangeranan-kepangeranan di Georgia pada permulaan abad ke-11. Tamar sendiri berhasil memanfaatkan latar belakang ini untuk semakin memajukan negaranya.[30] Pada tahun-tahun terakhir masa kekuasaan Tamar, negara Georgia mencapai puncak kejayaannya pada Abad Pertengahan. Kerajaan yang dikuasai Tamar terbentang dari Pegunungan Kaukasus Besar di utara hingga Erzurum di selatan, dan dari Zygii dari barat laut hingga wilayah sekitar Ganja di tenggara. Kerajaan ini sendiri juga dikelilingi oleh rezim Mkhargrdzeli yang setia di Armenia utara dan tengah, dan juga oleh Shirvan sebagai vasal dan Trebizond sebagai sekutu. Sejarawan Georgia pada zamannya memuji Tamar sebagai penguasa daratan "dari Laut Pontus [maksudnya Laut Hitam] hingga Laut Gurgan [maksudnya Laut Kaspia], dari Speri hingga Derbend, dan berbagai tempat di Kaukasus hingga Khazaria dan Skithia."[31]
Gelar kerajaan juga semakin dimuliakan. Gelar Tamar tidak hanya melambangkan kekuasaannya atas wilayah-wilayah di Georgia, tetapi juga komponen-komponen baru yang menegaskan hegemoni Kerajaan Georgia atas wilayah-wilayah tetangga. Maka dari itu, dikeluarkanlah koin-koin dan piagam-piagam atas nama Tamar, dan Tamar diagungkan seperti ini:[32]
Sang ratu tidak pernah berkuasa secara otoriter dan dewan bangsawan masih berkuasa di Georgia. Walaupun begitu, pangeran-pangeran di tingkat daerah tidak dapat memisahkan diri dari kerajaan berkat wibawa Tamar dan penguatan sistem patronq'moba (feodalisme ala Georgia). Masa Tamar merupakan masa klasik dalam sejarah feodalisme Georgia.[33] Upaya untuk menanamkan praktik feodalisme di wilayah yang belum pernah mengalami sistem seperti itu sebelumnya terkadang menimbulkan perlawanan. Orang-orang gunung di Pkhovi dan Dido di wilayah perbatasan timur laut Georgia melancarkan pemberontakan pada tahun 1212, tetapi pemberontakan ini pada akhirnya dipadamkan oleh Ivane Mkhargrzeli setelah berlangsungnya pertempuran yang sengit selama tiga bulan.[34]
Pada masa kekuasaan Tamar, Georgia juga mengendalikan berbagai pusat perdagangan, sehingga negara dan istana dapat menikmati kekayaan. Upeti yang dipungut dari tetangga-tetangga dan rampasan-rampasan perang turut memperkaya kas negara, sehingga muncul peribahasa "Para petani seperti bangsawan, para bangsawan seperti pangeran, dan para pangeran seperti raja."[35][36]
Budaya
Berkat kesejahteraan yang dinikmati oleh Georgia pada masa Tamar, kebudayaan di negara tersebut juga mengalami perkembangan dengan percampuran unsur Kekristenan, sekuler, serta Bizantium dan Iran.[37] Walaupun begitu, orang Georgia merasa lebih dekat dengan Bizantium di Barat alih-alih Islam di Timur, dan monarki Georgia terus berusaha menegaskan jati diri Kristennya.[9] Pada masa ini, arsitektur khas Ortodoks Georgia dirancang ulang dan sejumlah katedral dengan kubah besar dibangun. Selain itu, kekuasaan kerajaan juga dinyatakan dengan cara yang terilhami dari Bizantium untuk mengukuhkan posisi Tamar sebagai seorang wanita yang berkuasa seutuhnya. Lima lukisan Tamar di gereja-gereja monumental yang masih ada hingga kini didasarkan pada gaya Bizantium, tetapi pada saat yang sama juga memiliki tema-tema Georgia dan menggambarkan ideal kecantikan wanita seperti penggambaran di Persia.[38] Walaupun budaya Georgia berkiblat pada Bizantium, hubungan dagang Georgia dengan Timur Tengah ditunjukkan oleh koin-koin Georgia. Sejumlah koin yang dicetak sekitar tahun 1200 atas nama Ratu Tamar memiliki bagian depan bergaya Bizantium dan bagian belakang dengan tulisan Arab yang menyatakan Tamar sebagai zhahir al-masih ("Pendukung Sang Mesias").[39]
