Batalyon Infanteri Para Raider 503/Mayangkara atau yang disebut Yonif Para Raider 503/Mayangkara merupakan Pasukan tempur yang sebelumnya hanya memiliki spesifikasi operasional di segala medan dan cuaca (Linud) itu, kini telah mahir dalam operasi penyergapan teroris (Raider). Nama kesatuan Yonif Linud 503/Mayangkara pun resmi diganti menjadi Yonif Para Raider 503/Mayangkara. Pasukan ini memiliki kemampuan operasional di segala medan dan cuaca. Baik di perkotaan, hutan gunung, sungai, rawa, laut, dan pantai. Dengan latihan ini kemampuan mereka ditambahi dengan kemampuan Raider.[1] Batalyon tersebut merupakan bagian dari satuan jajaran Brigif Para Raider 18/trisula, Divisi Infanteri 2/Kostrad yang berlokasi di KecamatanMojosari, Mojokerto, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Sebagai pasukan lintas udara yang juga merupakan bagian dari PPRC TNI (Pasukan Pemukul Reaksi Cepat TNI). Danyonif Para Raider 503 Mayangkara Letkol Inf Gurbasa Samosir Dan Wadan Yonif Para Raider 503 Mayangkara Mayor Inf Ahmad M.Assegaf
Sejarah
Cikal bakal batalyon ini adalah pemuda-pemuda yang sebagian besar dari kampung Kedondong, Surabaya di bawah pimpinan Djarot Subiantoro mantan tokoh Jibaku Tai pada awal kemerdekaan. Setelah disusun menjadi Batalyon, pasukan ini bernama Batalyon BPRI dan berkedudukan di Gubeng. Pasca peristiwa 10 November 1945, Batalyon BPRI mundur ke Sepanjang, Krian, Sidoarjo dan akhirnya mempertahankan Desa Perning, Kecamatan Jetis, Mojokerto, Kabupaten Mojokerto.[2]
Pada tanggal 9 Desember1945, Kompi Sriwijaya yang anggotanya berasal dari bekas Heiho di bawah pimpinan Kapten Jansen Rambe bergabung dengan Batalyon BPRI, dan diresmikan menjadi Batalyon IX dengan komandan tetap Mayor Djarot Subiantoro. Batalyon IX bergabung ke Resimen XXXII Pimpinan Letkol Kretarto, kemudian markas Batalyon berpindah ke Desa Mantup, Kecamatan Mantup, Lamongan. Batalyon ini mempunyai tanggung jawab Sektor Surabaya Barat, meliputi batas desa Benjeng sampai batas Selatan desa Kupang Kemlagi, Mojokerto.
Dalam perkembangannya, Batalyon Djarot mengalami beberapa kali perubahan nama dan dislokasi sesuai dengan tuntutan perkembangan situasi pertahanan dan keamanan Negara. Sampai suatu saat berdasarkan Skep Kasad no 235/Kasad/Pnt/1950 tanggal 27 Oktober1950 dan Instruksi Panglima Divisi I nomor 66/BS.D.IV.I/1951 tanggal 7 Desember1951 lokasi Batalyon yang semula bertuliskan “Djarot” dan badge kuda putih Mayangkara diganti dengan emblem “Brawijaya” dan menjadi Batalyon Infanteri 503 di bawah komando Kodam VIII/Brawijaya. Perkembangan situasi berikutnya membawa perubahan yang cukup signifikan. Berdasarkan Skep Kasad no Skep/277/XII/1975 tanggal 10 Desember1975 Yonif 503 masuk organik Kostrad, yang selanjutnya ditindaklanjuti oleh perintah Pangkostrad no Sprin/240/III/1975 tanggal 9 Maret1977, batalyon tersebut masuk ke jajaran Brigif Linud 18/Trisula, sehingga secara resmi berganti nama menjadi Batalyon Infanteri Lintas Udara 503/Mayangkara.
Latar Belakang
Dari awal terbentuknya Yonif Linud 503/MK,tidak langsung menetap pada satu tempat saja melainkan berpindah – pindah tempat.Hal ini dikarenakan pada saat itu masih dalam situasi perang dan taktik yang digunakan adalah taktik perang gerilya.Kondisi semacam itu dirasakan oleh Batalyon pimpinan Pak Djarot hampir berpuluh – puluh tahun yang akhirnya menetap di desa Mojosulur, Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto yang dahulunya merupakan bekas Asrama Yonif 516 Kodam V/Brawijaya.[3]
Selama berdirinya, Batalyon yang bersimbol Kuda Putih ini sudah pernah melaksanakan penugasan baik di dalam maupun di luar negeri.Untuk penugasan di dalam negeri, Yonif Linud 503/MK cukup mempunyai nama, baik itu penugasan pertempuran maupun penugasan pengamanan objek vital.Penugasan di luar negeri, meliputi penugasan ke Mesir yang pada saat itu tergabung dalam kontingen Garuda serta penugasan ke Kamboja.
