Tiberius III
Tiberius III[b] (bahasa Yunani: Τιβέριος, translit. Tibérios), nama lahir Apsimar (bahasa Latin: Apsimarus; bahasa Yunani: Αψίμαρος, translit. Apsímaros), adalah kaisar Bizantium dari 698 sampai 705. Sedikit yang diketahui tentang kehidupan awalnya, selain bahwa ia sempat menjadi droungarios, seorang panglima tingkat menengah, yang bertugas di Tema Cibyrrhaeot. Pada 696, Tiberius menjadi bagian dari tentara yang dikirim oleh Kaisar Bizantium Leontius untuk merebut kota Afrika Utara Kartago, yang telah direbut oleh Arab Umayyah. Usai merebut kota tersebut, pasukannya dipukul mundur oleh pasukan Umayyah dan menarik diri ke pulau Kreta. Beberapa perwira, yang takut dimarahi Leontius, membunuh panglima mereka, Yohanes sang Patricius, dan mengangkat kaisar Tiberius. Tiberius berbalik mengumpulkan armada, berlayar ke Konstantinopel, dan menggulingkan Leontius. Tiberius tak berniat merebut kembali Afrika Bizantium dari Umayyah, namun berkampanye melawan mereka di sepanjang perbatasan timur dengan beberapa kesuksesan. Pada 705, mantan kaisar Yustinianus II, yang telah digulingkan oleh Leontius, memimpin pasukan Slavia dan Bulgar dari Kekaisaran Bulgaria Pertama ke Konstantinopel. Setelah memasuki kota tersebut secara diam-diam, pasukan tersebut menggulingkan Tiberius. Tiberius kabur ke Bitinia, namun ditangkap beberapa bulan kemudian dan dipenggal oleh Yustinianus antara Agustus 705 dan Februari 706. Jasadnya awalnya dilempar ke laut, namun kemudian ditemukan kembali dan dikebumikan di sebuah gereja yang terletak di pulau Prote. RiwayatKehidupan awalSangat sedikit yang diketahui dari Tiberius sebelum masa pemerintahan kaisar Bizantium Leontius (m. 695–698), kecuali nama lahirnya, Apsimar, yang dulunya dianggap berasal dari rumpun bahasa Jermanik.[1][2] Sejarawan Wolfram Brandes menyatakan bahwa anggapan tradisional cikal bakal Jermanik berasal dari J. B. Bury, namun menyatakan bahwa ini adalah kesalahpahaman .[2] Bizantinis Anthony Bryer dan Judith Herrin menyatakan bahwa nama Apsimar berasal dari rumpun bahasa Slavik,[3] dan cendekiawan Leslie Brubaker dan John Haldon menyatakan bahwa nama tersebut berasal dari rumpun bahasa Turkik.[4] Ia juga diketahui menjadi droungarios (panglima dari sekitar seribu pasukan) Tema Cibyrrhaeot, sebuah provinsi militer di selatan Anatolia.[5][6] Beberapa cendekiawan, seperti Alexander Vasiliev, beranggapan bahwa Tiberius berdarah Gotho-Yunani.[7] Byzantinis Walter Kaegi menyatakan bahwa Tiberius meraih kemenangan atas suku bangsa Slavia di Balkan pada karir militer awalnya, yang memberikannya tingkat ketenaran.[8] Latar belakangPada 696, kekhalifahan Umayyah berniat merebut kembali Eksarkat Afrika di Kekaisaran Bizantium, dan merebut kota Kartago pada 697. Kaisar Bizantium Leontius mengirim Yohanes sang Patrisius dengan pasukan untuk merebut kembali kota tersebut, yang menyertai Yohanes usai meluncurkan serangan kejutan di pelabuhannya. Meskipun awalnya berhasil, kota tersebut direbut kembali oleh rombongan Umayyah, yang memaksa Yohanes untuk menarik diri ke pulau Kreta untuk merombak pasukan. Sekelompok perwira yang takut dimarahi Leontius karena gagal merebut Kartago membunuh Yohanes dan mengangkat Apsimar menjadi kaisar.[5] Apsimar menyandang nama regnal Tiberius.[b] Pada masa itu, pemilihan nama regnal sangatlah umum, namun kemudian tergantung pada kesukaan.[10] Tiberius mengumpulkan armada dan menyekutukan dirinya sendiri dengan kelompok Hijau (salah satu faksi olahraga dan politik Hipodrom), sebelum berlayar ke Konstantinopel, yang sedang dilanda wabah pes bubo.[5] Tiberius dan pasukannya mendarat di pelabuhan Sykai, Tanduk Emas, dan kemudian berencana untuk menyerbu kota tersebut.[11] Setelah beberapa bulan, gerbang-gerbang Konstantinopel dibuka untuk pasukan Tiberius oleh para anggota faksi Hijau, membolehkan Tiberius untuk merebut kota tersebut dan menggulingkan Leontius.[5][11][12] Peristiwa tersebut tak mencegah pasukannya dari menjarah kota tersebut.[13] Tiberius memotong hidung Leontius, dan mengirimnya untuk tinggal di Biara Psamathion, Konstantinopel.[5][12][14] Menurut pakar kronik abad ke-12 Mikael orang Siria, yang ia sendiri mengutip sumber Siria abad ke-8 kontemporer, Tiberius membenarkan kudetanya dengan menunjukkan bahwa Leontius sendiri menggulingkan Kaisar Yustinianus II (m. 685–695, 705–711) karena salah urus kekaisaran sebagai alasannya.[15][16][17] Sebelum Tiberius, tak ada perwira angkatan laut yang pernah memegang takhta, sebagian karena Bizantium menganggap angkatan darat jauh lebih prestisius.[10] PemerintahanTiberius dimahkotai oleh Patriarkh Callinicus I dari Konstantinopel tak lama usai merebut kekuasaan Konstantinopel dan menggulingkan Leontius.[6] Kala berkuasa, Tiberius tak berniat merebut kembali Afrika Bizantium dari Umayyah namun lebih memfokuskan perhatiannya pada perbatasan timur kekaisarannya. Tiberius memilih saudaranya, Heraklius,[a] sebagai patrikios (gelar istana prestisius) dan monostrategos (kepala jenderal) tema-tema Anatolian (wilayah administratif Bizantium): wilayah-wilayah Kekaisaran Bizantium berada di Anatolia (kini Turki).[19][20][21] Heraklius menginvasi Kekhalifahan Umayyah pada akhir musim gugur 698, melintasi perlintasan Pegunungan Taurus menuju Kilikia sebelum berkirab ke Suriah utara. Heraklius mengalahkan pasukan Arab yang dikirim dari Antiokhia, kemudian diserbu sampai sejauh Samosata sebelum dipukul mundur untuk keselamatan wilayah Bizantium pada musim semi 699.[21][22][23] Keberhasilan militer Heraklius berujung pada serangkaian serangan balasan Arab: para jenderal Umayyah Muhammad bin Marwan dan Abdallah bin Abd al-Malik merebut wilayah yang masih berada di wilayah Bizantium di Armenia dalam serangkaian kampanye yang tak dapat ditanggap oleh Heraklius.[22] Orang-orang Armenia yang meluncurkan pemberontakan besar melawan Umayyah pada 702 meminta bantuan Bizantium. Kemudian, al-Malik meluncurkan kampanye untuk merebut kembali Armenia pada 704 namun diserang oleh Heraklius di Kilikia. Heraklius mengalahkan pasukan Arab yang terdiri dari 10.000–12.000 tentara pimpinan Yazid bin Hunayn di Sisium, menewaskan sebagian besar pasukan dan memperbudak sisa pasukan. Meskipun demikian, Heraklius tak dapat mencegah al-Malik untuk merebut kembali Armenia.[14][20][22] Tiberius berniat memperkuat militer Bizantium dengan merombak strukturnya, serta merombak Tema Cibyrrhaeotic,[14][24] dan memperbaiki tembok-tembok laut Konstantinopel.[25] Tiberius juga memfokuskan perhatiannya ke pulau Siprus, yang kekurangan penduduk karena banyak penduduknya pindah ke wilayah Cyzicus di bawah kekuasaan pendahulunya, Yustinianus II:[14][24] Tiberius berhasil bernegosiasi dengan Abd al-Malik pada 698/699 untuk mengijinkan orang-orang Siprus yang telah pindah ke Cyzicus, dan orang-orang yang ditangkap oleh Arab dan dibawa ke Suriah, untuk kembali ke kampung halaman mereka.[6][14][24] Ia juga memperkuat garisun pulau tersebut dengan pasukan Mardait dari Pegunungan Taurus.[24] menurut sejarawan Warren Treadgold, Tiberius berniat untuk menghadapi pasukan Arab di laut dengan menciptakan provinsi-provinsi militer baru, menciptakan Tema Sardinia dan memisahkan Tema Sisilia dari Eksarkhat Ravenna.