Sebuah contoh teks berbahasa Sunda Lelea yang berisikan petuah kekolot Léléa (petuah tetua desa Lelea) yang disampaikan dalam tradisi Ngarot. (Samian, 1992:2)[1]
Beberapa pesan mungkin terpotong pada perangkat mobile, apabila hal tersebut terjadi, silakan kunjungi halaman iniKlasifikasi bahasa ini dimunculkan secara otomatis dalam rangka penyeragaman padanan, beberapa parameter telah ditanggalkan dan digantikam oleh templat.
Beberapa rumpun bahasa dimasukkan sebagai cabang dari dua rumpun bahasa yang berbeda. Untuk lebih lanjutnya, silakan lihat pembagian dari sub-rumpun Melayu-Sumbawa dan Kalimantan Utara Raya
Sekabé dlema orokan ke alam dunya to sipata merdéka jung boga martabat keding 'ak-'ak anu srua, inya-inyana dibikunun akal jung 'até nurani, campur gaul jung sesamana aya dina semanget deduluran.
Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan.
Cari artikel bahasaCari berdasarkan kode ISO 639 (Uji coba)Kolom pencarian ini hanya didukung oleh beberapa antarmuka
Halaman bahasa acak
Bahasa Sunda Indramayu atau bahasa Sunda dialek Indramayu[6] atau bahasa Sunda Parean-Lelea adalah sebutan untuk varian bahasa Sunda yang secara lokal dikenal sebagai basa Sunda Léa atau basa Sunda Léléa[7] di Kecamatan Lelea, dan basa Sunda Paréan[8] di Kecamatan Kandanghaur di wilayah Kabupaten Indramayu. Secara fonologis, dialek yang dituturkan di daerah-daerah tersebut termasuk ke dalam jenis dialek bahasa Sunda non-h, sehingga dalam kosakatanya, sebagian besar bunyi konsonan /h/ tidak direalisasikan di segala posisi, selain konsonan /h/, dialek ini juga secara alamiah tidak memiliki bunyi vokal /eu/ seperti halnya dialek bahasa Sunda pada umumnya. Dialek ini dianggap sebagai fase bahasa Sunda lama karena kosakatanya terbilang arkais atau masih mempertahankan bentuk-bentuk leksikal dari bahasa pendahulunya, yakni bahasa Sunda Kuno.[9][10]
Asal-usul
Menurut sebuah hipotesis, asal-usul penduduk asli Indramayu berasal dari lembahpegunungan Ceremai yang membentang hingga ke wilayah Tasikmalaya. Jika hipotesis atau dugaan ini terbukti benar maka dapat dipastikan bahwa pribumi asli Indramayu adalah orang Sunda yang berbudaya serta berbahasa Sunda dan telah menempati wilayah tersebut selama berabad-abad.[11]
Dalam Naskah Wangsakerta, disebutkan bahwa di wilayah yang sekarang menjadi bagian dari Kabupaten Indramayu pernah berdiri sebuah kerajaan bernama Kerajaan Manukrawa pada abad ke-5 yang lokasinya berada di sekitar hilir sungai Cimanuk, selanjutnya pada abad ke-9 wilayah Indramayu menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Sumedang Larang. Sejak abad ke-12 Sumedang Larang menjadi vasalKerajaan Pajajaran, sehingga otomatis Indramayu menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Galuh/Pajajaran. Pada awal berdirinya, wilayah Kerajaan Sumedang Larang sendiri mencakup Sumedang (wilayah inti), Karawang, Ciasem, Pamanukan, Indramayu, Sukapura, Bandung, dan Parakanmuncang, meskipun pada akhirnya sebagian dari wilayah-wilayah ini melepaskan diri dari pengaruh Sumedang Larang.[12] Dengan dikuasainya wilayah Indramayu sebelah utara seperti Kandanghaur, Lelea, dan Haurgeulis oleh kerajaan Sumedang Larang, membuat kultur di wilayah tersebut masih bertahan pada kultur Sunda yang melekat hingga sekarang termasuk dalam hal bahasa yang dituturkan.[13][14]
Berlandaskan asal-usul penduduk Indramayu, dapatlah dikemukakan bahwa penutur jati bahasa di Indramayu pada awalnya adalah bahasa Sunda. Bahasa Sunda yang digunakan di Indramayu membentuk bahasa Sunda dialek Indramayu atau yang sering dikenal dengan sebutan Sunda Parean atau Sunda Lea.[15]
Letak persebaran geografis
Bahasa Sunda di Kabupaten Indramayu umumnya dituturkan di wilayah kecamatan Lelea, tepatnya di desa Lelea dan Tamansari serta di wilayah desa Parean Girang, Ilir, dan Bulak di kecamatan Kandanghaur.[16][17] Selain dituturkan di wilayah-wilayah di atas, bahasa Sunda di Kabupaten Indramayu juga dituturkan di wilayah desa Cikawung (Cikamurang), kecamatan Terisi,[18] beberapa desa di kecamatan Gantar, Cikedung, dan Haurgeulis, serta di desa Mangunjaya, kecamatan Anjatan.[19] Namun, dialek bahasa Sunda yang dituturkan di wilayah terakhir kurang lebih sama dengan bahasa Sunda Priangan yang digolongkan sebagai fase bahasa Sunda baru.
