Perempuan Tanah Jahanam
Perempuan Tanah Jahanam (judul internasional: Impetigore) adalah film hantu & Jagal Indonesia yang dirilis pada 17 Oktober 2019 disutradarai dan ditulis oleh Joko Anwar. Plot
Maya dan Dini adalah dua sahabat karib yang bekerja sebagai kasir gerbang tol. Pada suatu malam saat bertugas, Maya bercerita kepada Dini melalui telepon seluler tentang seorang pengemudi misterius yang selalu melintas setiap malam dengan tatapan tajam yang tentu saja membuat Maya takut. Di tengah percakapan, pengemudi misterius yang mereka bicarakan kembali melintasi gerbang tol dan mengamati Maya. Maya yang merasa ada sesuatu yang tidak beres kemudian memberitahu Dini. Setelah melintas, pengemudi itu berhenti di tepi jalan untuk kembali ke pos Maya dengan beberapa pertanyaan. Sesaat setelahnya, pengemudi itu kembali ke mobil mengambil sebilah golok dan berusaha menyerang Maya. Histeris, Maya berupaya melarikan diri ke luar pos. Pengemudi itu berhasil melukai Maya di bagian paha dengan golok, sebelum akhirnya polisi menembaknya tepat di kepala hingga tewas. Tiga bulan kemudian, Maya dan Dini akhirnya berhenti bekerja sebagai kasir jalan tol dan memilih berjualan pakaian di los pasar yang ternyata sepi pembeli. Menghadapi kesulitan keuangan, Maya akhirnya berpikir untuk mencari keluarganya di Desa Harjosari, desa asal kedua orangtuanya, dengan harapan dapat menemukan peninggalan berharga orang tuanya yang bisa dijadikan uang. Ketika Maya sedang buang air kecil di toilet pasar, ia mendapati secarik kertas bertuliskan aksara Jawa kuno yang muncul dari luka sayatan golok malam itu. Maya kemudian memotret kertas itu, tiba-tiba Dini menghampirinya lalu tanpa disengaja kertas tersebut masuk ke toilet dikarenakan Maya terkejut dengan kehadiran Dini yang tiba-tiba. Maya dan Dini memulai perjalanan mereka ke Desa Harjosari di pedalaman Banyuwangi, Jawa Timur, menempuh perjalanan menggunakan bus menuju terminal kawasan itu. Dalam perjalanan, Maya berkenalan dengan seorang dosen sastra bahasa Rusia yang ternyata tahu hal-hal gaib. Melalui pria itu, Maya akhirnya mengetahui kertas yang di dalam kulit pahanya itu merupakan jimat pelindung dari makhluk halus yang ditulis dalam bahasa Jawa kuno. Menurutnya, jimat itu dibuat oleh orang yang sangat jahat (penganut ilmu hitam). Kemudian Maya dikejutkan oleh penampakan 3 gadis kecil di pinggir jalan saat bus yang dia tumpangi melintasi sepinya hutan pada tengah malam. Setibanya di terminal, Maya mengalami kesulitan sebab tidak banyak orang yang mengetahui tentang Desa Harjosari. Beruntung ada seorang penarik delman yang bersedia mengantar mereka walau harus membayar mahal. Setibanya di sana, mereka disambut tatapan dingin warga sekitar. Maya kemudian minta diturunkan di rumah kepala desa Harjosari, Ki Saptadi yang sekaligus seorang dalang terkenal. Setibanya di rumah itu, Maya dan Dini tidak dapat bertemu dengan Ki Saptadi melainkan hanya bertemu seorang wanita tua bernama Nyi Misni (ibu dari Ki Saptadi). Untuk menghindari kecurigaan, Maya mengaku sebagai mahasiswi yang sedang melakukan penelitian kesenian, khususnya profesi dalang wayang kulit. Nyi Misni mengatakan bahwa Ki Saptadi sedang tidak ada di rumah, dia sering bepergian ke desa lain untuk melakukan pekerjaan lain, yaitu sebagai dalang wayang kulit. Mereka kemudian menginap di rumah peninggalan orang tua Maya yang sangat besar. Saat malam, Maya sering mendengar suara berisik tak berwujud yang membuatnya tak nyaman. Dalam kurun waktu dua hari, mereka menyaksikan hal yang tak wajar di desa itu. Setiap hari, warga memakamkan bayi yang meninggal setelah dilahirkan. Maya dan Dini memberanikan diri untuk mendatangi kerumunan warga tersebut dan bertemu langsung dengan Ki Saptadi. Ki Saptadi dan warga lain mulai curiga. Saat Maya keluar untuk mencari makan, Dini didatangi oleh dua orang warga suruhan Ki Saptadi