Maulid Nabi Muhammad kadang-kadang Maulid Nabi atau Maulud saja (bahasa Arab: مولد النبي, translit. Maulid an-Nabī), adalah peringatan hari lahir Nabi Islam Muhammad, yang menurut tradisi sebagian Sunni jatuh pada 12 Rabiulawal[2] dan Syiah pada 17 Rabiulawal[3][4] dalam penanggalan Hijriyah. Kata maulid atau milad dalam bahasa Arab berarti hari lahir. Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah kematian Muhammad. Secara subtansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Muhammad.
Banyak firkah-firkah Islam merayakan Maulid.[5][6] Dengan munculnya kelompok Salafiyah, Deobandi, Ahli Hadis, dan Ahmadiyаh,[7] umat Muslim mulai banyak yang menolak perayaan tersebut, karena dianggap bid'ah yang sesat.[8][9] Juga diakui sebagai hari libur di negara mayoritas Muslim, kecuali Qatar dan Arab Saudi. Sejumlah negara mayoritas nonmuslim dengan populasi penduduk yang besar seperti Etiopia, India, Tanzania, dll., juga mengakui Maulid sebagai hari libur nasional.[10]
Pakar sejarah Islam seperti Ibnu Khallikan, Sibth bin Al-Jauzi, Ibnu Katsir, As-Sakhawi, As-Suyuthi, dan lainnya telah sepakat menyatakan bahwa orang yang pertama kali mengadakan peringatan maulid adalah Sultan Al-Muzhaffar. Namun juga terdapat pihak lain yang mengatakan bahwa Sultan Salahuddin Al-Ayyubi adalah orang yang pertama kali mengadakan Maulid Nabi. Sultan Salahuddin pada kala itu membuat perayaan Maulid dengan tujuan membangkitkan semangat umat Islam yang telah padam untuk kembali berjihad dalam membela Islam pada masa Perang Salib.
Ahmad bin ‘Abdul Halim Al Haroni mengatakan,
“Salahuddin-lah yang menaklukkan Mesir. Dia menghapus dakwah ‘Ubaidiyyun yang menganut aliran QaramithahBathiniyyah (aliran yang jelas sesatnya, pen). Shalahuddin-lah yang menghidupkan syari’at Islam di kala itu.”[14]
Dalam perkataan lainnya, Ahmad bin ‘Abdul Halim Al Haroni mengatakan,
“Negeri Mesir kemudian ditaklukkan oleh raja yang berpegang teguh dengan Sunnah yaitu Salahuddin. Dia yang menampakkan ajaran Nabi yang shahih di kala itu, berseberangan dengan ajaran Rafidhah (Syiah). Pada masa dia, akhirnya ilmu dan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa-sallam semakin terbesar luas.”[15]
Sumber lain mengatakan perayaan Maulid yang sebenarnya diprakarsai oleh Dinasti Fatimiyah, sebagaimana dinyatakan oleh banyak ahli sejarah.
Al Maqriziy, seorang pakar sejarah mengatakan, “Para khalifah Fatimiyyun memiliki banyak perayaan sepanjang tahun. Ada perayaan tahun baru, hari ‘Asyura, maulid (hari kelahiran) Nabi, maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Hasan dan Husain, maulid Fatimah az-Zahra, maulid khalifah yang sedang berkuasa, perayaan malam pertama bulan Rajab, perayaan malam pertengahan bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Sya’ban, perayaan malam pertengahan bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Ramadan, perayaan malam penutup Ramadan, perayaan ‘Idulfitri, perayaan ‘Iduladha, perayaan ‘Idulghadir, perayaan musim dingin dan musim panas, perayaan malam Al-Kholij, hari Nowruz (Tahun Baru Persia), hari Al-Ghottos, hari Milad (Natal), hari Al-Khomisul ‘Adas (3 hari sebelum paskah), dan hari Rukubaat.”[16]
Syaikh Bakhit Al Muti’iy, mufti Mesir, dalam kitabnya mengatakan bahwa yang pertama kali mengadakan enam perayaan maulid yaitu: perayaan Maulid (hari kelahiran) Nabi, maulid ‘Ali, maulid Fatimah, maulid Hasan dan Husain, maulid khalifah yang berkuasa saat itu yaitu al-Mu’izh Lidinillah (keturunan ‘Ubaidillah dari dinasti Fatimiyyun) pada tahun 362 H.[17]
Begitu pula Syaikh ‘Ali Mahfuzh dalam kitabnya Al-Ibda’ fi Madhoril Ibtida’ (hal. 251) dan al-Ustaz ‘Ali Fikriy dalam Al-Muhadharat al-Fikriyah (hal. 84) juga mengatakan bahwa yang mengadakan perayaan Maulid pertama kali adalah ‘Ubaidiyyun (Fatimiyyun).[18]
Sebagian masyarakat Sunni dan Syiah di dunia merayakan Maulid Nabi. Sunni merayakannya pada tanggal 12 Rabiul Awal sedangkan Syiah merayakannya pada tanggal 17 Rabiul Awal, yang juga bertepatan dengan ulang tahun Imam Syiah yang keenam, yaitu Ja'far ash-Shadiq.
