Doktrin ini menyatakan bahwa Yesus Kristus menjalankan tiga fungsi atau jabatan selama berkiprah di dunia, yakni fungsi nabi,[1] fungsi imam,[2] dan fungsi raja.[3]
Di dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, tindakan mengangkat seseorang menjadi nabi, imam, atau raja ditunaikan dengan melakukan pengurapan, yakni menuangkan minyak zaitun ke atas kepala yang bersangkutan. Istilah "Mesias" berarti "yang diurapi", dan dikaitkan dengan konsep tentang ketiga jabatan tersebut. Meskipun jabatan raja yang lebih sering dikaitkan dengan Mesias, peran Yesus sebagai imam, yang mencakup fungsi syafaat di hadapan Allah, juga menonjol di dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, dan dijelaskan secara tuntas di dalam bab 7 sampai bab 10 Surat kepada Orang Ibrani.
Di dalam kaya tulisnya Eusebius mengemukakan bahwa "kita pun sudah diberi tahu bahwa nabi-nabi tertentu menjadi semacam kristus-kristus melalui laku pengurapan, jadi semua ini merujuk kepada Kristus yang sejati, Firman samawi yang terwahyukan secara ilahi, yang adalah satu-satunya imam besar atas semua, dan satu-satunya raja segala makhluk, dan satu-satunya nabi tertinggi di atas segala nabi Sang Bapa."[4] Pada zaman Reformasi Protestan, konsep ini memainkan peran penting di dalam Kristologi Lutheran skolastis dan pemikiran para teolog Kalvinis seperti Yohanes Kalvin[5] maupun pemikiran John Wesley.[6]
Penjelasan tentang tiga jabatan Kristus di dalam Evangelical Dictionary of Theology (Kamus Teologi Injili) memuat klaim bahwa para teolog Kristen menganggap semua peran Kristus lainnya dapat digolongkan ke dalam salah satu dari ketiga fungsi tersebut.[7]
Selaku nabi, Kristus adalah penyambung lidah Allah, yang memperkatakan dan mengajarkan Firman Allah,[8] jauh lebih besar daripada semua nabi yang berbicara atas nama Allah dan menafsirkan kehendak Allah.[9] Nabi Perjanjian Lama menyampaikan amanat Allah kepada umat manusia. Kristus, selaku Sang Firman, Logos, adalah sumber wahyu.[10] Itulah sebabnya Yesus Kristus tidak pernah menggunakan frasa puitis "demikianlah firman Tuhan", yakni rumusan kalimat khas pewarta yang mengaitkan kata-kata nabi dengan Allah.[11]
Ayat-ayat Alkitab yang menyinggung kodrat kenabian Kristus antara lain adalah:
Yohanes 17:4 – "Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya."
Yohanes 14:24 – "Firman yang kamu dengar itu bukanlah dari pada-Ku, melainkan dari Bapa yang mengutus Aku."
Kisah Para Rasul 2:22 – "Hai orang-orang Israel, dengarlah perkataan ini: Yang aku maksudkan, ialah Yesus dari Nazaret, seorang yang telah ditentukan Allah dan yang dinyatakan kepadamu dengan kekuatan-kekuatan dan mujizat-mujizat dan tanda-tanda yang dilakukan oleh Allah dengan perantaraan Dia di tengah-tengah kamu, seperti yang kamu tahu."
Markus 6:4 – Maka Yesus berkata kepada mereka: "Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya."
Lukas 4:43 – Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Juga di kota-kota lain Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku diutus."
Beberapa riwayat di dalam Alkitab menyiratkan bahwa orang-orang sezaman Yesus menganggapnya seorang nabi:
Diriwayatkan di dalam Injil Lukas (Lukas 7:16) bahwa sesudah Yesus membangkitkan putra seorang janda, para saksi mata berkata: "Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita!"
