Pengantar tentang virusVirus adalah agen infeksi berukuran kecil yang bereproduksi di dalam sel inang yang hidup. Ketika terinfeksi, sel inang dipaksa untuk menghasilkan ribuan salinan identik virus asli dengan cepat. Virus sendiri tidak memiliki sel; pembentukan virus-virus baru berlangsung dalam sel inang yang terinfeksi. Walaupun demikian, virus memiliki materi genetik yang memungkinkannya untuk bermutasi dan berevolusi. Hingga tahun 2019, lebih dari 6.000 spesies virus telah dideskripsikan dengan baik,[1] dari total jutaan virus di lingkungan. Asal-usul virus belum jelas: beberapa di antaranya mungkin berevolusi dari plasmid (potongan DNA yang dapat berpindah di antara sel), sementara yang lain mungkin berevolusi dari bakteri. Virus terdiri dari dua atau tiga bagian: materi genetik, kapsid (mantel protein), dan selubung. Semua virus memiliki materi genetik berupa DNA (asam deoksiribonukleat) atau RNA (asam ribonukleat) saja, yaitu molekul panjang dengan banyak gen (pemberi instruksi pada sel). Semua virus juga ditutupi dengan mantel protein untuk melindungi gen. Sebagian virus memiliki selubung atau amplop berupa lipid yang menutupi lapisan protein, sehingga golongan virus ini dapat dihancurkan oleh sabun. Selubung ini memiliki reseptor spesifik yang membantu virus memasuki sel inang baru. Bentuk virus bervariasi, mulai dari heliks (pilinan) sederhana, ikosahedral (bangun ruang bersisi 20), hingga struktur yang lebih kompleks. Ukuran virus berkisar dari 20 hingga 300 nanometer, yang berarti garis sepanjang 1 sentimeter dapat diisi 33.000 hingga 500.000 virus yang berbaris lurus. Virus menyebar melalui berbagai cara. Meskipun demikian, virus bersifat sangat spesifik dalam menentukan spesies inang atau jaringan yang mereka serang dan masing-masing spesies virus bergantung pada metode khusus untuk memperbanyak diri. Banyak virus tumbuhan menyebar dari satu tumbuhan ke tumbuhan lain melalui serangga dan organisme lain, yang dikenal sebagai vektor. Virus pada manusia dan hewan disebarkan dengan cara yang bervariasi, mulai dari hubungan seks (misalnya virus imunodefisiensi manusia atau HIV), melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi (misalnya Norovirus dan Rotavirus), hingga percikan dari saluran pernapasan dari individu yang terinfeksi (misalnya virus influenza, virus parainfluenza, dan virus korona). Sebagian virus lainnya, misalnya virus dengue, ditularkan melalui serangga pengisap darah. Berbagai virus dapat menginfeksi hewan dan manusia, misalnya HIV dan Ebolavirus. Penyakit yang dapat berpindah dari hewan ke manusia disebut zoonosis. Infeksi virus dapat mengakibatkan penyakit pada manusia, hewan, dan tumbuhan. Pada manusia dan hewan yang sehat, infeksi biasanya dihilangkan oleh sistem imun, yang memberikan kekebalan seumur hidup kepada inang virus tersebut. Pemberian antibiotik tidak efektif terhadap virus, tetapi beberapa obat antivirus mampu mengobati infeksi yang mengancam jiwa. Pemberian vaksin dapat mencegah sejumlah infeksi virus dan menghasilkan kekebalan seumur hidup. Virus dapat mengalami mutasi genetik. Virus RNA bermutasi lebih cepat dibandingkan virus DNA sehingga memunculkan tipe baru yang tidak dapat diatasi dengan cepat oleh sistem imun inang mereka. Virus influenza, misalnya, sering kali bermutasi sehingga diperlukan vaksin baru setiap tahun. Kemunculan galur baru yang belum pernah ditemui sebelumnya dapat mengakibatkan pandemi, seperti pandemi flu H1N1 pada tahun 2009 dan pandemi koronavirus pada tahun 2020.
PenemuanPada tahun 1884, ahli mikrobiologi Prancis Charles Chamberland menemukan filter Chamberland (atau filter Chamberland—Pasteur), yang memiliki pori-pori yang lebih kecil dari bakteri. Dengan demikian, ia bisa melewatkan larutan yang mengandung bakteri melalui saringan tersebut sehingga larutan benar-benar bebas dari bakteri. Pada awal 1890-an, ahli biologi Rusia Dmitri Ivanovsky menggunakan metode ini untuk mempelajari suatu zat yang kemudian dikenal sebagai virus mosaik tembakau. Eksperimennya menunjukkan bahwa ekstrak dari daun tanaman tembakau terinfeksi yang telah dihancurkan tetap menularkan penyakit setelah penyaringan.[2] Pada saat yang sama, beberapa ilmuwan lain menunjukkan bahwa, meskipun agen ini (yang kemudian disebut virus) berbeda dengan bakteri dan berukuran sekitar seratus kali lebih kecil, mereka masih dapat menimbulkan penyakit. Pada tahun 1899, ahli mikrobiologi Belanda Martinus Beijerinck mengamati bahwa agen tersebut berkembang biak hanya dalam sel yang membelah. Ia menyebutnya "cairan hidup menular" (bahasa Latin: contagium vivum fluidum) atau "kuman hidup terlarut" karena ia tidak dapat menemukan partikel seperti kuman.