Selama abad ke-16, Portugis mendominasi perdagangan rempah, namun setelah Ekspedisi Pertama Belanda ke Indonesia di bawah Cornelis de Houtman, para penyokong ekspedisi tersebut memutuskan bahwa waktunya telah matang untuk terjun lebih jauh dalam pasar rempah Indonesia. Perusahaan di belakang ekspedisi pertama, Compagnie van Verre, dan Perusahaan Baru untuk Pelayaran ke Hindia Timur yang baru didirikan ikut bergabung dan di antara mereka berhasil mengumpulkan hampir 800.000 gulden, jumlah uang terbesar yang pernah dihimpun di Belanda untuk sebuah perusahaan swasta.[1] Seorang pembuat peta terkemuka Amsterdam, Petrus Plancius, juga tertarik dalam perusahaan tersebut, dan mempelajari dengan teliti laporan ekspedisi pertama untuk menulis satu set petunjuk pelayaran untuk ekspedisi tersebut.
Komposisi armada
Laksamana Jacob van Neck terpilih sebagai pemimpin, dengan Wakil Laksamana Wybrand van Warwyck dan penjelajah Arktika Jacob van Heemskerck sebagai letnannya.[2] Yang juga naik kapal tersebut adalah Willem Janszoon.[3] Pada 1 Mei 1598, armada tersebut berlayar dari Texel.[2]
Armada ini terdiri dari delapan kapal: Mauritius dan Hollandia, yang telah berlayar bersama armada pertama, serta Amsterdam, Zeelandia, Geldria, Utrecht, Vriesland, dan sebuah kapal yang lebih kecil, Overeyssel. Lima yang terakhir ini semuanya dinamai sesuai nama provinsi Belanda.[3]
Pelayaran awal
Armada ini mencatat waktu yang sangat baik pada awalnya, mengelilingi Tanjung Harapan hanya dalam waktu tiga bulan.[2] Namun, segera setelah mencapai Tanjung, armada tersebut dihantam badai besar, dan pecah menjadi dua bagian.[2] Van Neck dengan tiga kapal segera pulih dan mendarat di pantai Timur Madagaskar untuk mengisi persediaan,[2] sementara kapal lainnya di bawah Warwyck tidak bisa mendarat di Madagaskar karena badai.[4]
Menuju Banten
Setelah berlayar selama tujuh bulan, Van Neck dan ketiga kapalnya sampai di kota perdagangan Banten pada 25 November.[4] Orang-orang Banten menerima Belanda dengan penuh semangat, karena baru-baru ini mereka bertempur dengan Portugis dan menghancurkan tiga kapal mereka, sehingga mereka berharap bisa memperoleh perlindungan dari armada Portugis yang penuh dendam melalui penggemblengan aliansi dengan Van Neck.[5] Dalam waktu satu bulan dia telah mengisi ketiga kapalnya penuh dengan rempah-rempah.[4]
Sementara itu, kapal-kapal lainnya mendarat di pulau Do Cerne, yang mereka ganti namanya menjadi Mauritius sebagai penghormatan bagi Maurice dari Nassau.[6] Mereka meninggalkan seekor ayam jantan dan tujuh ekor ayam betina di pulau itu, dan juga menanam banyak benih, termasuk beberapa pohon jeruk dan lemon.[6] Mereka kemudian berlayar ke Banten, yang mereka capai pada 30 Desember, yang memicu perayaan Tahun Baru yang menggembirakan dari pihak awak Van Neck.[4]
Kembalinya Van Neck
Van Neck segera mengisi salah satu dari empat kapal yang dibawa oleh Warwyck dengan rempah-rempah dan kemudian berlayar pulang dengannya dan tiga kapal lainnya yang telah diisinya.[6] Dia tiba di Amsterdam pada Juli 1599, perjalanannya memakan waktu setengah dari lamanya ekspedisi de Houtman.[7] Para awak kapal diarak melewati jalan-jalan di belakang rombongan sangkakala seraya semua lonceng di kota berdentang, kemudian diberi anggur sebanyak yang bisa mereka minum, sementara Van Neck dianugerahkan sebuah gelas emas.[5] Van Neck membawa pulang hampir satu juta pon lada dan cengkih, serta setengah kapal berisi pala, lawang, dan kayu manis.[8]