Dalam artikel ini, penjabaran mengenai bahasa Sunda di Kabupaten Indramayu akan lebih banyak membahas tentang dialek non-h mulai dari fungsi hingga contoh penggunaan serta perbandingannya dengan bahasa Sunda baku.
Daerah penggunaan dialek Indramayu merupakan enklave dari bahasa Sunda Cirebon karena letak persebarannya cukup jauh dari wilayah penggunaan bahasa Sunda Cirebon lainnya.[22] Beberapa jenis kata pada dialek Indramayu ada yang menunjukkan persamaan dengan bahasa Sunda di daerah Banten.[10]
Penggunaan
Di Kecamatan Lelea, dialek yang secara lokal disebut sebagai bahasa Sunda Lelea digunakan dalam berbagai aktivitas, khususnya dalam setiap upacara adat,[23] contohnya pada acara tradisi Ngarot di desa Lelea yang merupakan sebuah upacara adat untuk menyambut musim tanam di daerah agraris. Kegiatannya berupa prosesi iring-iringan pemuda dan pemudi yang dihiasi dengan berbagai macam pakaian menuju balai desa.[24] Seluruh rangkaian acara mulai dari penyambutan, pembacaan sejarah tradisi, hingga ke acara inti selalu menggunakan bahasa Sunda Lelea.[25]
Contoh penggunaan bahasa Sunda Lelea adalah pada bagian penyampaian Petuah Kekolot Léléa (Petuah Tetua Lelea) yang disampaikan oleh kepala desa Lelea sebagai berikut:[1]
Mikirun budak engkéna kuma’a, senajan boga arta kudu tetep usa’a. Kur ngora ula poya–poya, kamberan kolota ula sengsara. Jlema laki kerja, éwéna usa’a. Néangan pekaya rukun runtut, aturan agama kudu diturut slamet dunya akérata.
Terjemahan bebas dari teks di atas dalam bahasa Sunda baku dan Indonesia adalah:[26]
Bahasa Sunda baku
Bahasa Indonesia
Mikirkeun budak engkéna kumaha, sanajan boga harta kudu tetep usaha. Keur ngora ulah poya-poya, sangkan kolotna moal sangsara. Salakina digawé, pamajikanna usaha. Néangan pakaya rukun runtut, aturan agama kudu diturut salamet dunya akhératna.
Memikirkan nasib anak ke depannya bagaimana, meskipun memiliki harta harus tetap usaha. Tatkala masih muda jangan berfoya-foya, agar nanti di hari tua tidak sengsara. Suaminya bekerja, istrinya berusaha. Mencari penghasilan rukun bersama, aturan agama harus dituruti maka selamat di dunia dan akhirat.