Pada masa kekuasaan Tamar, kronik Georgia yang berisi tentang moralitas dan teologi Kristen masih berkembang, tetapi pada masa itu sastra yang lebih banyak menyebar luas adalah sastra yang ditulis di luar konteks keagamaan. Salah satu mahakarya pada masa itu adalah wiracaritaKesatria di dalam Kulit Macan karya Shota Rustaveli yang memuliakan idealisme "Zaman Kekesatriaan".[9][27][40]
Kematian dan pemakaman
Tamar meninggal dunia akibat "penyakit yang mematikan" tidak jauh dari ibu kota Georgia di Tbilisi. Sejarawan mengisahkan bahwa sang ratu mendadak jatuh sakit saat sedang membahas urusan negara dengan bawahan-bawahannya di Puri Nacharmagevi di dekat kota Gori. Ia dibawa ke Tbilisi dan kemudian ke Puri Agarani yang terletak tidak jauh dari situ. Di puri tersebut, Tamar menjemput ajalnya, dan para bawahannya berkabung atas kepergiannya. Jenazahnya diangkut ke KatedralMtskheta dan kemudian ke Biara Gelati yang merupakan tempat penguburan keluarga kerajaan Georgia. Menurut pendapat sejarawan pada umumnya, Tamar meninggal dunia pada tahun 1213, walaupun ada pula beberapa indikasi yang menunjukkan bahwa ia mungkin tutup usia lebih awal pada tahun 1207 atau 1210.[41]
Belakangan muncul sejumlah legenda mengenai tempat penguburan Tamar. Salah satunya mengatakan bahwa jenazah Tamar disemayamkan di ceruk rahasia di Biara Gelati agar kuburannya tidak dinistakan oleh musuh-musuhnya. Menurut kisah yang lain, jenazah Tamar dikubur ulang di tempat yang jauh, kemungkinan di Tanah Suci. Seorang kesatria Prancis yang bernama Guillaume de Bois (di dalam sebuah surat dari awal abad ke-13 yang ditulis di kawasan Palestina dan dialamatkan kepada Uskup Besançon) mengklaim bahwa ia pernah mendengar kabar mengenai rombongan Raja Georgia yang sedang menuju Yerusalem dan telah menaklukkan banyak kota Muslim. Menurut laporan tersebut, sang raja membawa jenazah ibunya, "ratu Tamar yang kuat" (regina potentissima Thamar), yang tidak sempat berziarah ke Tanah Suci pada masa hidupnya dan telah meminta agar jenazahnya dikubur di dekat Gereja Makam Kudus.[42]
Pada abad ke-20, pencarian makam Tamar telah menjadi subjek penelitian ilmiah, dan publik juga menjadi tertarik dengan isu ini. Penulis Georgia Grigol Robakidze menulis di dalam esainya tentang Tamar pada tahun 1918: "Sejauh ini, tidak ada yang tahu di mana makam Tamar. Ia milik semuanya dan juga bukan milik siapapun: makamnya ada di hati orang Georgia. Dan menurut persepsi orang Georgia, ini bukanlah makam, tetapi merupakan jambangan indah dengan bunga tak layu yang terus berkembang, yaitu Tamar yang Agung."[43] Kebanyakan ahli meyakini bahwa makam Tamar terletak di Gelati, tetapi penelitian-penelitian arkeologi (dimulai dari penelitian yang dilakukan oleh Taqaishvili pada tahun 1920) masih belum berhasil menemukan makam ini di biara tersebut.[44]
Tinggalan sejarah dan budaya populer
Abad Pertengahan
Walaupun Ratu Tamar sudah lama mangkat, ia masih menjadi tokoh ternama dalam sejarah Georgia. Citra kekuasaannya sebagai "zaman keemasan" sudah muncul dari masa ketika ia bertakhta.[45] Beberapa penyair Georgia dari Abad Pertengahan (termasuk Shota Rustaveli) mengklaim bahwa Tamar telah mengilhami karya mereka. Menurut legenda, Rustaveli bahkan jatuh cinta kepada sang ratu dan menghabiskan sisa hidupnya di sebuah biara. Di dalam salah satu puisi Rustaveli, terdapat sebuah kisah fiksi dramatis ketika Raja Rostevan memahkotai putrinya, Tinatin, dan kisah ini merupakan alegori untuk Giorgi III dan Tamar. Rustaveli juga berkomentar: "Seekor bayi singa sama baiknya entah itu betina atau jantan".[46]
