Homs (bahasa Arab: حمص) adalah sebuah kota yang terletak di pesisir bagian tengah Suriah. Pada abad ke-7 M, pemerintahan di Kota Homs berada pada kekuasaan Kekhalifahan Rasyidin sejak masa Khalifah Umar bin Khattab (13 H). Pada masa Pemerintah Suriah, pemerintahan di Kota Homs mengalami kekacauan akibat keberadaan pemberontak yang menimbulkan perang saudara sejak tahun 2011.
Penduduk di Kota Homs merupakan masyarakat majemuk sejak era Jalur Sutra. Keyakinan agama yang dianut oleh penduduk Kota Homs meliputi Sunni, Alawi, Kristen dan Syiah. Sebelum Perang Saudara Suriah, penduduk Kota Homs berjumlah 800 ribu hingga 1,3 juta jiwa. Namun setelah dimulainya Perang Saudara Suriah, jumlahnya berkurang hingga berkisar antara 200 ribu hingga 650 ribu.
Kota Homs telah menjadi salah satu rute perdagangan sejak era Jalur Sutra. Pada masa Pemerintah Suriah, Kota Homs menjadi pusat ekonomi dan militer yang memiliki beberapa fasilitas negara yang bersifat vital. Krisis ekonomi di Kota Homs mulai terjadi selama berlangsungnya Perang Saudara Suriah.
Geografi
Homs terletak pada bagian punggung dari Bulan Sabit Subur pada celah bagian barat-timur antara Pegunungan Alawi dan Lebanon. Wilayah Homs menjadi penghubung antara pantai di Laut Tengah dan Gurun Suriah.[5]
Wilayah administratif
Homs merupakan kota terbesar ketiga di Suriah setelah Aleppo dan Damaskus.[6] Lokasi Kota Homs berada di tengah-tengah antara Aleppo dan Damaskus.[7] Kota Homs berstatus sebagai pusat kota bagi Distrik Homs dalam wilayah Kegubernuran Homs di Suriah bagian tengah.[8] Status Kota Homs juga sebagai ibu kota Kegubernuran Homs.[9]
Kawasa Kota Lama Homs
Kawasan Kota Lama Homs terdiri dari bangunan perkotaan untuk perumahan maupun bangunan komersial. Kepadatan bangunannya tinggi dan terbagi menjadi 9 lingkungan lingkungan yang berjauhan dan 3 lingkungan yang berdekatan.[10] Nama-nama lingkungan di Kota Lama Homs yaitu: Al Hamidia, Bab Houd, Bani Sibaee, Jamal Al Deen, Bab Al Draib, Bab Tadmor, Bab Al Siba'a, Karm Al Loaz, Jub Al Jandali, Joret Al Shayah, Al Qusour dan Al Khalidia.[11]
Pemerintahan
Masa Kekhalifahan Rasyidin
Pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, wilayah kekuasaan pasukan Muslim telah mencapai perbatasan Palestina. Pasukan Muslim mengambil alih kekuasaan di daerah perbatasan Palestina setelah memenangkan pertempuran selama 40 hari dari Kekaisaran Romawi yang dipimpin oleh Heraklius. Harta hasil rampasan perang kemudian dibawa ke Madinah. Heraklius tidak menerima kekalahannya dan mengirim pasukan dalam skala besar ke perbatasan Palestina dan Syam untuk berperang kembali. Abu Bakar Ash-Shiddiq selaku khalifah menanggapi dengan membentuk empat pasukan perang yang masing-masing dipimpin oleh seorang panglima perang. Keempat panglima perang ialah Abu Ubaidah bin al-Jarrah, Amr bin Ash, Yazid bin Abi Sufyan dan Syurahbil bin Hasanah.[12]
Penetapan keempat panglima perang bersama pasukannya bertujuan untuk memperluas penyebaran Islam ke Syiria.[13] Saat itu, Syiria masih menjadi wilayah kekuasaan Kekaisaran Romawi dengan kaisarnya yaitu Heraklius.[14] Abu Ubaidah bin al-Jarrah ditugaskan menaklukkan Homs, Suriah Utara dan Antiokia. Amr bin Ash ditugaskan menaklukkan Palestina. Yazid bin Abi Sufyan ditugaskan menaklukkan Damaskus dan Suriah Selatan. Sedangkan Syurahbil bin Hasanah ditugaskan menaklukkan Yordania dan Tabuk.[15]
Keempat panglima perang dan pasukannya terus melakukan penaklukan hingga meninggalnya Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab menggantikannya sebagai khalifah.[15] Homs baru berhasil ditaklukkan pada tahun 13 H oleh Abu Ubaidah bin al-Jarrah dalam masa awal pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Penaklukan Homs terjadi setelah penaklukan Damaskus dan Baalbek pada tahun yang sama.[16] Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, ia memilih Sa'id bin Amir sebagai kepala pemerintahan untuk wilayah Homs.[17]
Perang Saudara Suriah (2011–Sekarang)
Kota Homs merupakan salah satu kota di Suriah yang paling terdampak oleh Perang Saudara Suriah. Pada tahun 2011, terjadi kekerasan sektarian dan pemindahan paksa oleh para pemberontak di Suriah terhadap penduduk sipil di Kota Homs. Hanya beberapa lingkungan yang tetap mempertahankan unsur sektarian campuran di Kota Homs. Selama dua tahun berikutnya, terjadi pengepungan untuk wilayah kota lama di Kota Homs oleh para pemberontak.[8]
Pusat wilayah kekuasaan para pemberontak di Kota Homs terletak di Distrik Kota Tua seperti Bab Houd dan Hamidiya. Mereka juga memiliki benteng di Al-Qusour dan Jouret as-Sayeh yang terletak di pintu masuk bagian utara Kota Homs.[18] Para pemberontak menguasai distrik-distrik di Kota Homs selama lebih dari setahun. Pada awal tahun 2013, pasukan Pemerintah Suriah telah mengadakan pengepungan ke distrik-distrik yang dikuasai oleh para pemberontak dan menguasai 80% wilayah Kota Homs.[19] Pada bulan Maret 2013, pasukan Pemerintah Suriah telah mengamankan sebagian besar Kota Homs dan menguasai Benteng Kuno Homs di pusat kota.[19]
Pemerintah Suriah berhasil membuka kembali akses ke kota lama Homs pada bulan Mei 2014. Pada bulan Mei 2017, Pemerintah Suriah berhasil merebut kembali Kota Homs dari para pemberontak. Sementara itu, Angkatan Darat Suriah berhasil memaksa kelompok pemberontak untuk memilih pindah ke bagian utara Suriah atau berdamai dengan Pemerintah Suriah,[8] Para pemberontak dan keluarga mereka di Kota Homs menolak untuk menerima persyaratan dalam perjanjian rekonsiliasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Suriah.[20] Mereka memutuskan meninggalkan wilayah pedesaan di bagian utara Kegubernuran Homs pada April 2018 dan pindah secara massal ke Suriah bagian utara.[8] Lokasi tujuan perpindahan mereka ialah Idlib.[20]
Pada bulan Juni 2023, terjadi serangan alat peledak rakitan ke Kota Homs. Serangan ini dilakukan oleh anggota Negara Islam Irak dan Syam (ISIS) dan menewaskan seorang jenderal dari Pemerintah Suriah. Penyerangan ini tercatat sebagai penyerangan pertama sejak tahun 2017. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa melaporkan bahwa pada bulan Juli 2023, ISIS kembali mengadakan serangan-serangan asimetris di Kegubernuran Homs, tetapi dengan intensitas serangan yang sangat jarang.[21] Pada tahun 2024, tercatat bahwa masih ada penduduk yang tewas akibat terkena sisa-sisa peledak perang di permukiman Kota Homs yang belum sepenuhnya musnah.[22]
Penduduk