dan bercerita kalau rumah tua ini punya pewaris tunggal, anak perempuan bernama Rahayu. Saat itu juga, Dini mengaku bahwa dirinya adalah Rahayu sang pewaris rumah tua ini. Dini kemudian dijebak dua orang itu dan dibawa ke hutan. Dini akhirnya dibawa ke tempat ritual ilmu hitam dan digantung terbalik untuk dijadikan tumbal, saat Ki Saptadi dan Nyi Misni sudah berada di sana. Dini dibunuh dengan cara digorok menggunakan golok lalu dikuliti oleh Nyi Misni untuk kemudian kulitnya dijadikan wayang kulit. Maya berusaha mencari informasi dari warga sekitar, salah satunya pada Ratih, wanita pemilik warung makan. Ia menjelaskan bahwa rumah tua itu dulunya dihuni oleh pria bernama Donowongso, juragan sekaligus dalang yang melakukan perjanjian dengan iblis agar anaknya yang lahir tanpa kulit bisa sembuh. Sejak itu, seluruh bayi yang lahir di Desa Harjosari terlahir tanpa kulit. Namun, ada seseorang yang dibiarkan hidup dengan kondisi mengenaskan tanpa kulit bernama Tole, dan saat ini hidup sebatang kara di sebuah pondok di tengah hutan dengan kondisi memprihatinkan penuh penderitaan. Ratih juga bercerita bahwa Donowongso menjadi gila saat sedang mengadakan pagelaran wayang, karena saat mendalang ia membantai pemain wayang lain serta istrinya yang juga sedang menyinden saat itu dengan golok. Kemudian ia menyayat lehernya sendiri menggunakan golok yang sama. Merasa putus asa dalam usahanya mencari sahabatnya, Maya dituntun seorang gadis kecil untuk ikut menyaksikan proses persalinan salah satu warga dengan cara sembunyi-sembunyi. Di balik lubang dinding, Maya menyaksikan bayi itu terlahir tanpa kulit. Bayi malang itu kemudian ditenggelamkan Ki Saptadi ke dalam baskom berisi air hingga tewas. Tanpa sengaja Maya menimbulkan suara yang membuatnya hampir tertangkap. Ratih langsung menutup mulut Maya yang panik dan membawanya bersembunyi ke rumahnya. Ternyata Ratih sudah tahu bahwa Maya adalah kutukan yang dicari-cari segenap warga Desa Harjosari selama ini. Ratih meminta Maya tidak perlu takut padanya karena dia berbeda dengan mereka. Menurutnya, membunuh Maya hanya akan memunculkan kutukan baru. Maya sangat terkejut saat mengetahui bahwa Ratih adalah istri pengemudi misterius yang terbunuh 3 bulan lalu saat ia masih bertugas sebagai kasir di gerbang tol. Saat mendengar ada dua warga mendekati rumah Ratih, Maya kemudian bersembunyi di bawah meja makan. Dari mereka, Maya mengetahui bahwa Dini telah dibunuh dan kulitnya dijadikan wayang kulit. Mereka telah membunuh orang yang salah, sehingga kutukan belum hilang dari desa itu. Salah satu warga kemudian berupaya memperkosa Ratih. Ratih mengancam dengan menyayat pahanya dan menodongkan pisau ke lehernya sendiri dan mengancam bunuh diri. Mereka pun pergi meninggalkan rumah Ratih. Lalu Ratih meminta telepon seluler untuk menghubungi penarik delman untuk membantu Maya pergi dari desa. Di tengah hutan saat berupaya kabur, Maya kemudian meminta maaf kepada Ratih, dan menceritakan bahwa suami Ratih telah tewas ditembak polisi karena berusaha membunuhnya. Ratih yang syok kemudian meninggalkan Maya. Setibanya di Desa Harjosari, si penarik delman merasa ada yang tidak beres dengan gelagat polisi yang rupanya bersekongkol dengan warga desa untuk membunuh Maya. Ia pun berusaha melawan, tetapi malah ditembak mati oleh si polisi yang ternyata adalah warga asli Desa Harjosari yang juga memang sedang mengejar Maya. Maya yang putus asa takkan bisa keluar dari desa hidup-hidup karena tak ada lagi Ratih yang bisa membantunya, akhirnya berhasil meloloskan diri ke jalan raya. Di sana, Maya ditolong seorang supir mobil pikap. Namun, ia mengalami kecelakaan setelah supir diganggu salah satu hantu gadis kecil. Salah seorang hantu gadis kecil kemudian merasuki tubuh Maya dan memperlihatkan seluruh kejadian sebenarnya di masa lampau. Hantu gadis kecil kemudian memberitahu Maya