Sang ratu menjadi subjek beberapa panegirik yang mengelu-elukan namanya, seperti Tamariani karya Chakhrukhadze dan Abdul-Mesia karya Ioane Shavteli.[47] Ia juga diagungkan di dalam kronik-kronik, khususnya dua catatan sejarah mengenai masa kekuasaannya, Kehidupan Tamar, Ratu Segala Ratu dan Sejarah dan Eulogi Daulat. Para penulis kronik ini memujinya sebagai "pelindung orang yang menjanda" dan "tiga kali diberkati", dan menekankan sifat baik Tamar sebagai seorang wanita: cantik, rendah hati, berbelas kasihan, setia, dan murni.[15] Walaupun Tamar baru dikanonisasi belakangan oleh Gereja Georgia, ia disebut sebagai santa pada masa hidupnya di dalam sebuah kolofon berbahasa Yunani dan Georgia yang terlampir di dalam manuskrip Injil Vani.[45]
Idealisasi Tamar semakin menguat akibat peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa kekuasaan penerus-penerusnya; dalam waktu dua dasawarsa setelah kematian Tamar, serangan Khwarezmia dan Mongol mengakhiri kejayaan Georgia.[48] Periode kebangkitan nasional Georgia pada zaman lainnya dianggap tidak seagung masa kekuasaan Tamar, alhasil muncul kultus terhadap sosok Tamar yang menghasilkan perbedaan antara figur Tamar yang telah dimuliakan dengan sosok historis sang ratu yang sebenarnya.[49]
Berbagai lagu, puisi, dan cerita rakyat mengisahkan Tamar sebagai seorang penguasa yang ideal dan juga sebagai seorang wanita suci dengan citra yang kadang-kadang juga dicampur dengan atribut-atribut dewi pagan dan santa Kristen. Misalnya, menurut legenda lama Ossetia, Ratu Tamar mengandung putranya dari sebuah sinar matahari yang masuk lewat jendela. Mitos lain dari kawasan pegunungan Georgia menyamakan Tamar dengan dewi Pirimze yang mengendalikan musim dingin.[50] Di kawasan dataran tinggi Pshavi, citra Tamar juga dilebur dengan citra dewi penyembuh dan kesuburan wanita.[51]
Tamar kadang-kadang menemani pasukannya dan juga dikatakan terlibat dalam perencanaan beberapa perang, tetapi ia tidak pernah terjun langsung ke medan pertempuran.[10] Meskipun begitu, kenangan akan kemenangan-kemenangan gemilang pada masa kekuasaannya mengakibatkan munculnya citra Tamar sebagai seorang ratu prajurit. Sosok semacam ini digemakan oleh Kisah Ratu Dinara, yaitu cerita Rusia dari abad ke-16 tentang seorang ratu fiktif Georgia yang bertarung melawan Persia.[52]
Persepsi Ratu Tamar pada zaman modern dipengaruhi oleh aliran romantisisme pada abad ke-19 dan juga nasionalisme yang tengah bangkit di kalangan cendekiawan Georgia pada masa tersebut. Dalam sastra Rusia dan Barat pada abad ke-19, citra Ratu Tamar mencerminkan gambaran Barat tentang Timur dan juga kedudukan dan ciri wanita di wilayah tersebut.[54] Penulis TirolJakob Philipp Fallmerayer menggambarkan Tamar sebagai "Semiramis Kaukasus".[55] Sementara itu, penyair Rusia Mikhail Lermontov yang terkesima dengan Kaukasus yang "eksotik" menulis sebuah puisi romantis yang berjudul Tamara (bahasa Rusia: Тамара; 1841). Di dalam puisi ini, ia menggunakan legenda lama Georgia mengenai putri gunung yang seperti siren dan putri ini diberi nama Ratu Tamar. Walaupun penggambaran Ratu Tamar sebagai seorang penggoda yang membawa malapetaka tidak memiliki latar belakang sejarah sama sekali, puisi ini cukup berpengaruh hingga menimbulkan pertanyaan mengenai seksualitas Tamar, terutama di kalangan penulis Eropa pada abad ke-19.[56] Di sisi lain, drama Knut Hamsun pada tahun 1903 yang berjudul Dronning Tamara ("Ratu Tamara") tidak terlalu berhasil; kritikus teater melihat "seorang wanita modern dengan busana abad pertengahan", dan drama ini juga dianggap sebagai "tafsiran mengenai wanita baru pada dasawarsa 1890-an."[57]
