Food Not Bombs adalah sebuah gerakan sosial yang menyindir para penguasa negara yang suka perang daripada mengatasi kasus kelaparan. Gerakan ini berasal dari Amerika Serikat. Gerakan sosial ini mulai diinisiasi pada perang saat Perang Dingin. Ketika banyak negara sedang berlomba untuk mengembangkan teknologi nuklir, Amerika salah satunya, saat itu banyak kelaparan terjadi di mana-mana. Maraknya kelaparan dan kemiskinan itu menimbulkan pemikiran mengenai bagaimana jika dana untuk pengembangan senjata nuklir tersebut digunakan untuk mengatasi kelaparan. Para aktivis anti perang di negara tersebut memberikan respons atas hal tersebut dengan membentuk sebuah gerakan sosial.[1]
Karena makanan adalah hak semua orang bukan hak istimewa segelintir orang saja! Karena ada cukup makanan untuk semua orang di mana-mana! Karena kekurangan bahan makanan pokok adalah bohong! Karena di saat kita lapar atau kedinginan kita punya hak untuk mendapatkan apa yang kita inginkan dengan cara meminta, mengamen, atau menempati bangunan-bangunan kosong! Karena kapitalisme menjadikan makanan sebagai sumber keuntungan, bukan sebagai sumber nutrisi! Karena makanan tumbuh pada tanaman! Karena kita butuh lingkungan bukan kendali! Karena kita butuh rumah bukan penjara! Karena kita butuh makanan bukan bom!
Di berbagai penjuru dunia saat ini telah terbangun puluhan kelompok-kelompok yang aktivitasnya adalah membagi-bagikan makanan vegetarian gratis untuk orang-orang miskin dan siapa pun yang tidak mampu membeli makanan.
Kelompok-kelompok ini selain mengampanyekan sikap anti-kemiskinan mereka, secara lebih jauhnya bertujuan untuk menciptakan sebuah tatanan masyarakat yang non-kekerasan. Walaupun memang banyak kelompok-kelompok yang melakukan aktivitas tersebut dalam berbagai nama, ada satu organisasi akar-rumput yang sangat konsisten melakukan aktivitas tersebut dan organisasi ini telah berkembang secara internasional, Food Not Bombs (FNB).
Sejarah
Bermula dari San Francisco, FNB dengan aktivitasnya begitu cepat menyebar, dari Amerika Utara, Eropa, bahkan hingga ke negara-negara Asia seperti Malaysia dan Indonesia (seperti yang terjadi belakangan ini di beberapa kota). Kebanyakan dari kita benar-benar percaya bahwa FNB dan strukturnya beserta seluruh tujuannya sangat berkaitan erat dengan orientasi anarkis. Masalah ideologis ini sendiri pada akhirnya menjadi elemen formal dari politik FNB dan sebuah pernyataan akan visi yang diadopsi secara terbuka oleh seluruh grup dan menempatkan aksi-aksi harian ke dalam konteks politik yang lebih radikal. Pernyataan visi ini meliputi segalanya, dari dedikasi grup terhadap perjuangan anti-seks, hingga pembangunan kebun komunitas dan pembuatan kompos sebagai sebuah aksi yang langsung menuju sebuah tatanan masyarakat yang seimbang dengan lingkungannya.
Diharapkan tulisan ini akan membuka diskusi tentang masa depan politis dari FNB dan gerakan-gerakan sejenis sebagai sebuah gerakan transnasional yang bekerja keras melawan dominasi global dari korporasi dan kemiskinan dunia. Tulisan ini juga diharapkan dapat membantu yang lainnya dalam gerakan sosial untuk mengerti aksi-aksi seperti di atas dan sisi politisnya.