[3] Pada awal abad ke-20, ahli bakteriologi Inggris Frederick Twort menemukan virus yang menginfeksi bakteri.[4] Ahli mikrobiologi Prancis-Kanada Félix d'Herelle juga menemukan bahwa penambahan virus ke dalam media agar yang ditumbuhi bakteri akan mematikan bakteri pada agar tersebut. Kematian bakteri ditandai oleh terbentuknya zona bening atau jernih pada agar, yang sebelumnya terlihat kusam akibat pertumbuhan bakteri. Penghitungan zona yang tidak ditumbuhi bakteri ini memungkinkan Félix untuk memperkirakan jumlah virus dalam suspensi tersebut.[5] Penemuan mikroskop elektron pada tahun 1931 memunculkan gambar virus untuk pertama kalinya.[6] Pada tahun 1935, ahli biokimia dan virologi Amerika Serikat Wendell Meredith Stanley memeriksa virus mosaik tembakau dan menemukan bahwa virus tersebut sebagian besar terbuat dari protein.[7] Tidak lama kemudian, virus ini dipisahkan menjadi bagian protein dan RNA.[8] Masalah bagi para peneliti virus awal adalah mereka tidak tahu cara mengembangkan virus tanpa menggunakan hewan hidup. Sebuah terobosan terjadi pada tahun 1931, ketika ahli patologi Amerika Serikat Ernest William Goodpasture dan Alice Miles Woodruff menumbuhkan virus influenza dan beberapa virus lain pada telur ayam yang telah dibuahi.[9] Beberapa virus tidak dapat tumbuh dalam telur ayam, tetapi masalah ini terpecahkan pada tahun 1949 ketika John Franklin Enders, Thomas Huckle Weller, dan Frederick Chapman Robbins menumbuhkan virus polio dalam biakan sel hewan hidup.[10] Hingga tahun 2019, sebanyak 6.590 spesies virus telah dideskripsikan dengan baik.[1] Sifat biologiStatus kehidupanAda perbedaan pendapat ilmiah tentang apakah virus digolongkan sebagai makhluk hidup atau sekadar struktur organik yang berinteraksi dengan makhluk hidup. Walaupun demikian, mereka lebih sering dianggap sebagai replikator (zat yang melakukan replikasi DNA) dan tidak termasuk bentuk kehidupan.[11] Virus digambarkan sebagai "organisme di ujung kehidupan",[12] karena mereka serupa dengan makhluk hidup dalam hal kepemilikan gen, berevolusi melalui seleksi alam,[13] dan bereproduksi dengan membuat banyak salinan dari diri mereka sendiri melalui perakitan diri. Meskipun virus memiliki gen, mereka tidak memiliki sel, yang sering dipandang sebagai unit dasar kehidupan. Virus tidak memiliki metabolisme sendiri dan membutuhkan sel inang untuk membuat produk baru. Oleh karena itu, mereka tidak dapat bereproduksi secara alami di luar sel inang.[14] Walaupun sejumlah bakteri seperti Rickettsia dan Chlamydia memiliki keterbatasan yang sama, mereka dianggap sebagai organisme hidup karena memiliki sel sendiri.[15][16] Perakitan diri virus di dalam sel inang berimplikasi pada studi asal mula kehidupan karena mendukung hipotesis bahwa kehidupan dapat dimulai dari molekul organik yang dapat merakit diri.[17] StrukturPartikel virus, disebut juga "virion", terdiri dari materi genetik yaitu DNA (asam deoksiribonukleat) atau RNA (asam ribonukleat) yang dikelilingi lapisan protein pelindung yang disebut kapsid.[18] Kapsid terbentuk dari susunan molekul-molekul protein kecil identik yang disebut kapsomer. Kapsomer-kapsomer ini dapat tersusun dalam struktur ikosahedron (bangun ruang bersisi 20), heliks (spiral atau pilinan), atau bentuk-bentuk lain yang lebih kompleks. Di dalam kapsid terdapat selubung nukleokapsid, yang juga terdiri dari protein. Sebagian virus dikelilingi bagian luar yang terdiri dari lipid (lemak) dan disebut selubung virus (amplop). Selubung luar ini menyebabkan virus tersebut dapat dihancurkan sabun atau alkohol.[19] UkuranVirus adalah salah satu agen infeksi terkecil dan tidak dapat dilihat menggunakan mikroskop cahaya. Kebanyakan virus hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop elektron. Ukuran virus berkisar antara 20 hingga 300 nanometer. Dengan kata lain, garis sepanjang 1 sentimeter dapat diisi 33.000 hingga 500.000 virus yang berbaris lurus.[18] Bakteri umumnya memiliki diameter 1.000 nanometer (1 mikrometer) dan sel makhluk hidup yang lebih besar biasanya berukuran puluhan mikrometer. Terdapat juga golongan virus yang berukuran relatif besar dibandingkan virus biasa, seperti Mimivirus, Megavirus, dan Pandoravirus. Virus-virus ini berukuran sekitar 1.000 nanometer, menginfeksi ameba, dan ditemukan pada 2003 hingga 2013.