Kereta rel listrik JR seri 103 (国鉄103系電車code: ja is deprecated , Kokutetsu 103-kei densha) adalah kereta rel listrik buatan Jepang pada tahun 1964 yang pernah beroperasi hampir di seluruh lintas di Jepang dan pernah menjadi KRL dengan populasi terbanyak di Jepang, dan masih merupakan rekor selama ini. KRL ini berteknologi Rheostat.
Bahkan jika diperhatikan, KRL ini sangat menyerupai KRL Rheostatik. Di Indonesia, KRL ini juga pernah dioperasikan di hampir seluruh lintas yang ada di Jabodetabek.[1] KRL ini beroperasi sejak tahun 2004 hingga tahun 2016. Pada November 2016, keenam belas unit KRL JR East seri 103 yang masih ada dibawa dan dikirim menuju ke Stasiun Cikaum untuk ditumpuk dan dirucat.
Sejarah
KRL ini adalah kereta rel listrik buatan Jepang tahun 1964 yang beroperasi di lintas Jabodetabek. KRL ini pernah menjadi KRL dengan populasi terbanyak di Jepang, dan masih merupakan rekor selama ini. KRL ini berteknologi rheostat, yaitu teknologi yang saat itu masih umum, karena belum ada teknologi Chopper maupun Variable Voltage Variable Frequency, dengan thryristor Gate Turn-Off (VVVF-GTO) maupun Insulated Gate Bipolar Transistor (VVVF-IGBT). Walaupun demikian, teknologi resistor control telah ada pada saat itu.
Pada awalnya KRL ini tidak ber-AC, sama seperti KRL lainnya di Jepang pada saat itu, tetapi sejak tahun 1988, AC pun mulai dipasang untuk meningkatkan kenyamanan penumpang.
Pengoperasian di Indonesia (2004-2016)
Awal Masa Kedinasan
Pada tahun 2000, saat itu KRL AC untuk pertama kalinya didatangkan dari Jepang (Toei seri 6000), dan KRL Ekspres AC ini mendapat sambutan yang baik dari masyarakat, setelah sebelumnya KRL non-AC banyak yang mulai menurun kondisinya dan lekat dengan kondisi yang buruk, seperti banyaknya penumpang di atap (atapers). Setelah kedatangan KRL Toei seri 6000, PT Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Jabotabek yang sedang membutuhkan lebih banyak KRL AC pun mengimpor KRL ini dari JR East, tepatnya pada tahun 2004, sebanyak 16 kereta. KRL ini awalnya beroperasi di Jalur Musashino sebelum dikirim ke Jakarta, dan masing-masing rangkaiannya terdiri dari 8 kereta meskipun rangkaian yang dikirim ke Indonesia sudah diperpendek menjadi 4 kereta dalam satu rangkaian, sehingga total ada 4 rangkaian kereta yang beroperasi di Indonesia.
KRL JR seri 103 merupakan KRL tertua yang dimiliki Jepang pada saat KRL ini dibeli untuk dikirim ke Indonesia, dengan rangkaian yang pertama kali dibuat pada tahun 1964, sehingga pembelian KRL tipe ini tidak banyak, karena dianggap terlalu kuno dan tidak efisien jika membeli KRL yang berbody Mild Steel dan berteknologi Rheostat, sehingga pada pembelian berikutnya, KRL yang dibeli adalah Tokyu seri 8000 dan Tokyu seri 8500.
Indonesia membeli kereta ini untuk melayani beberapa rute KA Jabodetabek. KRL ini mulai beroperasi pada akhir tahun 2004, langsung menggunakan livery JR East Musashino Line, yang merupakan livery bawaan dari Jepang, tetapi dengan pemasangan cowcatcher terlebih dahulu. KRL ini mulai digunakan untuk layanan Bojonggede Ekspres dan Depok Ekspres pada jalur Bogor, di jalur Serpong sebagai Sudirman Ekspres, dan juga di jalur Tangerang sebagai Benteng Ekspres. Namun, akibat bertambahnya jumlah penumpang, KRL ini pun mulai ditemani dengan KRL Tokyu 8000 yang saat itu telah memiliki 8 kereta per rangkaian mulai tahun 2005. KRL ini pun mulai difokuskan di rute Serpong dan Tangerang yang jumlah penumpangnya tidak terlalu banyak. KRL ini dikenal sebagai salah satu rangkaian KRL dengan AC terdingin di Jabodetabek, khususnya dengan keadaan KRL Ekspres yang tidak begitu penuh yang menambah dinginnya KRL ini. Pada tahun 2007, KRL ini pun dicat dengan warna kuning-orange.
Masa-masa Kedinasan
Pada tahun 2009, KRL ini dicat dengan warna biru tua-biru muda, sebagai KRL pertama yang menjalani pemeliharaan akhir lengkap (PAL) di Depo KRL Depok. Setelah itu, KRL ini sempat dioperasikan untuk layanan Ekonomi AC Tanahabang - Depok untuk rangkaian kaca tinggi dengan 2 rangkaian digabung menjadi satu, dan rangkaian kaca rendah beroperasi sebagai KRL Ekspres di jalur Tangerang dengan formasi 1 set, juga terkadang KRL ini dioperasikan di Jalur Bekasi/Bogor. Di era inilah juga, KRL ini harus menghadapi penuhnya penumpang khususnya pada saat berdinas sebagai KRL Ekonomi AC, dan pada jam sibuk sering kali pintu KRL ini diganjal oleh penumpang, sama seperti KRL AC lainnya.