Politik radikal telah membuat kita mengisi aktivitas kita dengan sesuatu yang berarti, yang memberi energi dan vitalitas kepada usaha-usaha harian. Di saat kita melihat bagaimana aktivitas harian berkaitan dengan gerakan yang lebih besar demi keadilan sosial dan ekonomi, hal tersebut membantu memberikan inspirasi dan motivasi yang kita butuh untuk terus mengumpulkan dan membagi-bagikan makanan atau juga bergumul dengan kompos atau sekadar bangun tidur lebih awal, membuat kopi dan sepotong roti yang kita miliki untuk kemudian dibagikan kepada mereka yang melakukan pemogokan. Perubahan sosial yang radikal dibangun dari hari ke hari dengan menyadari bahwa diri kita adalah bagian dari sesuatu yang jauh lebih besar dari diri kita sendiri, akan dapat membantu kita untuk melewati hari-hari dengan aktivitas yang lebih berguna.
Pembahasan
Adalah sesuatu yang penting bagi sebuah grup dan gerakan untuk mempunyai pengertian yang luas tentang di mana posisi kita dan apa visi terbaiknya tentang sebuah dunia idaman. Membagi-bagikan makanan dengan gratis memiliki beberapa definisi fundamental yang sangat jelas dan konteks politis yang lebih luas serta memberi tempat bagi prinsip-prinsip tersebut sebuah makna dan arti yang lebih dalam.
Anarkis membayangkan dunia bebas di mana tindakan diambil atas keputusan bersama, dunia yang tanpa kekerasan. Konsep-konsep itu sendiri cenderung ambigu dan sangat terbuka untuk diinterpretasikan dengan lebih luas. Saat kita menyadari bahwa dengan menempatkan prinsip-prinsip kita secara fleksibel dan inklusif, sangat baik, tetapi di saat yang sama sangat penting juga untuk menjaga agar ide-ide kita tidak termoderasi dan terkooptasi. FNB sendiri memiliki tiga prinsip, yang selain dua prinsip di atas (keputusan bersama dan dunia tanpa kekerasan) mereka menambahkan satu poin lagi, yaitu vegetarianisme. Dan dengan bersikap seperti di atas tadi, mereka meletakkan prinsip-prinsip mereka ke dalam aksi, dan hal itulah yang memberi ide-ide mereka sebuah arti dan nilai yang mendalam. FNB mengombinasikan ide-ide tersebut dengan prinsip desentralisasi, penguatan kolektif dan individual, feminisme dan strategi pengorganisasian anti hierarkis. Dengan ini kita juga harus mulai meniadakan konsep-konsep yang mendefinisikan aktivitas pembagian makanan gratis sebagai tindakan 'amal'. Pola pikir 'amal' telah gagal menemukan inti penyebab kelaparan dan kemiskinan, serta cenderung membantu mendanai sebuah krisis tanpa pernah berusaha menyerang struktur institusional yang menghasilkan ketidakadilan tersebut. Kita seharusnya lebih memfokuskan pada penentangan terhadap struktur kekuasaan yang patriarki didominasi kulit putih plus budaya baratnya dan berbagai bentuk dominasi lainnya -baik dalam masyarakat kita, dalam organisasi kita dan dalam kesadaran kita sendiri. Ide-ide dan keyakinan seperti itulah yang harus diekspresikan dalam berbagai pertemuan, dituliskan dalam literatur-literatur dan disuntikkan ke dalam cara kita mengorganisir kelompok kita sendiri, serta dalam membangun solidaritas dengan grup, organisasi ataupun perjuangan lain. Ini semua adalah tentang diri kita, tentang pandangan politis kita yang memiliki visi akan sebuah dunia yang lebih baik, sebuah dunia yang berusaha kita bangun saat ini. Dan inilah alasan mengapa pembahasan masalah seperti ini menjadi sangat penting.
Fokus pertama soal anarkisme biasanya berkutat di sekitar kesalahpahaman atas pengertian anarkisme yang diartikan tidak lebih dari berantakan dan perusakan. Prof. Howard Zinn, seorang pendukung FNB mendeskripsikan anarkisme dalam bukunya yang berjudul "Declaration Of Independent" sebagai berikut: "Anarkis, seperti yang saya amati dan pelajari, tidaklah percaya pada anarki seperti yang biasa dideskripsikan oleh banyak orang dan media -kekacauan, disorganisasi, chaos, kebingungan dan setiap orang bertindak semaunya. Sebagai kontrasnya, mereka percaya bahwa tatanan masyarakat dapat dan seharusnya terorganisir dalam berbagai bentuknya di mana orang-orang akan bekerja sama saat bermain dan bekerja, untuk membangun sebuah tatanan masyarakat yang lebih baik. Tapi anarkis juga menekankan bahwa setiap organisasi harus menghindari hierarki dan perintah dari atas; harus demokratis, keputusan bersama, meraih keputusan tersebut melalui diskusi yang konstan dan berbagi argumen."