[20][21] Ukuran virus-virus ini sekitar sepuluh kali lebih panjang dari virus influenza (sehingga volumenya 1.000 kali lebih besar), sehingga disebut virus "raksasa" dan penemuannya mengejutkan para ilmuwan.[22] Materi genetikGen virus terbuat dari DNA saja atau RNA saja. Gen menyimpan informasi biologis dari suatu organisme dalam bentuk kode. Sebagian besar organisme menggunakan DNA sebagai materi genetik, tetapi sejumlah virus menggunakan RNA (golongan ini disebut virus RNA). DNA atau RNA virus dapat berbentuk satu untaian saja atau berbentuk heliks ganda.[23] Virus dapat berkembang biak dengan cepat karena jumlah gennya relatif sedikit. Virus influenza hanya memiliki delapan gen, sedangkan Rotavirus memiliki sebelas gen (sebagai perbandingan, manusia memiliki 20.000 hingga 25.000).[24] Gen-gen ini mengandung kode untuk menghasilkan protein, baik protein struktural yang membentuk tubuh virus itu sendiri, maupun protein nonstruktural yang hanya ditemukan dalam sel yang diinfeksi virus.[25] Banyak virus yang mampu menghasilkan enzim, jenis protein yang mendorong terjadinya reaksi kimia. Beberapa enzim ini, disebut DNA polimerase dan RNA polimerase, berfungsi membuat salinan DNA atau RNA. Enzim polimerase sebuah virus sering lebih efisien dalam menyalin DNA atau RNA dibandingkan enzim serupa yang dimiliki sel inangnya,[26] tetapi RNA polimerase dari virus lebih rentan mengalami kesalahan penyalinan. Hal ini menyebabkan virus RNA mudah bermutasi dan menghasilkan jenis-jenis (atau galur) baru.[27] Beberapa virus RNA memiliki gen yang tidak menyatu dalam satu molekul RNA tunggal. Misalnya, virus influenza memiliki delapan gen terpisah yang masih-masing berupa molekul RNA tersendiri. Saat beberapa galur dari virus influenza menginfeksi sel yang sama, gen-gen ini dapat bercampur dan membentuk galur baru dalam sebuah proses yang disebut pemilahan ulang (reassortment).[28] Sintesis proteinProtein merupakan molekul yang mutlak diperlukan untuk kelangsungan hidup. Sebuah sel membuat protein dengan merangkai asam amino sesuai informasi yang ada dalam DNA. Sintesis (pembuatan) protein membutuhkan berbagai proses yang tidak dimiliki oleh virus.[29] Karena itu, virus memaksa sel inangnya untuk membuat protein-protein yang tidak dibutuhkan sel inang tetapi diperlukan oleh virus untuk memperbanyak diri.[30] Dalam sebuah sel, sintesis protein terdiri dari dua tahap utama: transkripsi (penyalinan) dan translasi (penerjemahan).[31] Dalam transkripsi, informasi yang dikandung DNA (disebut kode genetik) digunakan untuk membuat salinan berupa RNA yang disebut RNA duta (disebut mRNA dari messenger-RNA). Molekul mRNA ini berpindah menuju ribosom sel, tempat protein dibuat berdasarkan informasi yang ada dalam mRNA. Tahap ini disebut translasi atau penerjemahan karena informasi mRNA yang formatnya adalah susunan asam nukleat diubah menjadi protein yang merupakan susunan asam amino, seolah dari suatu bahasa ke bahasa lain.[31] Virus "membajak" proses dalam sel ini dengan berbagai cara. Sebagian virus RNA bekerja dengan menggunakan RNA-nya secara langsung sebagai mRNA sel. Golongan virus seperti ini disebut virus RNA untai-positif atau untai-plus.[32] Sebaliknya, dalam golongan virus RNA lainnya, RNA virus harus diubah menjadi komplemennya terlebih dahulu agar berfungsi sebagai mRNA, sehingga harus dilakukan penyalinan komplemen menggunakan enzim milik sel inang atau milik virus itu sendiri. Golongan virus ini disebut virus RNA untai-negatif atau untai-minus. Sebagian virus lainnya memiliki DNA, bukan RNA; golongan virus ini membuat mRNA dari DNA dengan proses yang sama seperti proses sebuah sel. Ada golongan virus lain, yaitu retrovirus, yang menggunakan mekanisme berbeda: golongan virus ini memiliki RNA, tetapi pembuatan salinan DNA dalam sel inang (yang berasal dari RNA virus) dilakukan dengan bantuan enzim transkriptase balik. Salinan DNA ini kemudian disisipkan ke dalam DNA sel inang dan akan diubah menjadi mRNA dan protein sebagaimana proses normal dalam sel.[33] InaktivasiKarena virus tidak digolongkan sebagai organisme hidup, mereka tidak dapat "dibunuh". Tindakan untuk menonaktifkan virus sehingga ia tidak lagi menjadi infeksius disebut inaktivasi virus. Berbagai virus memiliki lapisan lipid dan protein yang dapat dinonaktifkan oleh perubahan kimiawi. Inaktivasi virus merupakan hal penting dalam pemrosesan plasma darah untuk memastikan bahwa darah yang ditangani tidak mengandung virus-virus berbahaya.[34] Metode yang biasa digunakan yaitu inaktivasi oleh pelarut atau detergen, pemanasan, serta inaktivasi oleh pH asam.