Prefektur Okinawa
Prefektur Okinawa (沖縄県 , Okinawa-ken, bahasa Okinawa: Uchinaa-ken) adalah prefektur yang terletak di bagian paling barat dan paling selatan di Jepang.[1] Prefektur Okinawa memiliki jumlah penduduk sebesar 1.467.671 jiwa (per 1 November 2024) dan memiliki luas wilayah sebesar 2.282,11 kilometer persegi (881,13 sq mi). Prefektur Okinawa berbatasan dengan Laut Cina Timur di sebelah utara, dan Samudra Pasifik di sebelah selatan. Prefektur Okinawa juga berbatasan dengan Prefektur Kagoshima pada wilayah maritim dari prefektur ini. Kota Naha adalah ibu kota dari Prefektur Okinawa, yang juga merupakan kota terbesar di wilayah prefektur ini. Kota-kota penting lainnya yang ada di prefektur ini yaitu Okinawa, Uruma, dan Urasoe.[2] Wlayah Prefektur Okinawa terdiri atas ratusan pulau yang disebut Kepulauan Ryūkyū dan membentuk rantaian kepulauan yang panjangnya lebih dari 1000 km, yang berada di antara wilayah barat daya Pulau Kyūshū (pulau paling selatan dari keempat pulau utama Jepang) dan Pulau Taiwan. Kepulauan Senkaku (Kepulauan Diaoyu) yang sedang dipersengketakan oleh pemerintah Jepang, Tiongkok dan Taiwan juga termasuk di dalam wilayah administrasi prefektur ini. SejarahKepulauan Okinawa sudah dihuni manusia sejak puluhan ribu tahun yang lalu.[3] Bukti-bukti tertua keberadaan manusia di Kepulauan Ryukyu ditemukan di Naha dan Yaese.[4] Pada periode Prasejarah Ryukyu yang berlangsung puluhan ribu tahun hingga abad ke-12, Ryukyu mendapat pengaruh budaya dari negara-negara tetangga di Asia. Periode sejarah Ryukyu sebelum invasi Domain Satsuma disebut periode Ryukyu Kuno. Di bawah administrasi Keshogunan Tokugawa, Kerajaan Ryukyu berada dalam periode Ryukyu Modern yang ditandai dengan pesatnya perkembangan seni pertunjukan dan budaya Ryukyu.[3] Kata Ryukyu pertama kali disebut-sebut dalam Buku Sui, namun sebutan itu mungkin berarti Taiwan, bukan mengacu kepada Kepulauan Ryukyu.[butuh rujukan] Bahasa Jepang yang dipakai untuk menyebut pulau ini adalah Okinawa, dan pertama kali ditemukan dalam biografi Jianzhen yang ditulis tahun 779. Kehidupan masyarakat agraris dimulai pada abad ke-8, dan berkembang dengan lambat hingga abad ke-12. Berkat lokasi Kepulauan Okinawa yang berada di tengah-tengah Laut Cina Timur dan berdekatan dengan Jepang, Cina, dan Asia Tenggara, Kerajaan Ryukyu berkembang sebagai negara perdagangan yang makmur. Pada periode Kerajaan Ryukyu juga dibangun gusuku-gusuku yang berfungsi sebagai benteng sekaligus tempat kediaman penguasa. Kecenderungan ke arah unifikasi politik di Kepulauan Ryukyu dimulai dengan pendirian Kerajaan Ryukyu merdeka pada tahun 1429.[3] Sejak abad ke-15, Kerajaan Ryukyu termasuk salah satu negeri upeti Kekaisaran Cina. Pada 1609, Kerajaan Ryukyu diinvasi oleh Domain Satsuma yang berkuasa di wilayah yang sekarang disebut Prefektur Kagoshima.[3] Meskipun tetap menjalin hubungan negeri upeti dengan Cina, Kerajaan Ryukyu di bawah kekuasaan Keshogunan Tokugawa dan klan Shimazu dari Satsuma, Kerajaan Ryukyu diharuskan setuju untuk membayar upeti kepada keshogunan dan Domain Satsuma. Kedaulatan Ryukyu tetap dipelihara mengingat aneksasi Ryukyu oleh Jepang berarti menciptakan pertikaian dengan Cina. Klan Satsuma memperoleh untung besar dari berdagang dengan Cina semasa perdagangan dengan luar negeri sangat dibatasi oleh keshogunan. Meskipun berada di bawah pengaruh kuat Domain Satsuma, Kerajaan Ryukyu tetap memperoleh kebebasan politik dalam negeri yang cukup selama lebih dari 200 tahun. Empat tahun setelah Restorasi Meiji 1868, Pemerintah Jepang melakukan serbuan militer ke Okinawa. Kerajaan Ryukyu dianeksasi sebagai Domain Ryukyu setelah Jepang beralih dari negara feodalistis menjadi negara modern. Pada tahun 1879, Domain Ryukyu diubah bentuknya sebagai Prefektur Okinawa, dan periode Okinawa Modern dimulai. Pada waktu itu Dinasti Qing masih menegaskan kedaulatannya atas pulau-pulau di Kerajaan Ryukyu yang diklaim sebagai negeri upeti Cina. Domain Ryukyu baru diubah menjadi Prefektur Okinawa pada tahun 1879, sementara domain-domain lainnya di Jepang sudah dijadikan prefektur sejak 1872. Meskipun Parlemen Jepang telah dibentuk sejak 1890, namun orang Okinawa baru pertama kalinya mendapat hak memilih untuk mengirimkan wakil rakyat pada tahun 1912.