Dia juga menambahkan, "Apa yang membuat saya tertarik dengan anarkisme adalah juga bahwa penolakannya bersifat total terhadap segala bentuk otoritas-otoritas negara, gereja dan dalam dunia kerja. Anarkis percaya bahwa jika kita bisa membangun sebuah tatanan masyarakat egaliter tanpa kemiskinan dan kemakmuran yang jauh terpisah, kita tak akan membutuhkan polisi, penjara, tentara, ataupun perang, karena penyebab utama semua masalah tersebut sudah lenyap."
Howard Zinn menulis beberapa pendahuluan dalam beberapa buku FNB dan secara konsisten terus menentang serangan polisi dan tindakan brutal dari pemerintah kota terhadap para anggota FNB di San Francisco. Dalam beberapa artikel di koran-koran tentang kebrutalan pemerintah kota terhadap FNB, Zinn selalu tercantum di harian tersebut. Pernyataan yang dia bacakan antara lain berkata, "FNB memprotes sebuah sistem yang gagal untuk memberi orang-orang kebutuhan dasarnya."
Anarkisme adalah sebuah gerakan demi sebuah dunia di mana kekerasan rasis, seksis, homofobik, kapitalisme dan sejenisnya dilenyapkan dari kehidupan kita sehari-hari. Anarkisme adalah sebuah keyakinan akan terbentuknya sebuah dunia di mana perang dan kemiskinan tak akan ada lagi. Anarkisme adalah filosofi dan gerakan yang bertujuan membangun sebuah struktur kerja sama, egaliter dan struktur sosial yang mempromosikan bantuan yang saling menguntungkan, kontrol demokrasi radikal atas keputusan politik dan ekonomi, serta berwawasan lingkungan.
Anarkisme dan Konsensus
Konsensus adalah sebuah bentuk pengambilan keputusan yang berdasarkan pada prinsip-prinsip anarkis. Konsensus adalah sebuah bentuk pengambilan keputusan yang dalam prosesnya bertujuan untuk membagi kekuatan di antara orang-orang agar semua dapat berpartisipasi dalam memperkuat dan mengimplementasikan keputusan kolektif. Konsensus juga bertujuan untuk membangun sebuah organisasi non-hierarkis yang menghadang isu rasisme, seksisme, homofobia dan berbagai bentuk penindasan serta dominasi yang hanya menguntungkan sebagian orang saja dan memosisikan orang lain tanpa memiliki kekuatan dan suara. Karena kita bertujuan membangun sebuah organisasi - dan juga komunitas dan tatanan masyarakat - yang saling berbagi kekuatan dan memapankan kesetaraan, kita harus terus melawan hierarki. Anarkisme dan konsensus berjalan beriringan seperti layaknya sop hangat dan roti yang baru.
Organisasi-organisasi yang membagi-bagikan makanan gratis seperti FNB hanya menyediakan makanan vegetarian sebagai aksi politis melawan industri daging beserta variannya, serta mempromosikan pendekatan lingkungan, distribusi makanan serta sumber bahan pangan ke seluruh dunia dengan merata, mempromosikan hidup lebih sehat, serta mendukung pembebasan hewan.
Komitmen kelompok-kelompok seperti FNB terhadap isu-isu seperti itu telah membangun koalisi yang kuat dengan organisasi lingkungan seperti Earth First! dan berbagai macam lainnya dan juga dengan organisasi-organisasi pembebasan hewan seperti ALF (Animal Liberation Front). Anarkisme menentang eksploitasi dan dominasi dunia yang merupakan karakteristik dari ekspansi kapitalisme. Anarkisme bertujuan tidak hanya mengubah hubungan antar sesama manusia, tetapi juga hubungan antara manusia dengan bumi dan lingkungannya.
Anarkisme dan Sikap Tanpa Kekerasan
Banyak orang mulai memperdebatkan apakah anarkisme dan sikap tanpa kekerasan saling berkaitan. Sebagian anarkis berpendapat bahwa anarkisme dan sikap tanpa kekerasan tidak dapat dipisahkan. Untuk membahas masalah di atas mari kita lihat kembali pada sejarah tentang terjadinya negara. Christopher Day dari Love and Rage Revolutionary Anarchist Federation menulis, "Negara - yang kita artikan dengan keberadaan polisi, tentara, penjara, pengadilan, berbagai birokrasi pemerintah baik legislatif dan eksekutif - adalah alat pengontrol dan penekan dari yang berkuasa. Negara mempertahankan kekerasan yang legal dan terorganisir." Lebih lanjut Day menyatakan, "Negara telah selalu menjadi instrumen perang. Adalah sesuatu yang tak mungkin untuk membentuk sebuah tatanan masyarakat tanpa peperangan dalam sebuah tatanan masyarakat yang masih didominasi oleh negara."
Dalam buku FNB yang berjudul 'Feeding The Hungry and Building Community' dijelaskan, "Nama FNB menyatakan prinsip kami yang paling fundamental; tatanan masyarakat harus mempromosikan kehidupan bukan kematian. Tatanan masyarakat sudah mentolerir bahkan mempromosikan kekerasan dan dominasi. Kekuatan penguasa adalah hasil dari ancaman dan penggunaan kekerasan."
Negara dan bentuk representasi dari kapitalisme, dominasi dan patriarki, mengonsentrasikan kekuatan kepada beberapa orang saja yang secara sistematis mengesampingkan kekuatan mayoritas umat manusia. Kekerasan yang ada dalam kehidupan sehari-hari merupakan hasil dari pengingkaran kekuatan atas hidup seseorang. Kekerasan terjadi dengan banyak cara, setiap hari, sebagai hasil dari ketidakadilan sistem. Baik itu hadir melalui sistem sewa, makanan dengan pestisida dan label harga yang menyembunyikan penindasan terhadap para buruhnya, sistem pajak, bekerja pada seseorang yang sudah kaya, malagizi, razia polisi terhadap gelandangan, pemaksaan sterilisasi pada perempuan di negara Dunia Ketiga, pengasingan sosial terhadap orang miskin dan masih banyak problem lainnya.
Jadi apa hubungan antara anarkisme dan sikap tanpa kekerasan? Kita harus menelaah kembali sejarah yang panjang dari gerakan dan perlawanan anarkis yang pernah ada dan kita akan menemukan fakta bahwa anarkisme dan perjuangan demi sebuah dunia yang tanpa kekerasan mempunyai sejarah yang panjang.
Dalam penelitian yang ditulis tahun 1932 dengan judul 'Native (Born) American Anarchism' yang mendiskusikan tentang pengaruh Henry David Thoreau yang dikembangkan melalui pembangkangan sipil, Eunice Schuster menyebut Thoreau sebagai "bukan hanya anarkis dalam pemikirannya, tetapi juga dalam aksinya". Aksi pembangkangan sipil yang dilakukan Thoreau selama perang Amerika melawan Meksiko telah memengaruhi banyak teori-teori dan praktik tanpa kekerasan.
Leo Tolstoy juga mengambil inspirasi dari Thoreau dan mengembangkan ide-idenya sendiri dalam sikap yang tanpa kekerasan. Robert L. Holmes dalam bukunya yang berjudul 'Non-Violence In Theory and Practice' menuliskan, "Tolstoy menggabungkan pemahaman agama Kristen kepada apa yang dia lihat sebagai kesimpulan logis: pengingkaran ini bukan hanya berasal dari perang yang merupakan kekerasan terorganisir, tetapi juga dari pemerintah yang merupakan kekerasan institusional, dan hal inilah yang menimbulkan perang.