[35] Campuran pelarut organik/detergen mampu merusak lapisan lipid yang dimiliki oleh virus berselubung. Metode ini mudah diterapkan, tetapi tidak efektif terhadap virus yang tidak memiliki selubung.[36] Konsentrasi reagen dan durasi kontak dengan virus merupakan hal yang perlu diperhatikan. Pemanasan dilakukan untuk mendenaturasi protein virus. Pasteurisasi, panas kering, dan panas uap merupakan metode pemanasan yang dapat dilakukan.[36] Pasteurisasi mampu menonaktifkan virus berselubung maupun tak berselubung dengan berbagai karakteristik fisikokimia.[37] Pengaturan temperatur, durasi pemanasan, penentuan jenis protein yang akan dirusak dan dilindungi, serta penambahan bahan kimia lainnya perlu divalidasi agar metode ini mencapai tujuannya. Sebagian besar protein juga dirusak oleh pH asam. Perlakuan pH rendah ini efektif untuk virus berselubung dan memiliki efektivitas terbatas terhadap virus yang tidak berselubung.[36] Beberapa metode lain yang dikembangkan untuk menonaktifkan virus di antaranya iradiasi dengan sinar ultraviolet, sinar gama, serta pemberian iodin.[38] Iradiasi dengan sinar gama dan pemberian iodin mampu menonaktifkan virus berselubung dan virus tak berselubung.[39][40] Iradiasi sinar ultraviolet juga mampu menonaktifkan kedua jenis virus tersebut, meskipun diperlukan dosis yang lebih besar untuk menonaktifkan virus tak berselubung.[41] SiklusSaat sebuah virus menginfeksi sel, virus tersebut mengendalikan sel inangnya untuk memperbanyak virus itu, dengan membuat sel inang menyalin DNA atau RNA virus dan membuat protein yang kemudian bergabung untuk membentuk partikel virus baru.[42] Pada dasarnya, ada enam tahap siklus virus dalam sel makhluk hidup:[25]
Berdasarkan penghancuran sel inangnya, siklus virus dibagi menjadi siklus litik dan siklus lisogenik. Siklus litik akan langsung menghancurkan sel inang yang terinfeksi. Enam tahap siklus virus yang dimulai dari perlekatan hingga lisis merupakan tahapan penuh dari siklus litik. Sementara itu, siklus lisogenik dicirikan oleh infeksi yang "diam". Setelah masuk ke dalam sel inang, DNA virus akan bergabung ke dalam DNA sel inang, dan secara pasif ikut mengalami replikasi saat sel inang membelah diri.[48] Genom virus yang bergabung dengan DNA inang disebut provirus. Ketika terjadi perubahan kondisi yang mengganggu hubungan antara virus dan sel inang, provirus dapat menjadi aktif dan memulai siklus litik yang menghancurkan sel inang.[49] Efek terhadap sel inangVirus menimbulkan banyak efek dan perubahan pada struktur dan biokimia sel inang,[50] yang disebut efek sitopatik.[51] Sebagian besar infeksi virus berakhir dengan kematian sel inang. Sel inang mati dengan berbagai cara, di antaranya dengan pecah (mengalami lisis), mengalami perubahan membran sel, dan apoptosis (bunuh diri atau kematian sel terprogram).[52] Sering kali sel mati karena aktivitas normalnya terhenti akibat protein-protein yang dihasilkan virus, termasuk protein yang bukan bagian dari partikel virus itu sendiri.[53] Sebagian virus tidak mengakibatkan perubahan yang terlihat pada sel inang. Virus yang laten (tidak aktif) tidak banyak menunjukkan tanda infeksi dan sel inangnya sering berfungsi normal.[54] Hal ini merupakan manifestasi dari siklus lisogenik yang menyebabkan virus tersebut dapat tersembunyi selama bertahun-tahun. Golongan virus herpes sering mengalami hal ini, contohnya virus herpes simpleks yang berdiam di sistem saraf inangnya tanpa menggandakan diri, dan sewaktu-waktu dapat aktif kembali.[55][56] Sebagian virus, seperti Papilomavirus, dapat menyebabkan sel memperbanyak diri tak terkendali dan menjadi penyebab kanker.[57] Sebagian virus lainnya seperti virus Epstein-Barr juga membuat sel memperbanyak diri dengan berbagai manifestasi, terkadang berupa tumor jinak dan kadang tumor ganas (kanker).[58] Saat DNA sel terlalu rusak akibat serangan virus sehingga tidak dapat diperbaiki lagi, apoptosis sering terjadi. Salah satu akibatnya adalah penghancuran DNA oleh sel itu sendiri. Beberapa virus (seperti HIV) memiliki mekanisme untuk membatasi apoptosis sehingga sel inang tidak mati sebelum virus berhasil memperbanyak diri.[59] Virus dan penyakitInfeksi virus pada sel inang dapat menimbulkan penyakit yang dikategorikan sebagai penyakit infeksi. Penyebaran virus dari satu inang ke inang lain bisa dilakukan dengan banyak cara, tetapi setiap virus memiliki karakteristik tertentu dan mengandalkan cara tertentu untuk menyebar. Banyak virus yang menginfeksi tumbuhan berpindah dari satu tumbuhan ke tumbuhan lain melalui serangga dan organisme lain yang disebut vektor.