Batalyon Infanteri 743/Pradnya Samapta Yudha |
---|
Dibentuk | 19 Maret 1965 |
---|
Negara | Indonesia |
---|
Cabang | Infanteri |
---|
Tipe unit | Satuan Tempur |
---|
Peran | Pasukan Senapan |
---|
Bagian dari | Brigif 21/Komodo |
---|
Markas | Kupang, Nusa Tenggara Timur |
---|
Julukan | Yonif 743/PSY |
---|
Moto | Pradnya Samapta Yudha |
---|
Baret | Hijau |
---|
Ulang tahun | 19 Maret |
---|
Batalyon Infanteri 743/Pradnya Samapta Yudha atau Yonif 743/Pradnya Samapta Yudha adalah Batalyon Infanteri yang berada di bawah Komando Brigif 21/Komodo, Kodam IX/Udayana. Yonif ini berdiri pada 19 Maret 1965. Markas Batalyon berada di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Yonif 743/PSY memiliki empat kompi masing-masing Kompi A dan B di Naibonat, Kabupaten Kupang, Kompi C di Ende dan Kompi D di Waingapu, Kabupaten Sumba Timur.[1]
Sejarah
Pembentukan Yonif 743/PSY hingga seperti sekarang ini mengalami beberapa kali perubahan. Dimulai dari tahun 1950 dengan nama Batalyon Infanteri 706 Organik Kopas C Sunda Kecil. Dua tahun kemudian, Yonif 706 Kopas C direorganisir menjadi Batalyon Infanteri 706 ROI-6/VII. Enam tahun setelah itu (1958) diubah lagi menjadi Yonif 712 ROI II /RI-26, di bawah pimpinan Kapten Inf JD.Fa’ah sebagai Komandan Batalyon. Selanjutnya pada 19 Maret 1965, Yonif 712 ROI II/RI-26 diresmikan menjadi Yonif 743 ROI-64, dengan markas berada di NTT. Tahun 1974 Yonif 743 ROI-64 menjadi Yonif 743/BS, dan pada 11 Desember 1985 satuan ini direorganisasi kembali, dari Batalyon Infanteri 743/BS menjadi Batalyon Infanteri Teritorial 743/Pradnya Samapta Yudha, yang berada di bawah Korem 161/Wirasakti. Akhirnya, pada tahun 2010, Yonif 743/PSY beralih kodal dari Korem 161/WS menjadi Yonif di bawah Brigif 21/Komodo,
hingga sekarang. Sepak terjang satuan ini dalam tugas operasi militer, berawal sejak tahun 1950 menghadapi pemberontak Republik Maluku Selatan (RMS), kemudian penumpasan pasukan DI/TII di Sulawesi Selatan (Sulsel) 1953, terus berlanjut hingga operasi penumpasan G30S/PKI 1965, yang semua itu berlangsung pada era Orde lama (Orla). Sedangkan selama masa pemerintahan Orde baru (Orba), Yonif 743 telah terlibat dalam berbagai penugasan operasi militer, yang dimulai dengan tugas operasi pemulihan keamanan di wilayah Irian Barat pada tahun 1968. Geografi s Provinsi NTT yang ber batasan langsung dengan Provinsi Timor Timur (Tim-Tim) yang tengah bergolak, menimbulkan konsekuensi berupa tugas yang amat berat, yang harus dipikul oleh para prajurit Pradnya Samapta Yudha. Pada suatu Operasi militer di Bulan Desember 1975 yang dipimpin langsung oleh Komandan Batalyon (Danyon)