"
Dalam kata pengantar dari buku berjudul 'Government Is Violence: Essays on Anarchism and Pacifism' karangan Leo Tolstoy tertulis, "Tolstoy menyarankan cara pencapaian anarki dengan sesuatu yang sekarang dikenal sebagai pembangkangan sipil dan aksi langsung tanpa kekerasan... Tolstoy mengadvokasikan perlawanan moral yang tanpa kompromi terhadap penguasa."
Gandhi menulis tentang Tolstoy dalam autobiografinya, "40 tahun yang lalu, ketika saya melewati masa krisis skeptis dan keraguan yang hebat, saya membaca buku Tolstoy yang berjudul 'The Kingdom Of God Is Within You' dan sangat terkesan. Saat itu saya masih percaya dengan kekerasan. Buku itu menyembuhkan sikap skeptis saya dan membuat saya menjadi seorang yang yakin akan ahimsa (tanpa kekerasan)... dia adalah tokoh anti kekerasan yang hebat yang lahir pada abad ini."
Ide-ide anarkis juga terinspirasi oleh ide-ide Gandhi tentang bentuk tatanan masyarakat yang diidam-idamkan. Dalam buku berjudul 'Gandhi Today', Mark Shepard menjelaskan: "India dapat menjadi kuat dan sehat hanya dengan merevitalisasi desa-desa di mana empat dari lima orang tinggal, seperti yang dituntut oleh Gandhi. Dia memimpikan sebuah tatanan masyarakat yang terdiri dari desa-desa yang kuat, di mana setiap desa memiliki otonomi politik dan ekonomi sendiri. Dalam kenyataannya Gandhi adalah tokoh terbesar dari desentralisasi pada abad ini - menempatkan kekuatan politik dan ekonomi pada level lokal."
Setelah Gandhi dibunuh, orang yang dikenal sebagai pewaris spiritual Gandhi, Vinoba Bhave memimpin beberapa kampanye besar untuk mengklaim kembali tanah bagi kaum miskin. Tahun 1951 Bhave dan banyak buruh dari Sarva Seva Sangh, memulai gerakan Bhoodon (Hadiah Tanah). Banyak yang menganggap bahwa Bhave adalah orang suci dalam tradisi Hindu, dan saat dia memulai perjalanan keliling negara untuk menuntut beberapa akre tanah dari para tuan tanah, dia menerima hadiah berupa tanah yang kemudian diberikan pada kaum miskin. Satu sepertiga juta akre yang diklaim oleh kaum miskin (lebih dari sekadar manajemen program Land-Reform yang diusulkan oleh pemerintah India). Bhave juga terlibat dalam proyek-proyek dan kampanye lainnya yang mempunyai prinsip revolusi tanpa kekerasan. Bhave adalah seorang anarkis.
Amerika mempunyai sejarah panjang tentang anarkisme tanpa kekerasan. Salah satu kelompok pertama yang tertulis dalam sejarah adalah New England Non-Resistance Society. Mereka menegaskan bahwa pemerintah, hukuman mati, perang dan ketidakadilan sangat bertentangan dengan ajaran Kristen. Kelompok tersebut, termasuk didalamnya William Llyod Garrison, terlibat dalam gerakan abolisionis yang berjuang untuk mengakhiri perbudakan di Amerika.