Masyarakat Muslim di Indonesia umumnya menyambut Maulid Nabi dengan mengadakan perayaan-perayaan keagamaan seperti pembacaan selawat nabi, pembacaan syairBarzanji atau Simtuddurar, serta pengajian. Menurut penanggalan Jawa, bulan Rabiulawal disebut bulan Mulud, dan acara Muludan juga dirayakan dengan perayaan dan permainan gamelanSekaten. Dan tradisi endhog-endhogan yang dilaksanakan oleh masyarakat Jawa-Using di Banyuwangi, Jawa Timur.[29] Arab Saudi dan Qatar adalah negara dengan penduduk mayoritas Muslim yang tidak menjadikan Maulid sebagai hari libur resmi.[30] Partisipasi dalam ritual perayaan hari besar Islam ini umumnya dipandang sebagai ekspresi dari rasa keimanan dan kebangkitan keberagamaan bagi para penganutnya.[31]
Galeri
Tradisi bazakia di Pariaman, Sumatera Barat untuk menyambut Maulid Nabi.
^Schussman, Aviva (1998). "The Legitimacy and Nature of Mawid al-Nabī: (analysis of a Fatwā)". Islamic Law and Society. 5 (2): 214–234. doi:10.1163/1568519982599535. ISSN0928-9380.
Ukeles, Raquel (2010). "The Sensitive Puritan? Revisiting Ibn Taymiyya's Approach to Law and Spirituality in Light of 20th-century Debates on the Prophet's Birthday (mawlid al-nabī).". Dalam Youssef Rapport; Shahab Ahmed. Ibn Taymiyya and His Times. Karachi: Oxford University Press. hlm. 319–337. ISBN9780199402069.
Bacaan lanjutan
Hagen, Gottfried (2014), "Mawlid (Ottoman)", in Muhammad in History, Thought, and Culture: An Encyclopedia of the Prophet of God (2 vols.), Edited by C. Fitzpatrick and A. Walker, Santa Barbara, ABC-CLIO.
Malik, Aftab Ahmed (2001). The Broken Chain: Reflections Upon the Neglect of a Tradition. Amal Press. ISBN0-9540544-0-7.
Picken, Gavin (2014), "Mawlid", in Muhammad in History, Thought, and Culture: An Encyclopedia of the Prophet of God (2 vols.), Edited by C. Fitzpatrick and A. Walker, Santa Barbara, ABC-CLIO.
Ukeles, Raquel. "The Sensitive Puritan? Revisiting Ibn Taymiyya's Approach to Law and Spirituality in Light of 20th-century Debates on the Prophet's Birthday (mawlid al-nabī)." Ibn Taymiyya and His Times, ed. Youssef Rapport and Shahab Ahmed, 319–337. Karachi: Oxford University Press, 2010.
Katz, Marion Holmes (2007). The Birth of The Prophet Muhammad: Devotional Piety in Sunni Islam. Routledge. ISBN978-1-135-98394-9.