Sejak era Jalur Sutra, penduduk Homs terdiri dari masyarakat majemuk dari segi sosial, agama dan sektarian. Homs menjadi wilayah dengan masyarakat majemuk paling kompleks di Suriah.[5] Pada pertengahan 1990-an, beberapa lingkungan baru di Kota Homs terbentuk sebagai hasil perluasan wilayah Kota Homs. Lingkungan-lingkungan baru ini terbentuk oleh gabungan masyarakat majemuk yang menganuk kepercayaan Sunni, Alawi, Kristen dan Syiah. Sementara itu, di setiap lingkungan-lingkungan lama Kota Homs umumnya didominasi oleh salah satu dari kelompok masyarakat tersebut. Tiap lingkungan yang memuat kelompok masyarakat mayoritas dan masyarakat minoritas secara umum hidup damai di Kota Homs. Kemajemukan masyarakat berakhir di Kota Homs sejak Maret 2011.[23]
Sebelum Perang Saudara Suriah, diperkirakan jumlah penduduk di Kota Hom sebanyak 800 ribu hingga 1,3 juta jiwa. Pada tahun 2017, diperkirakan jumlah penduduk di Kota Homs berkurang menjadi antara 200 ribu hingga 650 ribu. Penurunan jumlah penduduk di Kota Homs dipengaruhi oleh konflik yang terjadi.[24]
Perekonomian
Pada era Jalur Sutra, bagian barat wilayah Homs menjadi rute perdagangan melalui pantai. Wilayahnya mengandalkan kekayaan dari lembah Orontes dan produksi sutra.[5] Homs merupakan salah satu kota yang menjadi pusat ekonomi dan militer di Suriah. Di Kota Homs terdapat beberapa fasilitas negara seperti pabrik pupuk, kilang minyak, pembangkit listrik dan fasilitas penyimpanan gas. Industri dan lembaga militer di Suriah yang berpusat di Kota Homs, mempekerjakan penduduk Kota Homs terutama dari komunitas Alawi dalam jumlah massal.[23]
Pada November 1970, Hafez al-Assad selaku Menteri Pertahanan Suriah melakukan kudeta dan mengambil alih kekuasaan di Suriah.[25] Hafez al-Assad merupakan salah seorang dari kaum Alawi. Setelah ia memperoleh kekuasaan di Suriah, Homs menjadi lokasi pelatihan utama bagi para perwira militer di Suriah. Para pekerja dari kaum Alawi di Kota Homs kemudian bergabung dalam lembaga militer untuk mendapatkan penghasilan.[26] Namun sejak terjadinya krisis pada akhir tahun 2011 dan awal tahun 2012, terjadi krisis ekonomi di Kota Homs.[23]
Tradisi
Maulid Nabi Muhammad
Penduduk di Kota Homs merayakan Maulid Nabi Muhammad di masjid-masjid besar yang ada di kota tersebut. Perayaan selalu dihadiri oleh Walikota Homs.[27]
^Syauqi, A., dkk. (Mei 2016). Badrian, ed. Sejarah Peradaban Islam(PDF). Sleman: Aswaja Pressindo. hlm. 14.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Zubaidah, Siti (Oktober 2016). Daulay, Nurika Khalila, ed. Sejarah Peradaban Islam(PDF). Medan: Perdana Publishing. hlm. 38. ISBN978-602-6462-15-2.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Tabrani, A., dkk. (April 2023). Sahudi, ed. Perkembangan Islam Masa Khulafaur Rasyidin(PDF). Jakarta Pusat: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama Republik Indonesia. hlm. 24–25.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Collelo, Thomas, ed. (1988). Syria: A Country Study(PDF) (edisi ke-3). Federal Research Division, Library of Congress. hlm. xix.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
UN-Habitat (Mei 2014). City Profile Homs: Multi Sector Assessment(PDF) (dalam bahasa Inggris). Kairo: UN-Habitat Regional Office for Arab States.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
UN-HABITAT dan SADC (Juni 2014). Neighbourhood Profile: Old City of Homs(PDF) (dalam bahasa Inggris). Damaskus dan Kairo: UN-Habitat Damascus, Syria dan UN-Habitat Regional Office for Arab States, Cairo.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)