Diriwayatkan di dalam injil yang sama (Lukas 24:19) bahwa Yesus disebut nabi oleh orang-orang yang tidak mengenalnya, karena salah seorang dari mereka berkata: "Apa yang terjadi dengan Yesus orang Nazaret. Dia adalah seorang nabi, yang berkuasa dalam pekerjaan dan perkataan di hadapan Allah dan di depan seluruh bangsa kami".
Imam
Kristus, yang dihampiri umat beriman dengan penuh keberanian, selaku imam besar mempersembahkan dirinya sendiri sebagai korban bagi umat manusia.[12] Imam-imam Perjanjian Lama memaklumkan kehendak Allah, memberi berkat perjanjian, dan mengarahkan kegiatan pengolahan korban.[13] Imam meakili umat manusia di hadapan Allah. Jika manusia memegang jabatan imam dalam kelemahannya, maka Yesus memegang jabatan imam dengan kuasaan tak terbinasakan yang mengatasi kelemaham manusiawi sebagaimana yang dijabarkan di dalam Surat kepada Orang Ibrani.[14] Selaku imam besar, Kristus manunggal dengan umat manusia di dalam kelemahan manusiawi, menaikkan doa kepada Allah, memilih untuk taat lewat penderitaan, dan bersimpati dengan jatuh-bangun manusia.
Wafat penebusan Kristus adalah jantung dari kiprahnya selaku imam besar. Berbagai metafora dipakai untuk menyifatkan wafatnya di kayu salib, misalnya "Kristus, Anak Domba Allah, menumpahkan darahnya di kayu salib sebagai korban penghapus dosa bagi umat manusia." Selaku imam besar, Kristus hanya satu kali mempersembahkan korban penghapus dosa, berbeda dari imam-imam Perjanjian Lama yang terus-menerus mempersembahkan korban atas nama umat manusia. Lantaran karya pengorbanan Kristus di kayu salib, umat manusia beroleh peluang untuk membina hubungan yang hidup dengan Allah. Di lain pihak, orang-orang pribadi yang menyangkal karya Allah dikatakan mati di dalam dosa, tanpa Allah dan tanpa pengharapan. Di dalam Kekristenan tradisional (Kristen Katolik, Kristen Ortodoks Timur, Kristen Ortodoks Oriental, Kristen Asyur, Kristen Anglikan) ada kepercayaan bahwa imam, lantaran sudah menerima Sakramen Tahbisan Suci melalui penumpangan tangan, mengambil bagian di dalam satu imamat Kristus, dan oleh karena itu hanya para imam yang dapat mempersembahkan korban Ekaristi.
Kristus, imam besar yang mahatinggi, menjembatani jurang dosa yang memisahkan umat manusia dari persekutuan dengan Allah. Sebaliknya, Kristus memiliki hak paripurna untuk memerintah atas Gereja maupun dunia selaku raja. Kristus bersemayam di sebelah kanan Allah, dinobatkan dalam kemuliaan sebagai "Raja segala raja dan Tuan di atas segala tuan".[15] Allah menaruh kuasa ini untuk bekerja di dalam Kristus "dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-Nya di surga, jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang. Dan segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada."[16] Dengan demikian, jabatan imam, jabatan nabi, dan jabatan raja adalah jabatan tiga serangkai.
Kalvinis dan Presbiterian
Katekismus Heidelberg menjabarkan gelar "Kristus" menurut tiga jabatannya, di dalam Hari Tuhan 12, Tanya Jawab 31:
T. Mengapa Dia disebut "Kristus," yang berarti "Yang Diurapi"?
J. Karena Dia telah dinobatkan Allah Bapa
dan telah diurapi Roh Kudus untuk menjadi
nabi dan guru utama kita
yang dengan sempurna menyingkapkan kepada kita
petuah dan kehendak rahasia Allah bagi keselamatan kita;
satu-satunya imam besar kita
yang memerdekakan kita dengan satu kali pengorbanan tubuh-Nya,
dan yang senantiasa bersyafaat bagi kita di hadapan Allah;
dan raja kekal kita
yang memerintah kita dengan Firman dan Roh-Nya,
dan yang melindungi dan memelihara kita
di dalam kemerdekaan yang sudah Dia menangkan bagi kita.