Selain digunakan dalam kegiatan formal, bahasa Sunda Lelea juga digunakan dalam kegiatan nonformal seperti pengajian, khutbah Jumat, kenduri, dan lain sebagainya.[27] Bahkan dalam kegiatan pendidikan pun bahasa Sunda Lelea digunakan sebagai bahasa pengantar pelajaran.[28]
Pengguna bahasa Sunda dialek Indramayu di Kecamatan Kandanghaur (bahasa Sunda Parean) sebagian besar berprofesi sebagai nelayan karena letak geografis tempat tinggal mereka yang dekat dengan laut, sehingga membuat sebagian masyarakat Sunda yang ada di sana memilih menjadi nelayan sebagai mata pencaharian mereka,[8] selain itu, karena profesi tersebut yang memungkinkan mereka untuk bertemu dengan masyarakat lainnya yang berbeda bahasa menyebabkan mereka rata-rata bisa menguasai 2-3 bahasa sekaligus (memiliki kemampuan bilingual atau trilingual).[29][30][31]
Fonologi
Dalam hal fonologi, dialek Indramayu secara gamblang mempunyai perbedaan yang cukup mencolok bila dibandingkan dengan bahasa Sunda baku. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, jika dalam bahasa Sunda baku fonem /h/ dan /eu/ direalisasikan di segala posisi, maka secara alami dialek ini tidak merealisasikan kedua fonem tersebut,[c] yang menyebabkan, bila dalam bahasa Sunda baku terdapat 25 fonem berupa 18 fonem konsonan dan 7 fonem vokal, maka dalam dialek ini, fonem konsonannya hanya ada 17 dan fonem vokalnya ada 6, sehingga, jumlah seluruh fonemnya ada 23.
Pelambang fonem dalam contoh-contoh yang ada di bagian fonologi ini menggunakan Ejaan Bahasa Sunda, huruf é (e dengan tanda petik di atas) melambangkan e (pelafalan dalam bahasa Indonesia:[ɛ] atau [e]) seperti pada kata merah atau boleh.
Vokal
Fonem vokal dalam dialek Indramayu yang berjumlah sebanyak 6 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Fonem /eu/ yang umum dijumpai dalam bahasa Sunda baku dan dialek-dialek lainnya tidak digunakan dalam dialek ini. Kosakata yang memiliki fonem /eu/ dalam bahasa Sunda baku akan digantikan dengan fonem /ə/ atau /u/ atau bahkan /i/. Contohnya pada kata eusi 'isi' menjadi esi,heubeul 'dahulu', 'lama' menjadi ubul, geus 'sudah' menjadi gis. Akhiran -keun '-kan' dalam bahasa Sunda baku juga berubah menjadi -ken atau -kun dalam dialek ini.[32]
Pola pembangunan kata dalam dialek Indramayu berjenis fonotaktik o-u, ini berbeda dengan bahasa Sunda baku yang memiliki fonotaktik i-u, sehingga, beberapa kosakata dalam bahasa Sunda baku seperti ditu ‘sana’, incu ‘cucu’, tilu ‘tiga’, lintuh ‘gemuk’, mintul ‘tumpul’, dan diuk ‘duduk’ akan berubah menjadi dotu ‘sana’, oncu ‘cucu’, tolu ‘tiga’, lontuh ‘gemuk’, montul ‘tumpul’, dan douk ‘duduk’ dalam dialek Indramayu.[10]
Fonem vokal
Tabel berikut menunjukkan fonem vokal di posisi awal, tengah, dan akhir.[33]
Hilangnya fonem h dalam dialek Indramayu merupakan inovasi internal yang terjadi di wilayah Kandanghaur dan Lelea. Ketiadaan fonem h dalam dialek Indramayu menyebabkan dialek ini tidak merealisasikan fonem /h/ di segala posisi (initial, medial, dan final kata). Bunyi [h] dalam bahasa Sunda baku bervariasi dengan bunyi [Ø] atau [ʔ] (hamzah) dalam dialek ini, misalnya di posisi initial seperti [untuʔ] ‘gigi’; [ɛd͡ʒo] 'hijau'; [idɨŋ] 'hitam'; [ud͡ʒan] ‘hujan’, dan sebagainya, di posisi medial seperti pada bentuk: [saʔa] 'siapa’, [poʔo] lupa’, [kumaʔa] 'bagaimana’, dan sebagainya, dan di posisi final seperti pada bentuk [labuʔ] ‘jatuh’, [d͡ʒauʔ] ‘jauh’, [utaʔ] ‘muntah’.[38]
Fonem konsonan
Tabel berikut memaparkan fonem konsonan posisi awal, tengah, dan akhir.[39]
Selain perbedaan di atas, di bawah ini dituliskan beberapa perbedaan lain sistem bunyi antara dialek Indramayu dengan bahasa Sunda baku.[42][43]
Fonem /a/ kadang-kadang direalisasikan menjadi /o/, seperti contohnya pada kata éta 'itu' menjadi éto (Alofon).