[5] Keadaan ekonomi Prefektur Okinawa awalnya jauh dari makmur, dan penduduk Okinawa banyak yang pindah ke luar negeri.[3] Semasa Perang Dunia II, Okinawa merupakan tempat terjadinya pertempuran darat besar-besaran. Periode Okinawa Pascaperang dimulai setelah selesainya Pertempuran Okinawa dan kapitulasi Jepang. Kepulauan Okinawa terpisah dari Jepang administrasi Amerika Serikat selama 27 tahun hingga tahun 1972. Periode Pascaperang Okinawa dibagi menjadi dua bagian: periode Okinawa Administrasi Amerika Serikat, dan periode Pascapengembalian Okinawa.[3] Selama berada di bawah pendudukan, Angkatan Udara Amerika Serikat mendirikan beberapa pangkalan militer di Kepulauan Okinawa. Semasa Perang Korea, pesawat-pesawat pengebom B-29 Superfortress diterbangkan dari Pangkalan Angkatan Udara Kadena ke Korea dan Cina. Pada tahun 1972, Amerika Serikat mengembalikan Kepulauan Okinawa kepada Pemerintah Jepang. Berdasarkan Perjanjian Keamanan Amerika Serikat-Jepang, Angkatan Bersenjata Amerika Serikat Jepang (USFJ) menempatkan kekuatan militer dalam jumlah besar di Jepang. Total 27.000 personel Amerika Serikat, termasuk 15.000 anggota Marinir, Angkatan Darat, Angkatan Udara, dan 22.000 anggota keluarga mereka ditempatkan di Okinawa.[6] GeografiPulau-pulau utamaDari timur laut hingga barat daya, pulau-pulau yang berpenduduk di Kepulauan Ryukyu dibagi menjadi tiga gugus kepulauan:
Kota
Kota kecil dan desaBerikut ini adalah daftar kota-kota kecil dan desa di Prefektur Okinawa berdasarkan distrik. GeologiDaratan Pulau Okinawa sebagian besar berasal dari terumbu karang sehingga air hujan menyebabkan terbentuknya banyak gua-gua yang memainkan peranan penting dalam Pertempuran Okinawa. Di bagian selatan Pulau Okinawa terdapat jaringan gua batu kapur luas yang disebut Gyokusendo. BudayaSeni dan kerajinanKerajinan tradisional khas Okinawa yang paling terkenal adalah seni tenun dan celup Okinawa yang menghasilkan kain ikat kasuri dan kain bigata, serta barang-barang pernis berhias emas dan kulit kerang.[7] Teknik kerajinan dan budaya khas Ryukyu berkembang di Kerajaan Ryukyu dengan adanya pertukaran kebudayaan yang berlangsung selama Ryukyu berperan sebagai pusat perdagangan barang-barang dari Cina, Jepang, dan negara-negara Asia Tenggara dari akhir abad ke-14 hingga pertengahan abad ke-16.[8] Meskipun kebutuhan dalam negeri Kerajaan Ryukyu terhadap barang-barang tembikar tidak terlalu besar, teknik produksi keramik sudah sangat maju. Tembikar Okinawa yang bernilai seni (Tsuboya-yaki) digunakan Kerajaan Ryukyu sebagai komoditas perdagangan di luar negeri. Setelah diinvasi oleh Domain Satsuma pada tahun 1609, seni dan kerajinan Ryukyu dijadikan barang-barang upeti dan hadiah untuk penguasa Satsuma.[7] Selain tekstil dan barang pernis, Okinawa terkenal dengan kerajinan gelas Ryukyu, lemari, kerajinan bambu, kertas Ryukyu, dan kerajinan perabot sehari-hari khas Okinawa. Pada masa pendudukan Amerika Serikat, kerajinan gelas Ryukyu diperkaya dengan gelas dari daur ulang botol bekas bir dan minuman ringan yang dibuang personel militer Amerika Serikat di Okinawa.[9] Kerajinan kertas dari serat batang pisang yang dimulai pada paruh pertama abad ke-18 menghasilkan kertas Ryukyu yang dipakai secara luas di wilayah Kerajaan Ryukyu. Seni pertunjukanPada abad ke-11, orang Okinawa sudah mengenal lagu-lagu sakral sudah dinyanyikan di bukit-bukit dan ladang-ladang. Lagu-lagu "doa" merupakan dasar bagi seni pertunjukan di Okinawa, termasuk balada dan lagu zaman kuno yang disebut Umui dan Omoro.