Saat Amerika memasuki Perang Dunia I, anarkis berada di garis depan gerakan anti perang. Tahun 1016, Emma Goldman, Alexander Berkman dan yang lainnya mengorganisir 'No Conscription League'. Dengan kelompok tersebut mereka mengorganisir demostrasi, protes dan march. Mereka mempublikasikan sebuah manifesto yang didalamnya tertulis: "No Conscription League dibentuk dengan tujuan mendorong para anti wajib militer untuk menolak berpartisipasi dalam membunuh sesama mereka." Berkman dan Goldman ditangkap karena dianggap melanggar hukum. Tahun 1918 pemerintah mengeluarkan undang-undang bernama 'Espionage Act' yang membuat literatur anti-perang menjadi ilegal, dan undang-undang ini digunakan untuk melawan sebuah kelompok yang terdiri dari lima orang anarkis termasuk Mollie Steimer. Kelompok tersebut mendistribusikan koran dengan cara menyelipkan koran-koran tersebut ke kotak pos di setiap rumah pada malam hari, dan menulis beberapa leaflet yang isinya menentang UU tersebut. Salah satu dari terdakwa, Jacob Schwartez, tidak pernah diajukan ke pengadilan. Dia disiksa polisi selama interogasi dan meninggal saat dibawa ke rumah sakit. Sisa dari kelompok tersebut dianggap bersalah dan dideportasi ke Russia pada tahun 1921 atas aktivitas anti-perang mereka.
Selain mereka, masih ada yang menentang perang, antara lain Dorothy Day. Dia bersama dengan Peter Maurin, mempelopori gerakan buruh Katolik. Nancy Robert dalam antologinya 'American Radical' menulis tentang gerakan tersebut, "Mereka mempunyai rencana yang berdasarkan tiga poin yang sesuai dengan nilai-nilai Kristen untuk melakukan aksi-aksi sosial yang radikal. Maurin memimpikan sebuah komunitarian, gerakan anarkis yang menawarkan diskusi, forum-forum dan ceramah, rumah sakit di setiap kota yang memberi makan dan tempat tinggal bagi kaum miskin dan gelandangan, dan peternakan komunal yang akan menghancurkan tatanan masyarakat industri dan membentuk unit-unti organik di mana semua orang hidup dan belajar dalam sebuah komunitas."
Pada akhirnya, sekitar 200 rumah yang dijadikan rumah sakit dibuka di banyak negara khususnya di Amerika Serikat. Ide yang mendasari berdirinya rumah-rumah tersebut diterangkan oleh Walter Brueggman sebagai berikut, "perasaan kasihan mengangkat sebuah bentuk kritik yang radikal di mana mereka yang miskin dan kelaparan harus diperhatikan dengan serius, kondisi di mana mereka seharusnya tidak dianggap normal dan alami, tetapi dianggap sebagai kondisi yang tidak manusiawi yang tidak dapat diterima." Rumah-rumah tersebut dalam struktur masyarakat yang berorientasi profit bukan hanya merupakan sebuah bentuk perlawanan tetapi juga merupakan sebuah alternatif. Pada 1 Mei 1933, gerakan buruh Katolik tersebut menerbitkan koran yang dijual dengan sangat murah. Koran tersebut menjelaskan kaitan antara perdamaian dan keadilan sosial, serta meliput banyak aksi-aksi pembangkangan sipil yang dilakukan oleh gerakan buruh Katolik dan berbagai kelompok buruh radikal lainnya melawan militerisme. Dalam bukunya yang berjudul 'The Spirit of The Sixtiest: The Making of Post-War Radicalism', James Farrell menulis, "Pasifisme, personalisme dan anarkisme dari gerakan buruh Katolik menempati halaman pertama koran mereka. Dan koran tersebut mempromosikan sebuah revolusi dengan ide-idenya." Farrel menulis bahwa dalam beberapa tahun, sirkulasi koran tersebut mencapai oplah 100.000 eksemplar dan tahun 1938 oplah mereka mencapai 190.000 eksemplar. Selama Perang Dunia II gerakan buruh Katolik tersebut dilarang karena sikap pasif mereka dan beberapa aktivisnya dipukuli di jalanan saat mendistribusikan korannya.
Selama lebih dari 50 tahun, Dorothy Day berkomitmen penuh terhadap perdamaian, keadilan sosial dan revolusi tanpa kekerasan. Pada tahun 1983, uskup Katolik Amerika melihat adanya indikasi pergeseran sejarah dalam pelajaran tentang perang dan perdamaian saat tertulis bahwa pasifisme tidak dapat diterima baik secara moral ataupun politik bagi umat Katolik. Dulu Day bersama dengan Martin Luther King Jr. dikenal sebagai 'saksi tanpa kekerasan' yang memiliki 'pengaruh kuat dalam kehidupan gereja di Amerika Serikat'.