Pada tahun 2011, KRL ini mulai dicat dengan skema warna "JR Central" (putih dengan garis orange dan hijau), dan mulai saat itu, KRL ini tidak sedingin dulu lagi saat pertama datang, bahkan sering kali panas, dan dinginnya KRL ini masih kalah dari banyak jenis KRL, seperti KRL JR 205 yang datang pada tahun 2013. Usia KRL yang semakin tua juga membuat rangkaian ini kadang bermasalah, seperti AC panas atau kereta yang mogok.
Sejak 2012-13, karena kerusakan dan kesulitan suku cadang, rangkaian E20 dan E27 tidak bisa dioperasikan, sehingga rangkaian kereta yang tersisa akhirnya hanya 2 rangkaian, yaitu rangkaian E21 dan E22. (Rangkaian E21 merupakan rangkaian kaca rendah dan E22 kaca tinggi). Namun akhirnya rangkaian E21 dan E22 digabung sehingga dalam 1 rangkaian terdapat 8 kereta.
Akhir masa kedinasan (2014-2016)
Sejak 2014, rangkaian ini akhirnya menggunakan livery KCJ namun dengan logo PT KAI, yang ternyata merupakan livery terakhirnya selama berdinas di Indonesia. KRL ini sejak menjalani pemeliharaan akhir lengkap (PAL) pada tahun 2014 sempat berdinas pada rute yang jauh seperti di jalur Bogor, Bekasi, dan Serpong, tetapi akhirnya KRL ini sejak tahun 2015 lebih sering beroperasi sebagai KRL feeder, biasanya pada rute Manggarai - Duri PP maupun Jakarta Kota - Kampung Bandan PP.
KRL ini lebih sering difungsikan sebagai KRL Feeder saja pada saat-saat terakhir masa dinasnya karena seringnya mengalami masalah. Meskipun KRL ini berada dalam perawatan Depo KRL Depok, akan tetapi KRL ini sering "beristirahat" di Depo Bukit Duri. Keberadaannya pun semakin tergeser dengan kedatangan KRL JR East seri 205 yang baru, dimana KRL seri 205 ini didatangkan secara besar-besaran sejak tahun 2013 akhir, yang membuat posisi KRL ini sangatlah tergeser.
Mulai tanggal 1 Januari 2016, dua rangkaian KRL JR 103 yang terakhir beroperasi (KeYo E21- KeYo E22) telah berhenti beroperasi dan telah dikirim dari Depo Bukit Duri untuk disimpan di Depo KRL Depok. Pada akhir November 2016, seluruh rangkaian KRL seri 103 baik yang ada di Depo Depok maupun di Balai Yasa Manggarai akhirnya dikirimkan ke Stasiun Cikaum, Kabupaten Subang, yang berada di wilayah Daop 3 Cirebon.[2]
Daftar rangkaian KRL JR 103
Daftar rangkaian KRL JR 103 adalah sebagai berikut:[1]
E20/103-815F: 103-815 - 103-752 - 102-2009 - 103-822. Telah dirucat di Stasiun CIkaum Rangkaian ini adalah rangkaian kaca tinggi.
E21/103-105F: 103-105 - 102-321 - 103-246 - 103-597. Rangkaian ini menggunakan penomoran baru dengan nomor K1 1 04 01 sampai dengan K1 1 04 04. Rangkaian ini adalah rangkaian kaca rendah. Telah dirucat di Stasiun Cikaum.
E22/103-359F: 103-359 - 103-654 - 102-810 - 103-384. Rangkaian ini menggunakan penomoran baru dengan nomor K1 1 04 09 sampai dengan K1 1 04 12. Rangkaian ini adalah rangkaian kaca tinggi. Telah dirucat di Stasiun Cikaum.
E27/103-153F: 103-153 - 102-231 - 103-210 - 103-632. Telah dirucat di Stasiun Cikaum. Rangkaian ini adalah rangkaian kaca rendah.
Formasi rangkaian 103-815F dan 103-359F adalah sebagai berikut.
Nomor
1
2
3
4
Penomoran
KuHa 103
MoHa 103
MoHa 102
KuHa 103
Kodifikasi
TC1
M1
M2
TC2
Di lain pihak, formasi rangkaian 103-105F dan 103-153F adalah sebagai berikut.
*dioperasikan oleh PT KAI Commuter Jabodetabek (hingga 20 September 2017) dan PT Kereta Commuter Indonesia (hingga saat ini)
**dioperasikan oleh PT Kereta Api Divisi Angkutan Perkotaan Jabotabek (hingga 15 September 2008) & PT KA Commuter Jabodetabek (hingga 2 Juli 2011)
***operasional dialihkan dari swakelola perusahaan induk karena berfokus pada layanan antarkota dan aglomerasi.
****operasional dialihkan dari KAI Bandara