Dalam sastra Georgia, Tamar juga diromantisasi dengan cara yang berbeda dari penulis Rusia dan Barat. Para penulis romantisisme di Georgia mengikuti tradisi abad pertengahan yang menggambarkan Tamar sebagai seorang wanita suci dan baik hati yang memimpin sebuah negara yang terus menerus terlibat dalam perang. Pencitraan ini semakin terilhami oleh penemuan kembali lukisan dinding Tamar dari abad ke-13 di reruntuhan Biara Betania oleh Pangeran Grigory Gagarin pada dasawarsa 1840-an. Lukisan dinding ini menjadi inspirasi berbagai karya gravir di Georgia dan juga puisi romantis karya Grigol Orbeliani. Selain itu, para cendekiawan Georgia (yang tengah menanggapi kekuasaan Rusia di Georgia dan penindasan terhadap lembaga nasional) membandingkan zaman mereka dengan zaman Tamar dan meratapi masa lalu yang telah hilang di dalam tulisan-tulisan mereka. Maka dari itu, Tamar menjadi personifikasi masa kejayaan Georgia, dan citra ini masih menyebar hingga kini.[58]
Pernikahan Tamar dengan Pangeran Yuri juga menjadi subjek dua karya sastra di Georgia modern. Yang pertama adalah drama karya Shalva Dadiani yang awalnya berjudul Orang Rusia yang Malang (უბედური რუსი; 1916–1926). Drama ini diserang oleh kritikus Soviet karena dianggap merusak "persahabatan selama berabad-abad antara bangsa Rusia dan Georgia."[59] Akibat tekanan dari Partai Komunis, Dadiani terpaksa mengubah judul dramanya dan juga menyesuaikan kisahnya dengan ideologi resmi Uni Soviet.[60] Sementara itu, karya yang kedua adalah kisah pendek satir dari tahun 2002 yang berjudul Orang Rusia Pertama (პირველი რუსი) karya penulis muda Georgia, Lasha Bughadze. Kisah mengenai malam pernikahan Tamar dan Yuri yang gagal ini membuat murka kaum konservatif dan memicu kontroversi di Georgia sampai-sampai mengundang komentar dari media, Parlemen Georgia, dan Patriarkat Gereja Ortodoks Georgia.[61]
Semenjak tahun 2016, gambar ratu Tamar diabadikan dalam uang kertas senilai 50 lari di negara Georgia.[62]
Silsilah
Bagan berikut menunjukkan silsilah keluarga Tamar dari zaman kakeknya hingga cucunya.[63]
^Bibi Tamar dari sisi ayah adalah nenek Komnenoi dari pihak ayah, seperti yang diduga oleh Toumanoff 1940.
^Pada Abad Pertengahan, istilah "Abkhazia" dan "Orang Abkhazia" digunakan dengan cakupan makna yang lebih luas, termasuk seluruh wilayah Georgia barat. Baru pada abad ke-15/ke-16 (setelah perpecahan Kerajaan Georgia) istilah ini kembali ke makna aslinya, yaitu kepada wilayah Abkhazia modern dan kelompok etnis yang tinggal di tempat tersebut. Barthold, Wasil & Minorsky, Vladimir, "Abkhaz", dalam The Encyclopaedia of Islam, Vol. 1, 1960.
^"Orang Kartvelia", yang merupakan istilah yang dipakai oleh orang Georgia modern untuk menyebut diri mereka, awalnya mengacu kepada penghuni provinsi utama Georgia di Kartli (Iberia dalam sumber-sumber sastra Yunani Kuno dan Yunani Bizantium). Pada awal abad ke-9, sastra Georgia telah memperluas makna "Kartli" menjadi wilayah Georgia abad pertengahan lainnya yang disatukan oleh bahasa, budaya, dan agama yang sama (Rapp 2003, hlm. 429–430).
Machitadze, Zakaria (21 Mei 2007). "Holy Queen Tamar (†1213)". pravoslavie.ru. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 Mei 2008. Diakses tanggal 20 Maret 2019.
Pahlitzsch, Johannes (1996). "Georgians and Greeks in Jerusalem (1099–1310)". Dalam Ciggaar, Krijnie; Teule, Herman. East and West in the Crusader States. Leuven and Dudley: Peeters Press. hlm. 35–52. ISBN90-429-1287-1.
Robakidze, Grigol (13–15 Mei 1918). "თამარ (Tamar)". amsi.ge. Sak'art'velo 90/91. Diakses tanggal 20 Maret 2019.Pemeliharaan CS1: Format tanggal (link)
Toumanoff, Cyril (Juli 1940). "On the Relationship between the Founder of the Empire of Trebizond and the Georgian Queen Thamar". Speculum. The University of Chicago Press. 15 (3): 299–312. doi:10.2307/2855207. JSTOR2855207.
Tuite, Kevin (2003). "Political and Social Significance of Highland Shrines in Post-Soviet Georgia". Amirani. 9: 7–23.
Vasiliev, Alexander (January 1936). "The Foundation of the Empire of Trebizond (1204–1222)". Speculum. The University of Chicago Press. 11 (1): 3–37. doi:10.2307/2846872. JSTOR2846872.