Kedutaan Besar Republik Indonesia di Beijing (KBRI Beijing) (Hanzi: 印度尼西亚共和国大使馆北京) adalah misi diplomatik Indonesia untuk Republik Rakyat Tiongkok dan merangkap sebagai perwakilan Indonesia untuk Mongolia.[1] Kantor diplomatik Indonesia lainnya di Tiongkok meliputi tiga konsulat jenderal di Guangzhou,[2] Hong Kong,[3] dan Shanghai.[4] Duta besar Indonesia pertama untuk Tiongkok adalah Arnold Mononutu (1953–1955).[5] Sementara duta besar saat ini adalah Djauhari Oratmangun yang dilantik oleh PresidenJoko Widodo pada tanggal 20 Februari 2018.[6]
Sejarah
Hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Tiongkok dimulai pada tanggal 13 April 1950.[7][8] Pemerintah Indonesia mengirim Isak Mahdi dari KBRI Bangkok ke Beijing untuk merintis pembukaan perwakilan.[9] Mahdi kemudian menjadi kepala perwakilan Indonesia sebagai Kuasa Usaha sampai kedatangan Arnold Mononutu sebagai duta besar Indonesia pertama untuk Tiongkok pada tahun 1953.[10]
Namun setelah peristiwa Gerakan 30 September pada tahun 1965 dan kepemimpinan negara berganti dari Soekarno ke Soeharto pada tahun 1967, hubungan antara Indonesia dengan Tiongkok terus memburuk. Pemerintah Indonesia mengganggap Tiongkok terlibat dalam Gerakan 30 September yang menewaskan tujuh perwira tinggi militer Indonesia. Pada tanggal 30 Oktober 1967, pemerintah Indonesia membekukan hubungan diplomatik dengan Tiongkok.[11]Djawoto yang pada saat itu adalah duta besar Indonesia untuk Tiongkok dinilai oleh pemerintah Indonesia telah berhaluan kiri dan memihak kepada Partai Komunis Indonesia. Kewarga-negaraannya bahkan dicopot sehingga semasa hidupnya, Djawoto tidak pernah lagi kembali ke Indonesia.[12][13]
Setelah lebih dari 20 tahun pembekuan hubungan diplomatik, pada tanggal 23 Februari 1989, Indonesia dan Tiongkok mengumumkan bahwa kedua negara akan memulai kembali hubungan diplomatik. Pernyataan ini disampaikan setelah pertemuan antara Presiden Soeharto dengan Menteri Luar Negeri Tiongkok Qian Qichen di Tokyo, Jepang di sela kunjungan Soeharto untuk menghadiri pemakaman Kaisar Jepang Hirohito.[14][15] Sebelumnya hubungan dagang secara langsung telah disetujui oleh kedua negara pada bulan Juli 1985.[15] Pada tanggal 3 Juli 1990, sebuah kominuke bersama ditandatangani oleh kedua negara di Beijing. Dalam kominuke tersebut dinyatakan bahwa hubungan diplomatik secara resmi akan dimulai kembali pada tanggal 8 Agustus 1990.[16] Duta besar Indonesia pertama untuk Tiongkok setelah pemulihan hubungan antara kedua negara adalah Abdurrachman Gunadirdja (1990–1994).[17]
Pada tahun 1950-an, KBRI Beijing berlokasi di Lishi Hutong di Distrik Dongcheng. Setelah pemulihan hubungan diplomatik pada tahun 1990, kantor KBRI Beijing berlokasi di Bangunan B Gedung Perkantoran Diplomatik Sanlitun (atau Building B Sanlitun Diplomatic Building Office) di Distrik Chaoyang. Pada bulan Juli 2004, kantor KBRI Beijing pindah ke lokasi saat ini di Jalan Dongzhimenwai Dajie.[10]
^Dewi Fortuna Anwar (2019-03-28). "Indonesia-China Relations: To Be Handled With Care" [Hubungan Indonesia-Tiongkok: Tangani dengan Baik-Baik] (PDF). Perspective (dalam bahasa Inggris). 19 (2019): 2. Diakses tanggal 2019-11-20.
^"Indonesia". Kedutaan Besar Republik Indonesia di Bangkok, Thailand. 2013-03-07. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-05-17. Diakses tanggal 2019-11-20.
^ ab"Embassy History" [Sejarah KBRI] (dalam bahasa Inggris). Kedutaan Besar Republik Indonesia di Beijing, Tiongkok. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-10-29. Diakses tanggal 2019-11-20.
^ abLeo Suryadinata (Juli 1990). "Indonesia-China Relations: A Recent Breakthrough" [Hubungan Indonesia-Tiongkok: Terobosan Terbaru]. Asian Survey (dalam bahasa Inggris). 30 (7): 682–696. Diakses tanggal 2019-11-20.
^Southerl, Daniel (1990-07-04). "China, Indonesia Resume Diplomatic Relations" [Tiongkok, Indonesia Memulai Kembali Hubungan Diplomatik]. Washington Post (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-11-20.
^Gitosardjono, Sukamdani (2006). Dinamika hubungan Indonesia-Tiongkok di Era Kebangkitan Asia. Jakarta: Lembaga Kerjasama Ekonomi, Sosial, dan Budaya Indonesia-China. hlm. 69.
^Nalenan, Ruben (1981). Arnold Mononutu: Potret Seorang Patriot. Jakarta: Gunung Agung. hlm. 264.
^"Jakarta Reported Firing Pro-Communist Envoys". The Globe and Mail. 1966-04-18. hlm. 10.Parameter |access-date= membutuhkan |url= (bantuan)
^ abcdGitosardjono, Sukamdani (2006). Dinamika hubungan Indonesia-Tiongkok di Era Kebangkitan Asia. Jakarta: Lembaga Kerjasama Ekonomi, Sosial, dan Budaya Indonesia-China. hlm. 69.