Dorothy Day yang selalu dijuluki 'Head Anarch' oleh editor koran gerakan buruh Katolik, dijuluki juga sebagai 'First Lady of American Catholism' dan beberapa malah memberi petisi kepada Vatikan agar mendeklarasikan dia sebagai seorang Santa. Anarkisme menurut Day adalah, "Ditingkatkannya tanggung jawab seseorang kepada orang lain, dari individu kepada komunitas, dan di saat yang sama mengurangi ketergantungan terhadap sentralisasi negara."
Salah satu dari gerakan yang memiliki pengaruh besar dalam sejarah Amerika Serikat adalah gerakan Civil Rights. Satu dari grup-grup kunci gerakan tersebut adalah Student Non-Violent Coordinating Committee (SNCC). Kelompok tersebut lahir dari gerakan 'aksi duduk' yang pernah sempat populer di daerah selatan pada tahun 1060 dalam aksi protes menentang sistem Apartheid dari 'Jim Crow Laws'. Saat SNCC tidak pernah secara formal mendeklarasikan diri mereka sebagai sebuah grup anarkis, struktur organisasi mereka bermodelkan anti-otoritarian, desentralisasikan dan demokrasi serta mereka menggunakan aksi langsung dalam perjuangan mereka bagi masyarakat egaliter. SNCC memainkan sebuah peran penting dalam aksi "Freedom Rides", sebuah kampanye 1964 "Freedom Summer", yang merupakan sebuah formasi dari partai politik 'Mississippi Freedom Democratic Party' yang menentang rasisme dalam tubuh partai demokratik. Mereka telah meninggalkan sebuah ide dari aktivisme dan pengorganisiran radikal yang penting bagi siapapun yang berjuang demi perubahan sosial saat ini. Pola gerak mereka seperti pembangunan komunitas merupakan taktik aksi langsung tanpa kekerasan yang banyak digunakan oleh kelompok-kelompok seperti FNB.
Ella Baker adalah salah seorang yang menolong membentuk SNCC. Dia adalah seorang organisator selama bertahun-tahun dalam partai komunis NAACP dan membantu membangun 'Southern Christian Leadership Conference' di mana Martin Luther King Jr. terpilih sebagai presidennya. Baker yakin akan dibutuhkannya aksi-aksi langsung dan demokrasi partisipatoris dalam membentuk sebuah perubahan sosial. Dia juga yakin bahwa sebuah grup yang sukses harus menerapkan pola kepemimpinan yang datang dari grup itu sendiri, bukannya kepemimpinan yang datang dari seorang pemimpin: orang yang kuat tidak membutuhkan pemimpin yang kuat. Dalam bukunya yang berjudul: "Women In The Civil Rights Movement": Trailblazers dan Torchbearers, Carol Mueller menampilkan sebuah bab tentang Ella Baker dan pengembangan demokrasi partisipatoris. Mueller mengidentifikasikan ide-ide Baker tentang demokrasi partisipatoris sebagai berikut:
Seruan bagi orang-orang yang bergerak di level akar rumput dalam masyarakat di mana mereka memiliki kontrol atas diri mereka sendiri.
Meminimalisir hierarki dan profesionalisme yang selalu menjadi dasar bagi masalah kepemimpinan.
Sebuah seruan akan perlunya aksi langsung sebagai sebuah jawaban atas ketakutan dan alienasi yang eksis dalam masyarakat. Eksperimen dari demokrasi partisipatoris dalam SNCC dipengaruhi oleh gerakan sosial yang sangat luas. Mueller juga menulis: "Demokrasi partisipatoris dan pengambilan keputusan secara konsensus dilakukan dari proyek pendaftaran pemilih bagi SNCC di Mississipi dan Georgia hingga proyek SDS (Student for a Democratic Society) yang berkembang di daerah kumuh kota-kota daerah utara pada pertengahan tahun 60-an, hingga kelompok kepedulian pembebasan perempuan pada akhir tahun 1960 dan awal 1970-an, hingga group-group afinity yang tergabung dalam gerakan anti-nuklir di akhir 1970-an dan awal 1980-an".