T. 23: Apa saja jabatan-jabatan yang dijalankan Kristus selaku Penebus kita?
Kristus, selaku Penebus kita, menjalankan jabatan nabi, jabatan imam, dan jabatan raja, baik dalam kenistaan maupun dalam kemuliaan-Nya.
T. 24: Bagaimana Kristus menjalankan jabatan nabi?
Kristus menjalankan jabatan nabi dengan menyingkapkan kepada kita, melalui firman dan Roh-Nya, kehendak Allah bagi keselamatan kita.
T. 25: Bagaimana Kristus menjalankan jabatan imam?
Kristus menjalankan jabatan imam dengan satu kali mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai korban untuk memampas lunas tuntutan keadilan ilahi, dan mendamaikan kita dengan Allah, serta dengan senantiasa bersyafaat bagi kita.
T. 26: Bagaimana Kristus menjalankan jabatan raja?
Kristus menjalankan jabatan raja dengan menundukkan kita ke bawah diri-Nya sendiri, dengan memerintah dan membela kita, dan dengan membendung maupun menaklukkan semua musuh-Nya dan musuh kita.
Lutheran
(a) Jabatan kenabian (bahasa Latin: munus propheticum atau officium propheticum) mencakup jaran-ajaran dan mukjizat-mukjizat Kristus.
(b) Jabatan imamat (munus sacerdotale) terdiri atas pelunasan dosa-dosa dunia dengan wafat di kayu salib, dan syafaat berkesinambungan Sang Juru Selamat Mahatinggi bagi umatnya (redemptio et intercessio sacerdotalis).
(c) Jabatan rajani (munus regium), yang dengannya Kristus mendirikan kerajaannya, membela Gerejanya dari segala musuh, dan berkuasa atas segala sesuatu di surga maupun di bumi. Para pendeta terdahulu membedakan kekuasaan Kristus menjadi kuasa alam (regnum naturae sive potentiae) yang membawahi segala-galanya; kuasa kasih karunia (regnum gratiae) yang membawahi Gereja dalam perjuangan di bumi; dan kuasa kemuliaan (regnum gloriae) yang membawahi Gereja dalam kemenangan di surga.
Para teolog pengikut Martin Luther dan Filipus Melanchton sampai pertengahan abad ke-17 berpandangan bahwa karya penyelamatan Kristus adalah karya Kristus selaku raja maupun imam. Dalam edisi pertama Petunjuk Agama Kristen yang terbit tahun 1536, Yohanes Kalvin juga mengemukakan pandangan yang sama. Dalam edisi ketiga Petunjuk Agama Kristen yang terbit tahun 1559 dan dalam Katekismus Jenewa barulah Yohanes Kalvin menjabarkan ketiga jabatan Kristus secara lengkap. Jabatan tiga serangkai ini dipakai para teolog Kalvinis maupun Lutheran pada abad ke-17. Pemakaiannya ditentang Johann August Ernesti, tetapi dipulihkan Friedrich Schleiermacher.
Katolik
Katekismus Gereja Katolik menyatakan: "Yesus menggenapi harapan Israel akan mesias di dalam tiga jabatannya selaku imam, nabi, dan raja."[17]
Di dalam karya tulisnya, Keselarasan Injil-Injil, Santo Agustinus memandang variasi-variasi di dalam riwayat-riwayat injil abad ke-5 sebagai perbedaan fokus para penulis injil dalam menyoroti Yesus. Matius berfokus pada keningratannya, Markus berfokus pada kemanusiaannya, Lukas befokus pada keimamannya, dan Yohanes berfokus pada keilahiannya.[18]