cara mengakhiri kutukan tersebut. Maya kemudian diselamatkan lagi oleh Ratih. Maya lalu mengajak Ratih kembali ke rumah tua milik Nyi Misnih, mencari kotak berisi wayang kulit dan masuk ke ruang bawah tanah tempat ketiga gadis kecil itu dulu dikuburkan. Saat menggali lantai tanah di rumah itu mereka mendapati tulang-belulang ketiga gadis kecil yang hilang. Maya dan Ratih kemudian menyatukan kerangka dan wayang kulit ketiga gadis kecil tersebut dan menguburkan mereka secara layak. Sementara itu, Nyi Misni dan warga memergoki Maya dan Ratih bersembunyi di rumah orang tuanya. Terungkap bahwa Nyi Misni adalah seorang pembantu yang dihamili oleh tuannya, yaitu ayahnya Donowongso. Saat Saptadi lahir, Nyi Misni tetap menyembunyikan hal ini dari tuannya. Saat beranjak dewasa, Ki Saptadi menjalin cinta dengan Nyai Shinta yang merupakan gadis tercantik di desa. Mereka berdua harus berpisah karena Nyai Shinta akan menikah dengan Donowongso. Suatu hari, Nyi Misni menyaksikan perbuatan terlarang antara Saptadi dan Nyai Shinta. Ia sangat murka saat mengetahui Nyai Shinta mengandung anak Saptadi. Nyi Misni kemudian melakukan ritual ilmu hitam untuk menghapus ingatan Saptadi terhadap Nyai Shinta. Tak puas, ia pun memberi kutukan bayi di dalam kandungan Nyai Shinta agar segera lenyap sebelum lahir. Sayang, Maya alias Rahayu yang merupakan buah cinta terlarang Nyai Shinta dan Ki Saptadi tetap lahir walau dalam kondisi tanpa kulit. Nyi Misni jugalah yang bertanggung membuat fitnah kepada Donowongso sampai-sampai orang menganggap ia gila sehingga membantai semua orang termasuk istrinya sendiri. Namun, kegilaan dan pelaku pembantaian itu ternyata dilakukan Saptadi yang menyamar menjadi Donowongso dengan cara membuat pingsan Donowongso terlebih dahulu. Kemudian Saptadi mengenakan pakaian Donowongso. Setelah membantai para pemain wayang lainnya, Saptadi menyembelih Donowongso yang pingsan dan mengenakan kembali pakaiannya di tempat kejadian pembantaian tersebut. Dia pula yang mengendalikan Donowongso untuk membunuh tiga gadis kecil untuk dikuliti, dan kulitnya menjadi tiga wayang kulit. Setelah ritual itu dijalani Donowongso, si Maya kecil alias Rahayu menjadi sembuh dari santet terlahir tanpa kulit. Karena Rahayu sering menangis dihantui tiga gadis kecil yang dibunuh Donowongso, lalu Donowongso memberi jimat agar roh ketiga gadis kecil yang dibunuh tidak mendekati Maya. Ternyata jimat itu untuk menutup rahasia keji Nyi Misni. Setelah terjadi tragedi tersebut, seorang pembantu Donowongso membawa Maya alias Rahayu kecil keluar dari desa. Maya yang murka mengetahui semuanya, kemudian mengancam warga yang akan menangkapnya dengan sekop, tetapi seseorang memukul kepala Maya dari belakang, sehingga Maya akhirnya pingsan dan digantung terbalik di lokasi ritual ilmu hitam untuk dibunuh dan dikuliti. Saat siuman dari pingsannya, Maya berteriak memohon kepada Ki Saptadi untuk dibebaskan, saat Saptadi bersiap-siap membunuh Maya, Maya akhirnya mengatakan bahwa dialah bayi pertama yang lahir tanpa kulit di desa itu. Misni yang mulai panik dengan penjelasan Maya mulai mengambil sebuah pisau untuk membunuh Maya secepat mungkin. Ratih tiba-tiba muncul membawa bayi yang baru saja dilahirkan wanita lainnya dalam keadaan sehat. Maya mengatakan, bahwa dialah darah daging Saptadi dan Nyai Shinta yang dikutuk oleh neneknya sendiri. Nyi Misni jugalah yang bertanggung jawab atas perbuatannya menghapus ingatan Saptadi tentang Nyai Shinta. Saptadi yang tersadar dengan semua ucapan Maya merasa sangat malu dengan dosa yang dilakukan ibunya. Ia berusaha melindungi anaknya saat Nyi Misni mendekat untuk segera menghabisi Maya. Saptadi akhirnya bunuh diri dengan menyayat lehernya sendiri dengan pisau yang masih dipegang ibunya. Tak bisa menerima kenyataan anak semata wayangnya tewas, Nyi Misni ikut melakukan tindakan serupa. Ratih berlari