Sebelum kenaikan takhtanya, Kambisus menjabat sebagai Gubernur Babilonia utara dari April 539 SM sampai Desember 538 SM. Setelahnya, dia berkelana di kota-kota Babilonia, seperti Babilon dan Zimbir (Sippar) sebelum ditunjuk sebagai wakil penguasa ada 530 SM oleh ayahnya yang kemudian berangkat berperang dengan Massagetae di Asia Tengah. Setelah kematian Koresy, Kambisus menjadi Raja Diraja Iran tanpa penentangan berarti.
Masa delapan tahun kekuasaannya ditandai dengan penaklukan Afrika, khususnya Mesir, setelah berhasil mengalahkan Firaun Psamtik III pada Pertempuran Pelusium (525 SM). Setelah meneguhkan kedudukannya di Mesir, Kambisus melanjutkan penaklukannya ke kawasan Kirenaika. Dia kembali ke Persia pada 522 SM untuk memadamkan pemberontakan di sana. Dia mendapat luka saat mendapat luka di Syria dan meninggal tiga pekan setelahnya. Lantaran tidak meninggalkan putra, takhta Iran diwariskan pada adiknya, Bardiya. Nama Kambisus disebut dalam Inskripsi Behistun yang dibuat oleh Darius Agung.
Nama
Asal nama Kambisus masih diperdebatkan. Sebagian menyebutkan bahwa nama itu berasal dari bahasa Elam, sedangkan yang lain mengaitkannya dengan Kamboja, bangsa Iran yang mendiami kawasan barat laut India.[3]
Latar belakang
Kambisus II adalah putra tertua Koresy Agung. Terdapat perbedaan pendapat mengenai ibu Kambisus. Pendapat paling masyhur menyebutkan bahwa ibu Kambisus adalah Kassandana, sedangkan menurut Ktesias, ibunya adalah Amitis, putri Raja Astyages. Namun menurut ahli Iran, Muhammad Dandamayev, pernyataan Ktesias tidak dapat dipercaya.[3]
Kambisus memiliki adik laki-laki, Bardiya, dan tiga saudari: Artastuna, Atosa, dan Roxane.[4] Kakek Kambisus II dari pihak ayah adalah Kambisus I, Raja Persia yang berkuasa pada 600 sampai 559 SM.[3] Keluarganya merupakan keturunan dari garis para raja bawahan Media yang berkuasa atas suku-suku Persia yang berada di kawasan Iran selatan. Koresy Agung kemudian menaklukkan Media dan menjadi Raja Persia pertama yang menyatukan kawasan Iran dan sekitarnya, sehingga negaranya juga disebut Kekaisaran Persia Pertama. Atas dasar ini, masyarakat di luar Iran kerap menyamakan antara Iran dan Persia. Negaranya juga disebut Kekaisaran Akhemeniyah oleh sejarawan, dinamai dari Akhaimenes yang merupakan leluhur Koresy menurut sebagian pendapat.
Awal kehidupan
Pada bulan April 538 SM, Kambisus diangkat oleh Koresy sebagai gubernur bagian utara Babilonia, termasuk di dalamnya kota Babilon, sedangkan bagian tengah dan selatan tetap diawasi langsung oleh Koresy dan para pejabatnya. Sebelum pengangkatannya, Kambisus telah mengambil bagian dalam ritual untuk raja di festival Tahun Baru pada 27 Maret 538 SM dan dia menerima tongkat kerajaan di Esagila, sebuah kuil yang dipersembahkan untuk dewa Marduk. Namun, jabatan gubernurnya hanya berlangsung sembilan bulan setelah Koresy memberhentikannya pada Desember 538 SM karena alasan yang tidak diketahui. Setelah pemberhentiannya, sebagian besar waktu Kambisus dihabiskan untuk tinggal di kota Babilon dan Zimbir.[3]
Menurut catatan Babilonia, Koresy dan Kambisus menyandang gelar "Raja Babilonia, Raja Negeri-Negeri" pada 538/7 SM, menunjukkan bahwa Koresy telah menunjuknya sebagai rekan penguasanya beberapa tahun sebelum kampanyenya melawan Massagetae.[3][5] Putra bungsu Koresy, Bardiya, diberikan kekuasaannya sendiri di Asia Tengah dan dibebaskan dari membayar upeti.[6] Kambisus dilaporkan ikut serta dalam ekspedisi melawan Massagetae, tetapi karena menjadi pewaris takhta, dia dikirim kembali ke Persia.[3] Setelah Koresy mangkat, Kambisus membawa jenazah ayahnya tersebut ke Pasargadae di Persis, tempat dia dimakamkan di sebuah makam yang telah disiapkan untuknya sebelumnya.[6]
Kampanye militer
Mesir
Kenaikan takhta Kambisus cenderung lancar.[6] Memerintah kekaisaran luas yang berusia muda, Kambisus tidak hanya mempertahankan kewenangannya atas tanah yang ditaklukkan, tetapi juga memperluas kekuasaannya atas Mesir, kekuatan penting terakhir di Timur Dekat. Menurut ahli Iran asal Perancis, Pierre Briant, "Hal ini harusnya tidak dilihat sebagai keinginan yang agak irasional dan tidak terkendali untuk mengambil alih seluruh dunia yang berpenghuni."[7] Sebaliknya, rencana Kambisus sebenarnya sudah direncanakan oleh ayahnya yang ingin menyatukan Babilonia dengan tanah Trans-Efrat (wilayah yang terbentang dari Posideium (Ras al-Bassit) hingga Mesir).[8] Dengan demikian, penaklukan Mesir dipandang sebagai sebuah keharusan.