Ada diftong /ée/, seperti dalam /kapbéeh/, /empéeng/.
Diftong dalam bahasa Sunda baku /uy/ menjadi vokal /i/, seperti /tuluy/ menjadi /toli/.
Setelah fonem vokal akhir, terdengar bunyi hamzah (ditandai dengan '), misalnya /ente'/
Kosakata dalam bahasa Sunda baku yang disisipi dengan fonem vokal di suku kata awal berubah menjadi gugus konsonan, misalnya /salapan/ menjadi /slapan/, /ngalakon/ menjadi /nglakon/, /paréan/ menjadi /préan/, /carita/ menjadi /crita/, /sabaraha/ menjadi /sebraha/.
Fonem /a/ pada awal suku kata menjadi /e/, misalnya, /sajalan/ menjadi /sejalan/, /saperti/ menjadi /seperti/, /cawéné/ menjadi /cewéné/, /kunaon/ menjadi /kenaon/[44], /sanaon/ menjadi /senaon/[45] juga /i/ menjadi /e/, misalnya, /mimiti/ menjadi /memiti/.
Ada metatesis /w/ dan /r/, misalnya, /riwayat/ menjadi /wirayat/; /w/ dan /h/, misalnya, /wahangan/ menjadi /hawangan/.
Morfologi
Morfologi atau ilmu tata kata dalam dialek Indramayu tidak jauh berbeda dengan bahasa Sunda baku, tetapi dalam beberapa kasus, dialek ini memiliki beberapa kekhasannya tersendiri terutama dalam hal afiksasi. Beberapa contohnya dijabarkan di bawah ini.
Sufiksasi
Ada beberapa sufiks yang hanya ditemui dalam dialek Indramayu, yaitu sufiks -é seperti asalé 'asalnya', -né seperti artiné 'artinya', yang berdampingan dengan sufiks -na seperti dalam bahasa Sunda baku, kemudian ada juga sufiks -a seperti pada kata ngaputa 'menjahit'. Dalam bahasa Sunda baku, sufiks -na '-nya' yang menunjukkan kepemilikan orang ketiga memiliki satu bentuk yaitu -na saja, seperti pada contoh kata bajuna 'bajunya' dan sababna 'karenanya', tetapi dalam dialek Indramayu, variasi sufiks ini mencakup -na bila huruf terakhir dalam kosakata tersebut berupa vokal, dan menjadi sufiks -a bila huruf terakhir kosakata tersebut berupa konsonan, seperti contohnya bajuna 'bajunya' dan sebaba 'karenanya'.[46][47]
Selain itu, sufiks -un dalam dialek Indramayu terkadang memiliki fungsi gramatikal yang mirip dengan sufiks -keun dalam bahasa Sunda baku, seperti ngarosulun 'merasulkan' dalam dialek Indramayu yang berpadanan dengan ngarosulkeun dalam bahasa Sunda baku.[46]
Simulfiksasi
Simulfiksasi ialah penambahan prefiks dan sufiks, yaitu afiks yang ditambahkan pada awal dan akhir suku kata. Dalam dialek Indramayu, prefiks pa- (berfungsi sebagai pemberi ciri pada kata keterangan yang 'menyendiri' sehingga dapat diperlakukan sebagai subjek)[48] dan ba- (berfungsi sebagai pemberi tanda pada kata yang dilekatinya sebagai kata keterangan, sifat, keadaan, atau gerak)[49] kadang-kadang berubah menjadi pe- dan be-, seperti pegunungan (bahasa Sunda baku: pagunungan) 'pegunungan' dan betempuran (bahasa Sunda baku: batempuran) 'bertempuran'.[50]
Nasaliasi
Nasalisasi pada dialek Indramayu sama dengan nasalisasi yang ada di bahasa Sunda baku. Jika dalam bahasa Sunda baku nasalisasi biasanya berfungsi untuk mengubah kelas katanomina menjadi verba atau membentuk kalimat aktif, dalam dialek Indramayu, karena ada gejala penghilangan fonem /h/, ada kata dasar yang mengalami nasalisasi seperti pada kata héés 'tidur' dalam bahasa Sunda baku, dalam nasalisasinya berupa éés → ngéés 'tidur'.[51]
Contoh
Perbandingan kosakata khas dialek Indramayu dengan bahasa Sunda baku[52][53][7]
Pembacaan sejarah awal terciptanya upacara adat Ngarot di desa Lelea berbahasa Sunda Indramayu, menceritakan tentang seorang kepala desa (kuwu) yang senang mengumpulkan para pemuda dan pemudi untuk mengolah sawah dan berpesta.