melepaskan ikatan Maya dan memintanya melarikan diri dari desa itu. Maya meyakinkan Ratih untuk ikut dengannya tapi Ratih menolak dan mengatakan 'di mana pun sama saja buatku'. Seluruh warga bersuka cita atas musnahnya kutukan mengerikan tersebut. Maya, dengan menumpang truk sayur meninggalkan tanah jahanam tersebut. Setahun kemudian, desa tersebut sudah normal kembali, si polisi yang membunuh si penarik delman sedang menantikan kelahiran anak pertamanya. Istrinya yang sedang berada di kamar mandi kemudian melihat penampakan Nyi Misni di dalam cermin dan menjerit histeris. Saat si polisi datang, ia menyaksikan istrinya terduduk berlumuran darah, terus menjerit. Naas, bayi yang baru saja dilahirkannya dimakan hidup-hidup oleh Nyi Misni yang kini telah menjadi arwah penasaran, dan film pun berakhir. Pemeran
ProduksiPada 2011, Joko Anwar meluncurkan poster film ini yang sekaligus juga mengumumkan film ini sebagai salah satu dari beberapa rencana pembuatan film,[1] walau kemudian proyek itu batal karena banyaknya produksi film oleh Lifelike Pictures yang awalnya memproduksi film ini.[2] Proyek film ini mulai menemukan titik terang tujuh tahun kemudian tatkala Ivanhoe Pictures mengumumkan kerja sama dengan Joko lewat ketiga film termasuk film ini dengan dua judul lainnya ialah Ghost in the Cell dan The Vow.[3] Penggantian judul film yang awalnya Impetigore kemudian beralih menjadi Perempuan Tanah Jahanam diumumkan Joko di akun Instagram-nya pada 31 Desember 2018.[4] Joko menambahkan film ini akan berbeda dari Pengabdi Setan (2017).[5] Semula dalam pencarian lokasi pengambilan gambar, ia memerlukan waktu 3 bulan karena ia perlu latar tempat yang sinematik guna mencari tempat shooting yang pas. Bahkan ada 23 lokasi di Jawa Tengah maupun Jawa Timur yang ia sisiri sebagai calon tempat pengambilan gambar, tetapi belum ada yang sesuai dengan gambaran Joko.[6] Pengambilan gambar utama dilakukan di desa-desa sekitar Malang, Gempol, Lumbang, Bromo, Lumajang, Ijen, dan Banyuwangi.[7] Film ini juga banyak memakai hutan sebagai latar.[6] Pada Februari 2019, Joko mengumumkan sejumlah nama artis yang menjadi pemeran film ini, di antaranya Tara Basro, Christine Hakim, Marissa Anita, Asmara Abigail, Ario Bayu, Kiki Narendra, Tengku Rifnu, Zidni Hakim, Faradina Mufti, Abdurahman Arif, Mian Tiara, Eka Nusa Pertiwi, Aghniny Haque, Arswendy Bening Swara, Ramadhan Al Rasyid, dan Ical Tanjung.[8] Tema dan gayaMenurut Mohammad Hilmi Faiq dari Kompas, ia menyebut Joko pada film ini ada horor atmosferik (atmospheric horror) dan dapat dikatakan bercampur pula dengan horor psikologi karena unsur kuat permainan watak.[6] Ia juga memuji akting Christine Hakim yang ia sebut "memukau". Karakter mistisnya, dikuatkan oleh ekspresinya yang dingin dan tatapannya yang tak ramah. Satu adegan dengan gerakan teatrikalnya yang aslinya diambil selama 30 menit tanpa putus itu, dikatakan Joko Anwar diambil dalam kondisi Christine Hakim sedang trance, dan dianggap sebagai gerakan yang "indah dan mistis sekaligus".[6] Musik
SyutingPengambilan gambar film Perempuan Tanah Jahanam dimulai pada akhir bulan Februari 2019. Berlangsung selama lebih dari 30 hari, syuting berlangsung di lokasi Banyuwangi, Jawa Timur. PemasaranTeaser poster kedua diluncurkan pada 2 Agustus 2019.[7] Joko Anwar mengunggah tampilan perdana film berupa dua gambar adegan ke Instagram pada 11 Juli 2019.[9] Teaser trailer diunggah pada 8 Agustus, yang diikuti dengan trailer yang diunggah 16 September.[10] PenayanganFilm ini ditayangkan pada 17 Oktober 2019 di Indonesia, diundurkan dari jadwal semula yaitu sebulan sebelumnya.[11] Pada hari pembukaan, film ini ditonton 117.001 penonton di 160 layar, sehingga jumlah layar ditambah hingga 305 layar di hari berikutnya.[12][13] Film ini sudah ditonton 700 ribu penonton hingga hari keenam.[14] Penghargaan
Rujukan
Pranala luar
|