[60] Virus yang menginfeksi hewan dan manusia menyebar dengan berbagai cara. Beberapa virus berpindah melalui kontak langsung antara individu terinfeksi dengan individu sehat, misalnya herpes simpleks yang menular melalui sentuhan fisik.[61] Penularan virus melalui kontak langsung juga dapat terjadi melalui hubungan seks, misalnya HIV.[62] Virus yang menginfeksi saluran pencernaan, seperti Norovirus dan Rotavirus, ditularkan melalui transmisi fekal–oral, yang melibatkan tangan, makanan, dan minuman yang terkontaminasi.[63][64] Virus-virus yang menyerang sistem pernapasan, seperti virus influenza, virus parainfluenza, dan virus korona, dapat menyebar melalui percikan dari saluran pernapasan saat seseorang berbicara, batuk, atau bersin.[65][66][67] Apabila partikel virus dalam percikan tersebut berhasil menyentuh membran mukosa orang lain (yang ada di hidung, mulut, dan beberapa organ lain), mereka dapat masuk ke dalam tubuh individu tersebut. Virus lainnya, seperti virus dengue, disebarkan oleh serangga pengisap darah.[68] Sementara itu, Cytomegalovirus bisa diturunkan secara vertikal dari ibu hamil ke janin yang sedang dikandungnya.[69] Berbagai virus dapat menginfeksi hewan dan manusia, misalnya virus rabies, HIV, dan virus ebola.[70] Hal ini memungkinkan penyebaran penyakit dari hewan ke manusia maupun sebaliknya. Penyakit yang secara alami dapat berpindah dari hewan vertebrata ke manusia disebut zoonosis.[71] Rabies merupakan zoonosis akibat virus yang sangat mematikan. Penderita yang telah menunjukkan tanda klinis rabies hampir selalu berakhir dengan kematian.[72] Meskipun demikian, rabies bisa dicegah dan dieliminasi dari suatu daerah dengan vaksinasi. Untuk mencegah infeksi dan penyebaran penyakit, perlu diketahui cara penyebaran masing-masing jenis virus.[73] Pada manusiaPenyakit-penyakit umum pada manusia yang diakibatkan oleh virus di antaranya pilek, influenza, cacar air, dan herpes oral. Penyakit-penyakit serius seperti Ebola dan AIDS pun disebabkan oleh infeksi virus.[74] Virus-virus yang tidak menimbulkan penyakit atau hanya menyebabkan penyakit ringan dianggap sebagai virus "jinak". Sementara itu, virus yang lebih ganas dan berbahaya disebut bersifat virulen.[75] Beberapa virus malah bisa menimbulkan infeksi sepanjang hayat atau kronis apabila virus tersebut terus saja menggandakan diri di dalam tubuh meskipun ada mekanisme pertahanan diri inang.[76] Hal ini umum terjadi pada infeksi virus hepatitis B dan hepatitis C. Orang yang terjangkit suatu virus secara kronis dinamakan pembawa virus. Mereka berperan sebagai reservoir virus tersebut.[77][78] EndemiJika proporsi pembawa penyakit dalam populasi tertentu mencapai ambang tertentu, suatu penyakit dikatakan endemik.[79] Sebelum munculnya vaksinasi, infeksi virus merupakan hal biasa dan wabah terjadi secara reguler. Di negara dengan iklim sedang, penyakit akibat virus biasanya terjadi secara musiman. Poliomielitis akibat virus polio sering terjadi pada bulan-bulan musim panas.[80] Sebaliknya, infeksi virus influenza dan Rotavirus biasanya terjadi selama musim dingin.[81][82] Virus lain, seperti virus campak, menyebabkan wabah secara rutin setiap tiga tahun.[83] Di negara berkembang, virus yang mengakibatkan infeksi pernapasan dan pencernaan sering ditemui sepanjang tahun. Virus yang dibawa oleh serangga merupakan penyebab umum penyakit di negara ini. Sebagai contoh, virus zika dan virus dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes betina yang menggigit manusia, khususnya selama musim kawin nyamuk.[84] Kemunculan penyakit baru dan pandemiSelain mutasi patogen, perubahan perilaku manusia akibat industrialisasi (yang memicu perubahan iklim dan resistansi obat) serta globalisasi (yang mengubah demografi dan meningkatkan perdagangan internasional), turut berkontribusi memunculkan penyakit infeksi baru.[85] Penyakit-penyakit baru ini dapat menyebar secara lokal maupun global (pandemi).[86] Meskipun pandemi virus jarang terjadi, HIV (yang berevolusi dari virus yang ditemukan pada monyet dan simpanse) telah menjadi pandemi setidaknya sejak tahun 1980-an.[87] Sepanjang abad ke-20, ada empat pandemi yang diakibatkan oleh virus influenza, yang masing-masing dimulai pada tahun 1918, 1957, 1968, dan 2009. Sebelum diberantas, variola merupakan penyebab pandemi selama lebih dari 3.000 tahun.