Anarkisme dan sebuah dunia tanpa kekerasan bukan hanya saling berkaitan tetapi juga tidak dapat dipisahkan. Saat bagian ini didiskusikan dengan melihat berbagai contoh dari sejarah yang harus di klaim kembali dan di ingat bahwa contoh-contoh tersebut telah menawarkan kita inspirasi dalam perjuangan demi sebuah tatanan dunia baru saat ini. Tidak seharusnya kita mengesampingkan berbagai gerakan yang diwarnai dengan kekerasan dalam sejarah anarkisme, tetapi selama ini taktik pasif tertutupi oleh contoh-contoh aksi revolusioner yang penuh kekerasan. Lebih jauhnya lagi aksi-aksi dengan kekerasan harus dilihat dan diletakkan dalam konteks situasi dan waktu sehingga kita dapat mengerti kaitan gerakan tersebut dengan perlawanan terhadap institusi sistem yang penuh kekerasan. Kita tidak akan pernah menemukan perdamaian selama kekuatan tiap orang dipisahkan dari hidup mereka.
Tetapi anarkisme sangat tidak populer dan selalu di salah artikan. Ya. Hal tersebut memang tidak populer dan selalu di salah artikan, tetapi dengan tetap diam dan tidak mau menyatakan keyakinan akan politik yang kita miliki tidak akan menghasilkan apa-apa selain hanya memperkuat struktur sistem saat ini. Saat orang-orang menentang perbudakan, saat orang-orang menuntut persamaan bagi perempuan dan kulit berwarna, saat orang-orang mengorganisir diri mereka menentang perang, saat orang-orang berjuang untuk upah dan kondisi kerja yang lebih baik, saat orang-orang mulai berdiri mempertahankan hak-hak mereka yang ditindas, diserang, dipenjarakan, dan bahkan dibunuh, saat itulah kekuatan itu kembali pada diri kita.
Dalam bukunya yang berjudul Anarchism and Black Revolution, Lorenzo Ervin menulis: "Sebagai sebuah bentuk praktik, anarkis-komunis percaya bahwa kita harus membangun tatanan masyarakat baru saat ini juga di samping terus berusaha untuk menghancurkan kapitalisme. Kita harus terus berusaha menciptakan organisasi-organisasi saling bantu anti-otoritarian untuk makanan, pakaian, perumahan, pengumpulan dana bagi proyek komunitas, dan sebagainya di antara lingkungan bertetangga kita tanpa perlu berafiliasi dengan pemerintah atau korporasi bisnis, dan tidak menjalankannya dengan tujuan meraih laba, melainkan demi kebutuhan sosial. Beberapa organisasi telah terbangun saat ini dan memberikan kepada anggota-anggotanya pengalaman praktik manajemen diri yang akan mengurangi ketergantungan orang-orang pada sistem. Pendeknya kita dapat mulai membangun infrastruktur bagi masyarakat komunal, sehingga orang-orang dapat melihat apa yang mereka perjuangkan dan untuk apa, bukan hanya sekadar ide di kepala seseorang. Dan itulah jalan menuju kebebasan".
Kita dapat membuat ide-ide ko-operasi, saling menolong, solidaritas, egalitarianisme dan tatanan masyarakat tanpa kekerasan menjadi popular, tetapi hanya melalui aksi yang kita lakukan dan politik yang kita terapkan yaitu politik dalam kehidupan sehari-hari. Politik yang dekat dengan realitas dalam kehidupan yang dijalani oleh masyarakat, karena semakin jauh politik kita dengan yang kita hadapi sehari-hari maka semakin tidak dapat dimengerti dan tidak berhubungannya politik tersebut dengan hidup kita.
Salah satu cara menerapkan politik radikal dalam tatanan masyarakat di mana masih terdapat banyak sekali kemiskinan dan kelaparan, adalah dengan menyediakan makanan gratis.