Mayor Inf Sukrisno, lima prajurit Yonif 743/PSY gugur sebagai kesuma bangsa. Mereka adalah Pelda M. Lagawurin, Serma Matheus Mado, Kopda Paulus Bere Mau, Kopda Markus Loe, dan Prada I Wayan Rusmadi. Menurut catatan sejarah Yonif 743/PSY, satu tahun kemudian (1976) tiga orang prajurit kembali gugur dalam tugas operasi di Tim-Tim, yaitu Letda Inf Mukri Alwi, Kopda Nathan Pasu, dan Pratu Yahya M. Ali, 24 tahun kemudian, dua orang prajurit harus kehilangan nyawa demi menjaga Ibu Pertiwi di Tanah Timor, yakni Capa Yeskial Braste dan Kopda Wagiman.[2]
Profil
Berbagai operasi militer telah dijalani. Sejak Orde Lama (Orla), pasukan Infanteri 743 Kupang ini telah menunjukkan pengabdiannya kepada negara. Operasi penumpasan kaum pemberontak Republik Maluku Selatan (RMS) 1950 menjadi awal tonggak peransertanya. Kemudian penumpasan pasukan DI/TII di Sulsel tahun 1953 yang terus berlanjut hingga operasi penumpasan pemberontakan G30S/PKI tahun 1965. Sedangkan selama masa pemerintahan Orde Baru (Orba) pasukan Infanteri 743 Kupang yang tergabung dalam tugas Udayana membantu operasi pemulihan keamanan Irian Barat tahun 1968. Geografis Provinsi NTT yang berbatasan langsung dengan Provinsi Timtim yang tengah bergolak—tugas amat berat dipikul Batalyon Infanteri 743 Kupang. Dalam suatu operasi di bulan Desember 1975, yang dipimpin Danyon Mayor Inf. Sukrisno, lima personel batalyon gugur dalam tugas negara itu. Mereka adalah Pelda M. Lagawurin, Serma Matheus Mado, Kopda Paulus Bere Mau, Kopda Markus Loe dan Prada I Wayan Rusmadi. Sedangkan menurut cacatan sejarah Batalyon Infanteri 743, personel yang gugur selama Operasi Seroja sejak tanggal 31-12-1967 sampai 16-5-1977 sebanyak delapan orang.
Markas Peninggalan Kolonial Belanda
Markas/Kesatrian/Pangkalan Yonif 743/PSY, khususnya Markas Komando Batalyon (Makoyon) dan Kompi Markas (Kima) yang berada di ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kupang, menempati bangunan peninggalan kolonial Belanda, yang didirikan pada tahun 1683 oleh Jendral Van Der Broeck. Menurut cerita, tempat itu sebelumnya digunakan Belanda sebagai markas militer untuk menempatkan logistik pasukannya, sekaligus sebagai kamp tawanan. Di area markas Yonif 743/PSY ini, selain terdapat prasasti juga ada gua atau lorong bawah tanah menuju laut, yang berada persis di belakang markas. Dari dulu hingga sekarang, markas satuan tempur TNI Angkatan Darat ini populer di masyarakat dengan sebutan “Asrama Benteng”.
Daftar Komandan
- Letkol Inf Waris Ari Nugroho, S.E., M.Si. (2007-2009)
- Letkol Inf Arman Dahlan, S.Ip., M.M. (2009-2010)
- Letkol Inf Suyitno, S.Ip. (2010-2011)
- Letkol Inf Djone Ricky Lumintang, S.Sos. (2011-2012)
- Letkol Inf Pinsensius Manik, S.Ip. (2012-2013)
- Letkol Inf Budi Prasetyo, S.Ip. (2013-2014)
- Letkol Inf Fierman Sjafirial Agustus, S.Ip. (2014-2015)
- Letkol Inf Agus Setiandar. (2015-2016)
- Letkol Inf Si Made Rai Edi Astawa, S.Sos., M.P.M. (2016-2018)
- Letkol Inf Putu Tangkas Wiratawan, S.Ip. (2018-2019)
- Letkol Inf Wiji Untoro. (2019-2020)
- Letkol Inf Andi Lulianto, S.Ip. (2020-2022)
- Letkol Inf Andri Karsa, S.Sos., M.Han. (2022-2024)
- Letkol Inf Hery Mujiono (2024-Sekarang)
Referensi