Firaun Mesir saat ini adalah Amasis II yang telah memerintah sejak 570.[7] Sekutunya, Polikrates, seorang penguasa Yunani di Samos, menimbulkan ancaman yang cukup besar bagi Akhemeniyah dan telah meluncurkan beberapa serangan.[9] Namun, Polikrates akhirnya meninggalkan sekutu Mesirnya, dan mengulurkan tangan pada Kambisus, yang rencananya dia ketahui dengan baik.[7] Perubahan persekutuan yang tiba-tiba tidak diragukan lagi karena kedudukannya yang tidak nyaman, dengan pihak Sparta meningkatkan kekuatan untuk melawannya, dan meningkatnya permusuhan dari beberapa bangsawan Samian yang lebih memilih bekerja sama dengan Mesir. Mantan sekutu Amasis II lainnya, Phanes dari Halikarnasos yang merupakan pemimpin militer Karia juga bergabung dengan Kambisus setelah melarikan diri dari pembunuh yang dikirim oleh Amasis II.[10] Kambisus, sebelum memulai penyerangan ke Mesir, telah merebut Siprus dari Amasis II, yang dilaporkan merupakan pukulan telak bagi Amasis II.[7]
Pada 526 SM, Amasis II mangkat dan melemahkan kedudukan Mesir. Takhta Mesir sendiri diwariskan pada putranya, Psamtik III.[9] Sementara itu, Kambisus telah membuat persiapan penting untuk pasukannya dengan meletakkan dasar untuk angkatan laut Iran, yang sangat penting untuk menaklukkan Mesir. Angkatan laut diciptakan oleh orang-orang dan peralatan dari Fenisia dan Asia Kecil. Selama perjalanannya ke Mesir, Kambisus membuat perjanjian dengan bangsa Arab yang menguasai daerah gurun antara Gaza dan perbatasan Mesir. Perjanjian ini memberi Kambisus cukup air untuk tiba di Sungai Nil.[10] Hal ini juga membuka jalan bagi Kambisus untuk memperluas kekuasaannya atas kawasan antara Mesir dan Persia, termasuk Gaza, wilayah komersial terkemuka yang menyamai Sardis di Lydia. Wilayah itu menjadi markas ekspedisi Iran ke Mesir.[11]
Pada 525 SM, Kambisus akhirnya menyerang Mesir; pada musim semi tahun yang sama, pasukan Iran dan Mesir bentrok di Pelusium, dan pihak Iran muncul sebagai pemenang.[3] Pasukan Kambisus segera mengepung Memphis, tempat Psamtik III dan anak buahnya membentengi diri. Meskipun ada perlawanan yang cukup besar dari Firaun, Kambisus merebut Memphis dan mendirikan garnisun Iran-Mesir di tempat tersebut. Lamanya pengepungan tidak disebutkan oleh sejarawan Yunani abad ke-5 SM, Herodotos.[12] Terlepas dari itu, seluruh Mesir berada di bawah kekuasaan Iran pada musim panas.[3] Dalam daftar penguasa Mesir Kuno, firaun dari Dinasti Akhemeniyah sejak Kambisus II sampai Darius II dikelompokkan oleh sejarawan sebagai Dinasti ke-27.
Penduduk Libya, dan juga bangsa Yunani di Kirene dan Barqa, dengan rela mengakui kekuasaan Kambisus dan mengirimkan persembahan kepada Kambisus sebagai bukti ketundukan.[12][3] Untuk menunjukkan kemurahan hatinya, Kambisus meminta janda Yunani dari Amasis II kembali ke Kirene.[12] Kambisus awalnya bermaksud untuk melakukan ekspedisi melawan bangsa Fenisia di Kartago, tetapi akhirnya dibatalkan karena keengganan rakyat Fenisia bawahannya untuk berperang melawan bangsa mereka sendiri.[12] Di selatan, Kambisus mengikuti kebijakan yang sama dari firaun terakhir untuk mengawasi Kerajaan Kush, dan mendirikan garnisun di Elefantin.[13]
Sesuai dengan adat tradisional kerajaan Mesir, Kambisus menyandang gelar "Raja Mesir Hulu dan Hilir" dan "keturunan (para dewa) Ra, Horus, Osiris," yang digunakan oleh para Firaun Mesir sebelumnya. Kambisus menggunakan propaganda untuk menunjukkan penaklukan Mesirnya sebagai penyatuan yang sah dengan orang Mesir asli, dan bahwa dia sendiri keturunan Mesir, mengaku sebagai putra Putri Nitetis, putri Firaun Hofra. Di Sais, Kambisus sendiri dimahkotai di kuil dewi Neith di bawah ritual keagamaan, tempatnya melakukan pengorbanan kepada dewa Mesir.[3]
Ethiopia
Menurut Herodotos, penyerangan Kambisus melawan Amnion dan Ethiopia berakhir dengan bencana besar.[14] Dia menyatakan bahwa alasan di balik kekalahan ini adalah "kegilaan" dari Kambisus yang "langsung memulai pawai melawan Ethiopia, tanpa perintah apapun untuk penyediaan perbekalan, dan tanpa sejenak mempertimbangkan kenyataan bahwa dia akan membawa anak buahnya sampai ke ujung bumi." Namun, menurut Briant, "prasangka yang disengaja terhadap Kambisus menimbulkan keraguan tentang keakuratan versi Herodotos."[14] Pernyataan Herodotos dibantah oleh sumber lain yang tidak menyebutkan bencana yang menimpa pasukannya, meskipun beberapa hambatan kampanye mungkin memaksa Kambisus untuk mundur. Bukti arkeologis menunjukkan bahwa Akhemeniyah memanfaatkan benteng Dorginarti (selatan Buhen) sepanjang sejarah mereka.[14]
Kebijakan
Agama
Menurut sejarawan kuno, pemerintahan Kambisus di Mesir ditandai dengan kebrutalan, penjarahan kuil, penghinaan dewa lokal, dan penodaan makam kerajaan.[3] Sejarawan seperti Herodotos menekankan pada dugaan pembunuhan Kambisus atas banteng suci Mesir Apis.[3][15] Namun, tidak ada penjarahan terhadap kuil yang dilaporkan oleh sumber Mesir kontemporer.[3] Selain itu, Kambisus dikatakan telah memerintahkan penguburan Apis di sarkofagus.[3][16] Penerus Apis mati pada 518 SM, empat tahun setelah Kambisus meninggal.[3]
Epitaf Apis yang dikebumikan pada 524 SM menyatakan bahwa Kambisus membuat monumen untuk Apis-Osiris dan ikut serta dalam upacara pelestarian dan penguburannya, dengan demikian menyanggah dugaan pembunuhan Kambisus terhadap Apis, dan menurut Briant, membuktikan bahwa Herodotos menuliskan laporan palsu.[15] Sumber serupa lainnya juga menyebutkan perlakuan hati-hati Kambisus terhadap budaya dan agama Mesir.[16]Menurut Kronik Demotik Mesir, Kambisus menurunkan pendapatan besar yang diterima kuil Mesir dari firaun Mesir. Hanya tiga kuil utama yang diberi izin untuk mempertahankan semua haknya.[3] Hal ini menyebabkan para pendeta Mesir kehilangan hak untuk menyebarkan cerita palsu tentang Kambisus.[3][17] Masalah dengan kuil berasal dari firaun sebelumnya, yang juga mencoba untuk mengurangi kewenangan ekonomi kuil. Masalah ini akan terus berlanjut sepanjang sejarah Mesir kuno.[18] Seperti Koresy di Babilonia, Kambisus mengizinkan bangsawan Mesir untuk mempertahankan kekuasaan mereka.[16]
Administrasi