Bermasalah memainkan berkas ini? Lihat bantuan media.
Teks
Penelitian tentang penggunaan dialek Indramayu sudah beberapa kali dilakukan oleh para ahli bahasa,[54] seperti contohnya yang pernah dilakukan secara parsial oleh Abdurrachman, Oyon Sofyan Umsari dan Ruswandi Zarkasih yang disajikan dalam buku yang berjudul Struktur Bahasa Sunda Dialek Cirebon yang diterbitkan pada tahun 1985.[55] Dalam buku tersebut, ada transkripsirekamancerita berupa percakapan beserta terjemahannya dari seorang informanpenutur dialek Indramayu yang berlokasi di Kecamatan Lelea,[56] di bawah ini akan disajikan sebagian kutipan transkripsi rekaman tersebut untuk memberikan gambaran bagaimana karakteristik dialek Indramayu. Ejaan dalam buku tersebut telah disesuikan dengan ejaan bahasa Sunda yang digunakan dalam artikel ini.
Ari kula mah ento nya'o wirayat. Nya ari béja mah serua baé, kitu. Nya ari béja mah aya. Béjana mah kami Sunda. Nya Sunda baé. Upama kanda nya kanda. Cok paribasana kitu. Sunda Léa ma', ari kami éta maksudna saréréa. Lamun aing, kedéwékan, éta asli Sunda Léa, kitu. Baka ning Sunda pegunungan kan abdi. Ari kami karu'un mah urang Léana.
Ka
Baka peting méméh ngéés sok dongéng atawa kanda ka barudak?
Da:
Nya dongéng gé dongéng kandeg, biasa. Gis budak pada ngéés kabé', gis puting yu'. Baka isukan dak endi, baka isukan rék lulumpangan dak endi. Los gura barangsiar. Maksuda barangsiar éta, maksuda mah barangtéangan, kitu. Usa'a ari maksuda mah, kitu.
Ka
Ari wirayat-wirayat aya?
Da:
Ah nya aya mah aya baé. Ngan ah, nya tu nya'o aya nu apal entona mah. Uwu'. Kapan ngedéngé dongéng-dongéng éto kudu ka jlema kolot. Ari kami mah, artiné saluran kang éto, asalé ti buyut Suja. Turun ka kolot Nisar. Ti kolot Nisar turun dui ka Sema. Lah toli turun dui ka ngaing, kitu kandana mah. Ari kami boga anak genep. Arana Darpan anak, Kartiem. Umur kami séket. lima puluh cék urang Sunda. Pegawéan anak mah aya nu tani, nu nukang.
Ka
Ayuna jaman kamajuan, nya'o?
Da:
Ah, kamajuan kuma'a, ento ngarti-ngarti acan. Ba'ula mah kur wéwé maké baju kurung. Baka ning jlema laki pangsi. Atawa nya biasa maké potongan sekripan. Nu endogna di jerona toli tutupan, warnana naon baé. Aya burum, aya éjo. Umumna kembang encung, kembang mawar. Éta kur waktu bapa kami ngora.
Saya tidak tahu riwayat. Ya, tetapi kalau tentang berita kan sama dan untuk hal itu ya ada juga. Menurut cerita, kami ini bangsa Sunda dan perkataan kami dalam bahasa Sunda di sini maksudnya 'kita semua'. Kalau perkataan aing itu artinya 'aku' dan itu adalah bahasa asli Sunda di sini. Menurut orang Sunda pegunungan, kata aing itu disebutnya abdi 'saya'.
Ka
Kalau malam hari sebelum tidur, apakah Bapak suka bercerita kepada anak-anak?
Da:
Ya, walaupun cerita juga cerita yang tidak ada artinya. Sesudah anak-anak tidur, setelah malam, bercerita tentang rencana besok mau ke mana. Berangkatlah untuk mencari nafkah.