Dari rangkaian peristiwa – peristiwa diatas, Yonif Linud 503 /MK tidak bisa dipandang sebelah mata dalam pengabdiannya kepada Negara Kesatuan Rebuplik Indonesia tercinta ini.Pengorbanan baik jiwa maupun raga sudah tidak terhitung di dalam mengawal negeri ini. Sehingga dengan ditulisnya Buku sejarah satuan Yonif Linud 503/MK bisa dijadikan pedoman bagi warga Yonif Linud 503 / MK pada Khususnya, serta seluruh anggota TNI AD dalam pengabdian kepada Negara Kesatuan Rebuplik Indonesia.
Pada permulaan perjuangan fisik pemuda-pemuda dari sebagian besar kampung Kedondong dan Surabaya telah tergabung dalam satu kesatuan di bawah pimpinan Djarot Subiantoro mantan tokoh Jibaku Tai, setelah disusun menjadi Batalyon, pasukan ini berada di Gubeng dan bernama Batalyon BPRI, dengan didudukinya kota Surabaya oleh musuh, maka Kesatuan mundur ke sepanjang, Krian dan akhirnya mempertahankan Ds. Perning Kec. Jetis Kab. Mojokerto.
Kompi Sriwijaya yang anggota-anggotanya berasal dari bekas Heiho di bawah pimpinan Kapten Jansen Rambe bergabung dengan Batalyon Djarot pada tanggal 9 Desember 1945 (Hari Jadi Yonif Linud 503). Kesatuan diresmikan menjadi Batalyon IX dipimpin oleh Mayor Djarot Subiantoro, selanjutnya bergabung ke Resimen XXXII pimpinan Letkol Kristanto kemudian Komandan Batalyon berpindah dan menempati Desa Mantup Kecamatan Mantup. Sektor Surabaya Barat menjadi tanggung jawab meliputi batas desa Banjeng sampai batas Selatan desa Kupang Kemlagi Mojokerto sebelum daerah diserahkan kepada Batalyon IX, beberapa pasukan yang pernah bertugas antara lain dari Pasukan Hizbullah, Pasukan Pesindo, Kompi Macan Kera di bawah pimpinan Kapten Sampurno, Kompi Matosin dan sepasukan Penggempur Dalam (PD) dipimpin oleh Sriyono.
Kondisi Saat Itu
Setelah pembentukan dan perang Kemerdekaan pertama sesuai dengan perkembangan situasi perlawanan terhadap musuh, Panglima Divisi membagi-bagi tanggung jawab ke daerah operasi kepada kesatuan-kesatuan di Jawa Timur. Batalyon DJAROT dipindahkan ke daerah Perning, Jetis ke daerah operasi yang baru untuk menguasai garis pertahanan mulai dari Mojokerto sampai dengan Cerme (Surabaya Utara) dengan tanggung jawab sampai pantai Utara Jawa Timur.
Pada permulaan berdirinya Batalyon Djarot, susunan organisasi terdiri dari:
Komandan batalyon: Mayor Djarot Subiantoro.
Ajudan: Pembantu Letnan S. Harmadi
Komandan Kompi I: Kapten Mohamad Hasan
Komandan Kompi II: Kapten A. Loter
Komandan Kompi III: Kapten Wieyo Hudiyono
Komandan Kompi IV: Kapten Jansen Rambe
Komandan Kompi V: Kapten Saleh
Karena anggota Kompi V lama tidak dapat dikumpulkan akhirnya dikeluarkan dari Batalyon Djarot. Dengan dimasukkannya satu Kompi dari Pare, Kediri pimpinan Kapten Wirdjohoediono, jadi Batalyon tetap 5 Kompi, dan penyusunan Batalyon Djarot tidak mengganggu pelaksanaan operasi, serangan-serangan tetap dilaksanakan dan dilancarkan ke pertahanan tentara Sekutu dan sering mendapat hasil diantaranya pada tanggal 2 Januari 1946 serangan yang dilancarkan Batalyon DJAROT terhadap pertahanan tentara Sekutu di sektor Bambe (antara Sepanjang dan Menganti) dapat membunuh tentara Inggris dan Gurkha sebanyak 60 orang, merampas senjata dan merebut serta menduduki pertahanan musuh. Serangan terhadap pertahanan musuh di sektor Cerme, Gresik (antara Benjeng dan Menganti) setelah pertempuran selama empat jam dapat merebut dan menduduki kubu musuh.
