Pada abad ke-18, banyak masyarakat Minangkabau yang bermigrasi ke kota ini. Mereka mengembangkan perdagangan lada dan mengundang orang-orang Inggris untuk berdagang disini. Salah seorang saudagar Minang yang mengembangkan perdagangan lada adalah Datuk Makhudum Sati, yang merupakan kakek dari pahlawan nasional Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien.[2]
Pada tahun 1877, Belanda mendirikan pos militer di Meulaboh.[3] Setelah Belanda menguasai Aceh, Meulaboh menjadi tempat kedudukan asisten residen yang membawahi afdeeling pantai barat Aceh.[4]
Setelah masa kemerdekaan, kota ini menjadi ibu kota Kabupaten Aceh Barat yang merupakan bagian dari Provinsi Aceh. Di tahun 2004, Meulaboh merupakan salah satu kawasan terparah akibat bencana tsunami yang dipicu oleh gempa bumi di Samudera Hindia.
Silsilah Raja Meulaboh
Raja-raja yang pernah bertahta di Kaway XVI hanya dapat dilacak dari Teuku Tjik Pho Rahman, yang kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama Teuku Tjik Masaid, yang kemudian diganti oleh anaknya lagi yang bernama Teuku Tjik Ali.
Setelah masa jabatan Teuku Tjik Ali selesai, kemudian digantikan oleh anaknya Teuku Tjik Abah dan setelah itu diganti oleh Teuku Tjik Manso yang memiliki tiga orang anak yang menjadi Raja Meulaboh bernama Teuku Tjik Raja Nagor.[5]
Iklim
Meulaboh memiliki iklim hutan hujan tropis (Af) dengan curah hujan lebat hingga sangat lebat sepanjang tahun.
Kecamatan dan gampong yang masuk ke wilayah Meulaboh,Kota Meulaboh terdiri dari 12 kecamatan, 123 gampong. Pada tahun 2021, jumlah penduduknya mencapai 34.828 jiwa dengan luas wilayah 60,36 km² km² dan sebaran penduduk 42 jiwa/km².[7][8] adalah sebagai berikut: