Awaloedin Djamin lahir di Padang dari keluarga bangsawan Marah Djamin dan Zulhidjah. Dari garis ayah, ia merupakan cucu Soetan Basri, anak Marah Oejoeb gelar Marah Maharadja Besar yang merupakan Regent Padang terakhir. Adapun sang ibu adalah putri seorang demang bernama Iljas Bagindo Saripado.[2] Awaloedin memiliki adik bernama Zoraidah, ibu Evita Nursanty.[3]
Pendidikan dasar sampai SMP ia habiskan di Padang dan kemudian SMA di Bukittinggi.[4]
Karier
Potret Awaloedin sebagai Menteri Tenaga Kerja (1966) dan sebagai Kapolri (1978)
Setamat SLTA, dia melanjutkan studinya di Fakultas Ekonomi (1949-1950). Masuk menjadi prajurit polisi, kemudian menempuh pendidikan di PTIK hingga lulus tahun 1955. Pada 25 April 1955, turut mendirikan Ikatan Mahasiswa Djakarta (IMADA) bersama 23 mahasiswa lainnya. Dia lalu ditempatkan pada bagian Sekretariat Jawatan Kepolisian Negara (1955) dan menjabat Kasi Umum Sekretariat Jawatan Kepolisian Negara (1958). Kemudian dia memperdalam studinya di University of Pittsburgh dan dilanjutkan ke University of Southern California, Amerika Serikat, hingga menggondol gelar Ph.D. pada 1962.
Sepulang dari Amerika Serikat, Awaloedin menjabat sebagai Lektor Luar Biasa PTIK (1964). Kemudian, berturut-turut menjadi Direktur Kekaryaan Depak (1964), Anggota Musyawarah Pembantu Perencana Nasional (1965), Anggota DPRGR (1964-1966), Menteri Tenaga Kerja Kabinet Ampera (1966), dan Deputi Pangak Urusan Khusus semasa Kapolri Hoegeng Imam Santoso (1968). Sebelum ditugaskan sebagai Duta Besar untuk Jerman Barat (1976), terlebih dulu dia menjadi Direktur Lembaga Administrasi Negara (1970). Dan akhirnya, dia dipanggil pulang ke Jakarta untuk dilantik oleh Presiden Soeharto menjadi Kapolri, pada 26 September 1978.
Awaloedin menjabat Kapolri selama empat tahun, dari tahun 1978 sampai tahun 1982. Selain semasa kepemimpinannya organisasi Polri diarahkan pada kelembagaan yang dinamis dan profesional, pada masa Awaloedin pula KUHAP UU No. 8 Tahun 1981 sebagai hasil karya bangsa Indonesia sendiri disahkan DPR-RI. KUHAP sebagai pengganti Het Herziene Inlandsh Reglement (HIR), hukum acara pidana produk kolonial Belanda yang dianggap telah usang dan tidak manusiawi. Dalam hal ini, Polri berperan aktif menyumbangkan pokok-pokok pikiran untuk materi KUHAP baru itu.
Hasratnya dalam bidang pendidikan, ternyata belum sirna. Terbukti, Awaloedin masih pula mengabdikan dirinya dalam pendidikan dan pengembangan profesi kepolisian. Setelah tidak lagi menjadi Kapolri dia masih bersedia menjabat sebagai Dekan PTIK yang notabene berada di bawah Kapolri. Namun, kecintaan kepada Polri dan demi nusa dan bangsa membuat Awaloedin tidak mau terjebak dalam status simbol. Maka dia memilih tetap menerima jabatan Dekan PTIK.
Kematian
Awaloedin Djamin meninggal dunia pada umur 91 Tahun tepatnya pada hari Kamis Tanggal 31 Januari 2019 pukul 14:55 WIB setelah di rawat di RS. Medistra Jakarta dan di semayamkan di rumah duka Jl. Daha, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.[5] Dia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama (TMPNU) Kalibata, Jakarta Selatan.
^Hasril Chaniago; Rahmat Irfan Denas, ed. (2023). Ensiklopedia Tokoh 1001 Orang Minang. 1. Padang: UMSB Press.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)