Tidak luput juga selain melaksanakan serangan terhadap pertahanan musuh, sering juga pertahanan Batalyon DJAROT dapat serangan dari tentara musuh tetapi tidak pernah berhasil, akibat serangan Batalyon DJAROT yang berhasil menduduki pertahanan musuh di sektor Benjeng, tentara Inggris mengerahkan kekuatan besar-besaran lebih dari 1(satu) Resimen merebut kembali pertahanannya. Dalam pertempuran yang sengit ini biarpun kita menderita beberapa orang korban, pertahanan Batalyon DJAROT tidak dapat di tembus musuh dan tentara Inggris mundur ke Surabaya.
Pada tanggal 25 Januari1946 perubahan nama TKR menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia) menambah semangat perjuangan. Dengan pertimbangan mempersatukan pola dasar berpikir para pimpinan bawahan dalam mengendalikan anak buah, Komandan Batalyon Mayor Djarot membentuk suatu persatuan diantaranya para perwiranya. Pada tanggal 1 Februari1946 dibentuklah Officers Corps (Ikatan Perwira) disaksikan oleh Kepala Staf Divisi VI Letnan Kolonel IBNOE SOEBROTO, sejak itulah tindakan Kesatuan dalam mencapai tujuan perjuangan kemerdekaan dapat tercapai dengan baik, dan menjadi ciri-ciri khas dari Batalyon III Djarot. Officers Corps dari Batalyon III DJAROT menjadi contoh dan ditiru oleh kesatuan-kesatuan lain di Jawa Timur, bahkan berkembang ke seluruh TNI-AD dengan nama CORPS PERWIRA.
Setelah pembentukan dan perang Kemerdekaan pertama sesuai dengan perkembangan situasi perlawanan terhadap musuh, Panglima Divisi membagi-bagi tanggung jawab ke daerah operasi kepada kesatuan-kesatuan di Jawa Timur. Batalyon DJAROT dipindahkan ke daerah Perning, Jetis, Mojokerto ke daerah operasi yang baru untuk menguasai garis pertahanan mulai dari Mojokerto sampai dengan Cerme, Gresik (Surabaya Utara) dengan tanggung jawab sampai Pantai Utara Jawa Timur.
Organik Kostrad
Berdasarkan surat perintah Panglima Kostrad nomor Sprin/240/III/ 1975 tanggal 9 Maret 1977 Batalyon Infanteri 503 masuk organiK Brigif Linud 18/Trisula Kostrad lokasi dan emblemnya Brwijaya diganti dengan emblem Kostrad dan angka 503 di lengan baju kiri dan emblem Trisula di lengan baju kanan dengan Tunggul Batalyon “Amrabhawa Yudha”.
Berdasarkan surat keputusan Kasad nomor Skep/489/IX/1987 tanggal 5 September 1987 tunggul Batalyon Infanteri Lintas Udara 503 “AMRABHAWA YUDHA” diganti dengan tunggul “MAYANGKARA”.
Pembentukan Yonif Para Raider 503
Pada tanggal 13 September2015Panglima Divisi Infanteri 2/Kostrad, Mayjen TNI Ganip Warsito yang memimpin upacara penutupan latihan mengatakan, latihan yang berlangsung selama 84 hari itu untuk meningkatkan kemampuan tempur Yonif Linud 503/Mayangkara yang bermarkas di KecamatanMojosari, Mojokerto. Materi latihan dibagi dalam 3 tahap. Pertama, tahap basis yang berlangsung selama 8 minggu di Sidodadi, Malang, serta dua kali tahap latihan tempur yang berlangsung di Kompleks Taji dan Pantai Tamban, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. "Tahap basis meliputi materi taktik dan teknik pertempuran. Tahap ke dua di medan gunung dan hutan untuk mengaplikasikan materi yang sudah dipelajari dalam tahap basis. Tahap terakhir yang juga pengaplikasian tahap basis dilakukan di daerah rawa dan pantai.[4] Sebanyak 650 personel Pasukan tempur yang sebelumnya hanya memiliki spesifikasi operasional di segala medan dan cuaca (Linud) itu, kini telah mahir dalam operasi penyergapan teroris (Raider). Nama kesatuan Yonif Linud 503/Mayangkara pun resmi diganti menjadi Yonif Para Raider 503/Mayangkara.
"Pasukan ini memiliki kemampuan operasional di segala medan dan cuaca. Baik di perkotaan, hutan gunung, sungai, rawa, laut, dan pantai. Dengan latihan ini kemampuan mereka ditambahi dengan kemampuan Raider.[5]
Daftar Komandan Yonif PR 503 Mayangkara Dari Masa Ke Masa