[88] Sepanjang sejarah, perpindahan manusia membantu penyebaran infeksi pandemik; awalnya melalui perjalanan laut dan pada zaman modern juga melalui perjalanan udara.[89] Selain variola, sebagian besar pandemi diakibatkan oleh virus yang baru berevolusi. Virus yang baru muncul ini biasanya merupakan mutan dari virus yang kurang berbahaya yang telah beredar sebelumnya, baik pada manusia maupun pada hewan lain.[90] Koronavirus merupakan kelompok virus yang telah beberapa kali memunculkan penyakit infeksi baru. Sindrom pernapasan akut berat (SARS) dan sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS), yang masing-masing muncul pada tahun 2002 dan 2012, diakibatkan oleh koronavirus tipe baru. Koronavirus lain diketahui mengakibatkan infeksi ringan pada manusia,[91] sehingga virulensi dan penyebaran SARS yang cepat (yang pada Juli 2003 telah mengakibatkan sekitar 8.000 kasus dan 800 kematian) tidak terduga dan sebagian besar negara tidak siap.[92] Koronavirus baru juga muncul di Wuhan, Tiongkok pada November 2019 dan menyebar dengan cepat ke seluruh dunia. Virus yang baru muncul ini kemudian diberi nama koronavirus sindrom pernapasan akut berat 2 (SARS-CoV-2). Virus ini memiliki tingkat kemiripan tinggi dengan koronavirus pada kelelawar dan tenggiling,[93][94][95] sehingga timbul dugaan bahwa SARS-CoV-2 berasal dari hewan-hewan tersebut. Infeksi virus ini mengakibatkan penyakit koronavirus 2019 (COVID-19), yang memiliki tingkat keparahan bervariasi, mulai dari ringan hingga mematikan,[96] dan mengakibatkan pandemi pada tahun 2020.[97][98][99] Akibat pandemi ini, berbagai negara mengambil kebijakan yang mengubah keseharian hidup penduduknya, seperti karantina wilayah,[100] perintah untuk tinggal di rumah, dan pembatasan perjalanan internasional.[101] Pada tumbuhanAda banyak jenis virus tumbuhan, tetapi sering kali mereka hanya mengakibatkan penurunan hasil produksi, dan secara ekonomis tidak efisien untuk melakukan pengendaliannya. Virus tumbuhan sering menyebar dari satu tumbuhan ke tumbuhan lain oleh organisme yang disebut vektor. Vektor biasanya berupa serangga, tetapi beberapa jamur, cacing nematoda, dan organisme bersel tunggal juga terbukti berperan sebagai vektor. Pengendalian infeksi virus tumbuhan, misalnya dengan membunuh vektor dan menghilangkan inang alternatif seperti gulma, akan dilakukan jika upaya tersebut membawa keuntungan ekonomis (contohnya pada perkebunan buah-buahan menahun).[102] Virus tumbuhan tidak berbahaya bagi manusia dan hewan lain karena mereka hanya dapat bereproduksi dalam sel tumbuhan hidup.[103] BakteriofagBakteriofag adalah virus yang menginfeksi bakteri dan arkea. Komite Internasional Taksonomi Virus (ICTV) secara resmi mengakui 28 genus bakteriofag yang ditempatkan dalam 11 keluarga virus.[104] Bakteriofag berperan penting dalam ekosistem laut: ketika bakteri yang terinfeksi meledak, senyawa karbon dilepaskan kembali ke lingkungan, dan senyawa tersebut kemudian merangsang pertumbuhan organik segar. Bakteriofag berguna dalam penelitian ilmiah karena mereka tidak berbahaya bagi manusia dan dapat dipelajari dengan mudah. Di sisi lain, bakteriofag dapat menjadi sumber masalah pada industri makanan dan obat-obatan yang melibatkan fermentasi dan bergantung pada bakteri bermanfaat. Beberapa infeksi bakteri menjadi sulit dikendalikan dengan antibiotik sehingga ada kecenderungan untuk memanfaatkan bakteriofag sebagai terapi infeksi bakterial pada manusia.[105] ImunitasImunitas bawaan pada hewanHewan, termasuk manusia, memiliki banyak pertahanan alami melawan virus. Sebagian pertahanan ini bersifat umum dan melindungi dari banyak virus tanpa tergantung jenisnya. Sistem imun bawaan ini tidak bertambah kuat jika infeksi berulang, dan tidak memiliki "memori" akan infeksi sebelumnya. Contohnya adalah kulit hewan (terutama permukaan luarnya yang memiliki lapisan sel-sel mati) yang mencegah masuknya virus ke tubuh inang. Contoh lain adalah keasaman isi lambung yang dapat menghancurkan virus-virus yang tertelan. Saat virus berhasil melewati rintangan-rintangan ini dan berhasil masuk tubuh inang, pertahanan bawaan lainnya mencegah penyebaran infeksi di dalam tubuh. Hormon yang bernama interferon diproduksi tubuh ketika virus masuk, dan mencegah virus memperbanyak diri dengan cara membunuh sel-sel yang terinfeksi beserta sel-sel terdekatnya. Di dalam sel, ada enzim-enzim yang berfungsi merusak RNA virus, disebut enzim interferensi RNA. Beberapa sel darah memakan dan menghancurkan sel-sel yang terinfeksi virus.