Ka
Kalau riwayat-riwayat ada juga?
Da:
Ya, ada sih ada, hanya ya, saya tidak tahu atau tidak hafal. Namun, ah tidak ada. Kita mendengar cerita-cerita itu kan harus dari orang tua. Hanya tentang silsilah, saya berasal dari Buyut Suja. Kemudian turun kepada Ki Nisar, lalu Ki Nisar berputra Pak Sema. Nah, dari Pak Sema inilah kemudian yang menurunkan saya. Dan saya beranak enam orang di antaranya bernama Darpan dan Kartiem. Saya berumur 50 tahun, dan pekerjaan anak-anak ada yang bertani dan ada juga yang menjadi tukang kayu.
Ka
Sekarang zaman kemajuan. Apakah Bapak mengetahui?
Da:
Ah, kemajuan bagaimana. Artinya juga tidak tahu. Dahulu orang perempuan di sini memakai baju kurung, dan laki-lakinya memakal pakaian pangsi atau model sekripan yang kantungnya di sebelah dalam serta tertutup. Warna baju apa saja. Ada yang merah, hijau. Hanya umumnya berwarna bunga encung (mawar). Itu waktu ayah saya masih muda.
Leksikologi
Sebuah penelitian lain mengenai dialek Indramayu yang pernah dilakukan di Kecamatan Kandanghaur (secara lokal dialek ini dikenal sebagai bahasa Sunda Parean), menyajikan data dari berbagai informan berupa kosakata-kosakata khas beserta variasi pemakaiannya yang digunakan di wilayah tersebut.[59]
Istilah lain tentang keluarga dalam dialek Indramayu di antaranya yaitu:
Bahasa Indonesia
Dialek Sunda Indramayu
Anak perempuan
senung
Anak laki-laki
senang
Kakak
kaka
Gadis
cowéné, cuwéné, cawéné
Jejaka
bujang, perjaka
Lelaki/Suami
laki
Perempuan
wéwé
Istri
éwé, panotog
Istilah panotog untuk menyatakan istri atau panotog aing untuk menyatakan istri saya adalah bentuk eufimisme (penghalusan bahasa) yang menggantikan istilah éwé karena istilah tersebut sekarang dinilai tabu oleh beberapa penutur dialek bahasa Sunda lainnya karena dianggap berkonotasinegatif meskipun kosakata éwé sendiri telah lama muncul dalam bahasa Sunda Kuno.
Di bawah ini adalah tabel yang berisi nomor kardinal dan nomor ordinal dalam dialek Indramayu beserta padanannya dalam bahasa Sunda baku dan bahasa Indonesia.[65]
^Dalam beberapa kasus, beberapa kosakata serapan yang berasal dari luar dialek Indramayu yang memiliki konsonan h di posisi akhir tetap dipertahankan, begitu pula beberapa partikel lain dalam dialek Indramayu yang memiliki konsonan h di posisi akhir juga tidak dihilangkan.
Asteka, P. (2016). Bahasa Sunda Dialek Lelea Indramayu dalam Kajian Sosiolinguistik(PDF). Seminar Nasional: Memperkukuh Peran APROBSI dalam Mewujudkan Kemitraan dan Pemberdayaan Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia yang Mandiri (Prosiding Seminar Nasional). 1. Bekasi: Asosiasi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (APROBSI) bekerjasama dengan Penerbit Metabook. hlm. 230–239. ISBN978-602-73267-5-0.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2022). "Indramayu Sundanese". Glottolog 4.6. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History. doi:10.5281/zenodo.5772642.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |date-access= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
———; Djajasudarma, F.; Citraresmana, E. (2017). Searching The Mintul Words 'Blunt' as a Geographical Variation Sundanese Language(PDF). International Seminar on Sociolinguistics and Dialectology: “Changes and Development of Language in Social Life” 2017 (Paper). Bandung: Faculty of Humanities University of Padjadjaran. hlm. 234–238.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Bacaan lanjutan
Wahya (1995). Bahasa Sunda di Kecamatan Kandanghaur dan Kecamatan Lelea Kabupaten Indramayu: Kajian Geografi Dialek (Tesis untuk gelar magister humaniora program pendidikan magister). Bandung: Universitas Padjajaran.