Meskipun sistem perpajakan telah ada pada masa pemerintahan Koresy dan Kambisus, itu bukanlah sistem yang sistematis, dan dengan demikian rakyat diwajibkan untuk memberikan hadiah, atau membayar pajak.[19] Seperti di bawah kepemimpinan ayahnya, para satrap Kambisus semuanya adalah orang Persia: Gubaru di Babilonia-Trans-Eufrat, Aryavanda di Mesir, Arvita di Sardis, Mitrobates di Daskileion, Dadarsi di Baktria, dan Vivana di Harauvati (Arachosia). Demikian pula, bendahara kekaisaran di Babilonia, Mithradata, juga berasal dari keluarga Persia. Memang, rombongan Kambisus di Mesir hanya terdiri dari orang-orang Persia.[20] Yang paling menonjol dari orang Persia ini adalah kerabat raja itu sendiri, seperti sepupunya Darius, yang menduduki jabatan tinggi di bawah Koresy dan Kambisus, melayani sebagai pembawa tombak di bawah pemerintahannya.[21] Ayah Darius, Histaspa, menjabat sebagai gubernur Parthia dan Varkana, atau setidaknya memegang peran penting di sana. Kantor penting yang berpusat di sekitar raja juga ditempati oleh orang-orang Persia, seperti dalam kasus Prexaspes yang menjabat sebagai "pembawa pesan" dari Kambisus, dan Sisamnes, hakim kerajaan yang kemudian dihukum mati oleh Kambisus.[20]
Pribadi
Menurut Herodotos, Kambisus diberi label "lalim" oleh pihak Persia karena "setengah gila, kejam, dan kurang ajar". Namun, ini adalah bagian dari propaganda Persia dan Mesir yang digunakan untuk melawan Kambises lantaran kecenderungannya untuk penguatan kewenangannya sendiri, sehingga bangsawan suku Persia bersikap bermusuhan terhadapnya.[3]
Menurut Herodotos, Kambisus diduga menikah dengan dua saudarinya, Atosa dan Roxane.[3][22] Ini dipandang sebagai tindakan ilegal. Namun, Herodotos sendiri juga menyatakan bahwa Kambisus menikahi putri Utana (Otanes), Phaidyme, sementara Ktesias menyebut Roxane sebagai istri Kambisus, tetapi dia tidak disebutkan sebagai saudarinya.[22] Di Akhemeniyah Persia, perkawinan antar anggota keluarga, seperti saudara tiri, keponakan, dan sepupu terjadi, tetapi hal itu tidak dipandang sebagai inses. Sumber Yunani menyatakan bahwa diduga pernikahan antar saudara atau ayah dan anak terjadi di dalam keluarga kerajaan, tetapi tetap bermasalah untuk mengukur keakuratannya.
Dakwaan pada Kambisus melakukan inses disebutkan sebagai bagian untuk menunjukkan "kegilaan dan kesombongan"-nya. Semua laporan ini berasal dari sumber Mesir yang sama yang menentang Kambisus, dan beberapa "kejahatan" ini, seperti pembunuhan banteng Apis, telah dipastikan palsu, sehingga laporan tentang tindakan inses Kambisus menjadi dipertanyakan kebenarannya.[22]
Kematian
Pada musim semi 522 SM, Kambisus segera meninggalkan Mesir untuk menghadapi pemberontakan di Persia. [23] Sebelum meninggalkan negara itu, dia menunjuk Aryavanda sebagai satrap atas Mesir.
Namun Kambises meninggal tak lama kemudian dalam keadaan yang diperdebatkan. Secara umum, ketika Kambises sedang dalam perjalanan di Syria (Eber-Nari), dia menerima luka di paha, yang segera terkena gangren. [23] Kambisus meninggal tiga pekan kemudian (pada bulan Juli) di sebuah lokasi bernama Agbatana, yang kemungkinan besar adalah kota modern Hama. Ia meninggal tanpa anak[3] dan takhta Iran diwariskan oleh adik laki-lakinya, Bardiya.[23] Herodotos dan Ktesias menganggap kematiannya disebabkan oleh kecelakaan. Ktesias menulis bahwa Kambises putus asa karena kehilangan anggota keluarga sehingga menikam dirinya di paha saat bekerja dengan sebatang kayu dan meninggal sebelas hari kemudian karena luka itu. Herodotos menyebutkan bahwa saat menunggang kudanya, ujung sarung Kambises patah sehingga pedangnya menembus pahanya. Beberapa sejarawan modern menduga bahwa Kambisus dibunuh, baik oleh Darius sebagai langkah pertama untuk merebut kekaisaran untuk dirinya sendiri, atau oleh pendukung Bardiya.[24]
^Akbarzadeh, D. (2006). The Behistun Inscriptions (Old Persian Texts) (dalam bahasa Persia). Khaneye-Farhikhtagan-e Honarhaye Sonati. hlm. 59. ISBN964-8499-05-5.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
^Kent, Ronald Grubb (1384 kalender Iran (AP)). Old Persian: Grammar, Text, Glossary (dalam bahasa Persia). diterjemahkan ke dalam bahasa Persia oleh S. Oryan. hlm. 395. ISBN964-421-045-X.Periksa nilai tanggal di: |year= (bantuan)
Brosius, Maria (2000). "Women i. In Pre-Islamic Persia". Archived copy. Encyclopaedia Iranica, Vol. London et al. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-03-13. Diakses tanggal 2019-09-21.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Dandamayev, Muhammad A. (1990). "Cambyses II". Encyclopaedia Iranica, Vol. IV, Fasc. 7. hlm. 726β729.