[106] Imunitas adaptif pada hewanPertahanan yang bersifat spesifik terhadap virus tertentu berkembang dari waktu ke waktu. Sel-sel darah putih jenis limfosit menjadi komponen penting, dengan menyimpan "memori" infeksi virus dan membuat molekul-molekul khusus yang disebut antibodi. Molekul-molekul antibodi menempel pada virus dan mencegahnya menginfeksi sel. Antibodi bersifat selektif dan masing-masing hanya menyerang satu jenis virus. Tubuh hewan dan manusia membuat berbagai antibodi, terutama saat awal infeksi. Setelah infeksi virus mereda, sebagian antibodi tetap bertahan dan terus dibuat, sehingga biasanya memberi ketahanan seumur hidup untuk virus jenis tersebut.[107] Pertahanan tumbuhanTumbuhan juga memiliki mekanisme pertahanan melawan virus. Salah satu pertahanan terkuat adalah adanya "gen pertahanan" (gen R, resistance). Setiap gen R memberikan pertahanan melawan virus tertentu dengan memicu kematian sel terlokalisasi di sekitar sel-sel yang terinfeksi. Area terlokalisasi ini sering dapat dilihat mata sebagai bintik-bintik besar. Hal ini mencegah penyebaran infeksi.[108] Tumbuhan juga memiliki enzim interferensi RNA[109] dan menghasilkan disinfektan alami yang menghancurkan virus, seperti asam salisilat, nitrogen monoksida, dan spesi oksigen reaktif.[110] Pertahanan terhadap bakteriofagBakteri dan arkea memiliki alat pertahanan untuk melindungi sel mereka dari serangan bakteriofag. Sistem imun bakteri, baik imunitas bawaan maupun adaptif, telah berkali-kali mengalami evolusi untuk mengatasi serangan ini.[111] Pertahanan dilakukan oleh segmen DNA bakteri dan arkea yang disebut CRISPR yang mendeteksi DNA bakteriofag, serta protein terasosiasi-CRISPR (Cas), seperti Cas9, yang memotong DNA bakteriofag.[112] Selain sistem CRISPR/Cas, pemotongan DNA virus juga dilakukan oleh enzim restriksi.[113] Sebagai respons terhadap sistem pertahanan ini, virus juga mengembangkan protein yang disebut anti-CRISPR untuk melindungi DNA mereka dari pemotongan. Persaingan antara virus dan bakteri/arkea untuk memenangkan kompetisi ini dapat diibaratkan sebagai "perlombaan senjata".[111] Pencegahan dan pengobatanVaksinasiVaksin bekerja dengan cara meniru infeksi alami dalam memicu respons sistem imun adaptif, tetapi tidak mengakibatkan penyakit. Vaksin dapat dibuat dari virus yang telah dilemahkan atau virus yang telah dinonaktifkan. Penggunaan vaksinasi telah berhasil memusnahkan penyakit variola dari muka bumi serta mengurangi penyakit dan kematian akibat infeksi virus lain seperti polio, campak, beguk, dan rubela.[114] Vaksin telah tersedia untuk mencegah lebih dari 14 jenis infeksi virus pada manusia,[115] dan vaksin lain telah dibuat untuk mencegah infeksi virus pada hewan.[116] Virus-virus yang bermutasi dengan cepat, contohnya virus influenza, membutuhkan vaksin baru untuk setiap galur yang baru terbentuk. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan pemberian vaksin influenza setiap tahun bagi orang-orang yang berisiko tinggi menderita penyakit ini.[117] Sementara itu, vaksin yang berisi virus yang dilemahkan bisa berbahaya untuk orang-orang dengan sistem imun yang lemah, karena malah bisa menyebabkan penyakit yang ingin dicegah.[118] Teknik-teknik bioteknologi dan rekayasa genetika digunakan untuk menghasilkan vaksin yang hanya memiliki protein kapsid dari virus sehingga lebih aman karena tidak mungkin menyebabkan munculnya penyakit. Vaksin hepatitis B adalah salah satu contoh vaksin jenis ini.[119][120] Obat antivirusObat-obatan antivirus berfungsi dengan mengganggu proses yang diperlukan untuk penggandaan virus dan idealnya tidak menimbulkan efek negatif terhadap organisme inang. Obat seperti ini sangat sulit dicari karena penggandaan virus sangat mengandalkan fungsi normal sel inangnya, dan fungsi-fungsi tersebut tidak dapat dihentikan tanpa dampak negatif untuk sel inang.[121] Obat antivirus pertama ditemukan pada 1962,[122] dan pengembangan golongan obat ini mulai meningkat dengan cepat sejak pertengahan 1980-an setelah terjadi pandemi AIDS. Obat-obatan ini sering menggunakan sifat analog nukleosida, yang bertindak sebagai tiruan palsu dari nukleosida (molekul pembentuk DNA). Saat proses penggandaan DNA virus dimulai, sebagian bahan-bahan palsu ini ikut terpakai. Hal ini menggagalkan penggandaan karena obat tersebut dirancang untuk tidak memiliki sifat-sifat yang diperlukan dalam pembentukan rantai DNA. Saat produksi DNA berhenti, virus tidak lagi dapat memperbanyak diri.[123] Contoh jenis obat seperti ini adalah asiklovir (obat virus herpes), salah satu obat antivirus paling awal dan paling banyak digunakan dalam resep.