[8] Buku kumpulan balada dan puisi kuno Omoro Sōshi selesai disusun pada masa Kerajaan Ryukyu. Alat musik khas Okinawa yang sudah dikenal sejak zaman kuno adalah shamisen dari kulit ular yang disebut sanshin.[7] Seni pertunjukan tradisional seperti musik klasik Ryukyu, drama opera Kumiodori, dan tari-tarian Ryukyu berkembang berkat adanya kebutuhan untuk menghibur tamu-tamu asing dari Cina dan Domain Satsuma yang berkunjung ke istana Kerajaan Ryukyu. Setelah Kerajaan Ryukyu dibubarkan pada zaman Meiji, seni istana klasik dan seni pertunjukan rakyat mulai ramai dipentaskan di panggung-panggung dan rumah pertunjukan di Okinawa hingga menjadi akrab di kalangan rakyat. Seni pertunjukan istana selanjutnya dijadikan dasar bagi seni pertunjukan populer. Salah satu contohnya adalah Zo Odori yang merupakan perpaduan dari tari rakyat dan tari klasik. Lagu-lagu rakyat (min'yō) khas Okinawa yang disebut Shimauta (arti harfiah: Musik Pulau) mulai menjadi populer seusai Perang Dunia II.[8] Kepercayaan tradisionalBudaya rakyat Okinawa terbentuk di bawah pengaruh kepercayaan lokal. Tempat suci kepercayaan asli Okinawa disebut utaki. Tidak seperti halnya tempat pemujaan di Jepang yang berbentuk kuil-kuil, tempat pemujaan di Okinawa tidak memiliki bangunan, melainkan hanya tempat yang memiliki rimbunan pepohonan. Utaki hanya diberi tanda dengan batu-batu dan dupa. Perempuan memegang peran utama dalam kepercayaan kuno Okinawa. Dalam kepercayaan Okinawa dikenal istilah dewi Unaishin ("kakak perempuan dari laki-laki"). Dewi-dewi Unaishin dipercaya memberi perlindungan bagi laki-laki. Sistem pendeta wanita yang disebut noro secara resmi diberlakukan pada masa Kerajaan Ryukyu. Setelah Kerajaan Ryukyu dibubarkan, noro masih berperan dalam perayaan dan festival di desa. Perempuan juga menjadi dukun (yuta) yang dimintai nasihatnya mengenai nasib orang.[10] Shisa dan ishiganto dipercaya orang Okinawa sebagai pelindung dari roh jahat. Festival-festival diadakan di Okinawa berkaitan dengan kegiatan pertanian, perikanan, ritus pemujaan leluhur, dan pergantian musim, di antaranya festival panen Hōnen dan Lomba Perahu Naga Haari. Di Pulau Okinawa dan pulau-pulau sekitarnya, ritus Umanchu diadakan setiap bulan 2, bulan 3, bulan 5, dan bulan 6 kalender lama. Di bagian utara Pulau Okinawa, festival dewa laut Unjami diadakan setiap tahunnya pada bulan 7 kalender lama.[10] Makam keluarga (kameko-baka) di Okinawa yang berbentuk cangkang punggung kura-kura merupakan bukti pengaruh bentuk dan ukuran makam dari Cina. Anggota keluarga berkumpul untuk berdoa di makam pada Festival Shimi sekitar 5 April, Jūrukunichi (tanggal 16 Tahun Baru menurut kalender lama), dan Tanabata.[10] KarateOkinawa merupakan tempat kelahiran seni bela diri karate. Seni bela diri Cina kuno quan fa atau kempo dibawa masuk ke Okinawa pada masa Kerajaan Ryukyu. Unsur-unsur kempo kemungkinan diadaptasi dan dipadukan dengan seni bela diri lokal, sementara sebagian unsur asli kempo tetap dipertahankan sebagaimana bentuk aslinya hingga tercipta dua bentuk awal karate yang disebut Okinawa-te dan Tō-de.[11] ArsitekturRumah penduduk Okinawa memakai atap genting dari tanah liat berwarna merah tidak hanya disusun, melainkan direkatkan satu sama lainnya dengan semen agar tidak mudah tertiup topan. Di atas genting juga dapat dijumpai patung shisa yang dipercaya sebagai penolak bala. Di sekeliling rumah dibangun tembok dibangun dari susunan batu kapur dari karang dan pohon-pohon fukugi (Garcinia) sebagai tanaman pelindung rumah tinggal dari topan.[10] Referensi
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Prefektur Okinawa. Wikiwisata memiliki panduan wisata Prefektur Okinawa.
|