[124] Contoh lain golongan obat ini adalah lamivudin (obat HIV dan hepatitis B),[124] dan ribavirin (obat hepatitis C).[125] Obat hepatitis B dan C tersebut menghentikan penggandaan virus dan interferon membunuh sel-sel terinfeksi yang masih tersisa.[126] Selain itu, terdapat obat antivirus yang mengganggu tahap lain dalam siklus virus. Misalnya, HIV bergantung pada enzim HIV-1 protease untuk menjadi infeksius. Jenis obat yang disebut inhibitor protease bekerja dengan cara berikatan dengan enzim ini untuk menghentikan fungsinya.[127] Infeksi HIV biasanya diobati dengan kombinasi berbagai obat antivirus, yang masing-masing mengganggu tahap-tahap yang berbeda dalam siklus virus. Ada obat yang mencegah adsorpsi (melengketnya) virus ke sel, ada obat analog nukleosida yang mencegah replikasi (penggandaan), dan ada obat yang menghentikan kerja enzim yang dibutuhkan dalam replikasi. Kesuksesan obat-obatan ini merupakan hasil dari pengetahuan tentang cara virus memperbanyak diri.[128] Satu obat antivirus tidak mampu sepenuhnya mengendalikan suatu infeksi virus, karena virus selalu bermutasi sehingga akan muncul variasi yang tahan terhadap obat yang telah ada. Selain itu, sebagian infeksi virus membutuhkan pengobatan bertahun-tahun.[129] Ilmuwan terus meneliti dan mengembangkan obat-obatan antivirus baru untuk mengatasi ketahanan virus, serta untuk menangani virus-virus baru, virus-virus yang belum ada obatnya, dan kemungkinan pandemi global.[130] Asal-usulVirus selalu berdampingan dengan organisme, dan mungkin telah ada sejak sel hidup pertama kali berevolusi. Virus tidak meninggalkan fosil, sehingga asal muasal virus hanya bisa dihipotesiskan dengan cara-cara seperti teknik-teknik biologi molekuler. Teknik-teknik ini mengandalkan keberadaan DNA atau RNA virus yang terdahulu. Akan tetapi, sebagian besar virus yang diawetkan dan disimpan di laboratorium berusia kurang dari 90 tahun.[131][132] Metode-metode biologi molekuler hanya berhasil melacak nenek moyang virus yang berevolusi pada abad ke-20.[133] Golongan virus baru berkali-kali muncul dalam berbagai tahap evolusi makhluk hidup.[134] Ada tiga hipotesis utama tentang asal-usul virus: hipotesis regresi, hipotesis keluar dari sel, dan hipotesis koevolusi.[134][135]
Ketiga hipotesis ini memiliki kelemahan. Hipotesis regresi tidak dapat menjelaskan mengapa sel-sel parasit terkecil yang ditemukan pun tidak memiliki kemiripan sama sekali dengan virus. Hipotesis keluar dari sel tidak dapat menjelaskan struktur-struktur yang hanya ada pada virus dan tidak pada sel. Hipotesis koevolusi tidak dapat menjelaskan bagaimana virus yang terbentuk pertama kali dapat bertahan dan memperbanyak diri tanpa keberadaan sel.[138][143] Peranan dalam ekosistem lautVirus merupakan entitas biologis yang paling melimpah di lingkungan perairan.[17] Satu sendok teh air laut mengandung sekitar sepuluh juta virus,[144] dan mereka berperan penting dalam pengaturan ekosistem air asin dan air tawar.[145] Sebagian besar virus dalam perairan tersebut merupakan bakteriofag,[146] yang tidak berbahaya bagi tumbuhan dan hewan. Mereka menginfeksi dan menghancurkan bakteri pada komunitas mikrob akuatik dan hal ini merupakan mekanisme daur ulang karbon yang paling penting dalam ekosistem laut. Molekul organik yang dilepaskan dari sel bakteri oleh virus merangsang pertumbuhan bakteri dan alga segar.[147] Mikroorganisme mencakup lebih dari 90% biomassa di laut. Virus diperkirakan membunuh sekitar 20% dari biomassa ini setiap hari. Jumlah virus di lautan 10-15 kali lebih banyak dibandingkan bakteri dan arkea.[148] Virus-virus ini terutama bertanggung jawab atas pengurangan populasi alga dengan cepat sehingga mencegah ledakan populasi alga,[149] yang sering kali membunuh kehidupan laut lainnya.[150] Peran virus di lautan sangat besar; dengan meningkatkan jumlah respirasi di lautan, virus secara tidak langsung berperan untuk mengurangi jumlah karbon dioksida di atmosfer sekitar 3 gigaton karbon per tahun.[151] Jumlah virus di lautan semakin berkurang di area pantai dan laut dalam karena jumlah organisme inang lebih sedikit di area-area tersebut.[151] Mamalia laut juga rentan terhadap infeksi virus. Pada tahun 1988 dan 2002, ribuan anjing laut di Eropa mati akibat infeksi Phocine morbillivirus.[152] Banyak virus lain, termasuk calicivirus, herpesvirus, adenovirus, dan parvovirus, beredar pada populasi mamalia laut.[151] Lihat pulaRujukanCatatan kaki
Daftar pustaka
|