[26] Tiberius juga melarang kelak kaisar Philippicus, putra dari seorang patrikios, ke pulau Cephalonia.[27] Pada 702, Yustinianus II kabur dari Tema Cherson (kini Krimea) dan menerima dukungan Khagan Busir (m. 688/690–730), pemimpin Khazar, yang memberikan saudarinya Theodora sebagai mempelai kepada Yustinianus II, dan menyambutnya di istananya di Phanagoria. Pada 703, laporan bahwa Yustinianus II berniat untuk mendapatkan dukungan untuk merebut kembali takhta mencapai Tiberius, yang mengirim para duta ke Khazar dengan menuntut agar Yustinianus II diserahkan kepada Bizantium, mati ataupun hidup. Yustinianus II lolos dari penangkapan, dan menerima dukungan khan Kekaisaran Bulgaria Pertama, Tervel (m. 700–721).[25] Pada 705, Yustinianus II memimpin pasukan Slavia dan Bulgar ke Konstantinopel dan melakukan pengepungan selama tiga hari sebelum para pengintai menemukan sebuah saluran tua dan tak dipakai yang berada di bawah tembok kota. Yustinianus II dan detasemen prajurit kecil memakai rute ini untuk mendapatkan akses ke kota tersebut, yang berada di tepi utara tembok dekat Istana Blachernae, dan dengan cepat merebut gedung tersebut. Tiberius kabur ke kota Sozopolis di Bitinia, dan lolos dari para penyerbunya selama beberapa bulan sebelum ditangkap.[14][28] Waktu pasti pengepungan Yustinianus II dan penangkapan Tiberius beragam, Menurut numismatis Philip Grierson, Yustinianus II memasuki kota tersebut pada 21 Agustus.[29][30] Namun menurut Bizantinis Constance Head, Yustinianus II merebut kota tersebut pada 10 Juli, dan tanggal 21 Agustus alih-alih adalah tanggal kala Tiberius tertangkap di Sozopolis, atau tanggal lainnya kala ia dibawa kembali ke Konstantinopel.[29] Enam bulan kemudian, mungkin pada 15 Februari,[21] Yustinianus II membawa Leontius dan Tiberius ke Hipodrom dan dipermalukan secara terbuka, sebelum dibawa pergi ke Kynegion (sebuah kota di dekat Gerbang Kynegos) dan dipenggal.[6][25][30] Jasad-jasad mereka dilempar ke laut, namun kemudian ditemukan kembali dan dikebumikan di sebuah gereja di pulau Prote.[6] PeninggalanHead menyatakan bahwa walaupun sedikit yang diketahui dari Tiberius, bukti menekankannya sebagai "penguasa yang teliti dan berdampak", dan menyatakan bahwa ia dikenang sebagai "salah satu kaisar Bizantium besar sebenarnya" jika ia memerintah lebih lama.[10] Kaegi menyatakan bahwa dinasti-dinasti penerus Kekaisaran Bizantium, dan para sejarawan terkait mereka, menyalahkan kehilangan permanen Afrika Bizantium terhadap Tiberius, Meskipun ia menyatakan bahwa pada masa Tiberius menduduki takhta, tindakan tersebut sangat terlambat bagi Bizantium untuk kembali menguasainya.[31] KeluargaTiberius memiliki seorang putra, Teodosius, yang menjadi uskup Efesus pada 729, memimpin Konsili Hieria pada 754,[32][33] dan menjadi penasehat Kaisar Leo III (m. 717–741) dan Konstantinus V (m. 741–775).[34] Bizantinis Graham Sumner menyatakan bahwa putra Tiberius tersebut kemudian menjadi Kaisar Teodosius III (m. 715–717). Sumner memajukan bukti soal kedua sosok yang memegang Keuskupan Efesus pada masa yang bersamaan: Kaisar Teodosius menjadi uskup setelah 716, menurut Chronicon Altinate, dan Teodosius putra Tiberius menjadi uskup pada 729, menunjukkan bahwa keduanya adalah orang yang sama.[33] Bizantinis Cyril Mango dan Roger Scott menolak pandangan dari teori tersebut, karena ini akan menandakan bahwa Kaisar Thodosius hidup selama lebih dari tiga puluh tahun setelah abdikasinya.[35] Penjelasan lain dari keluarga Tiberius, termasuk nama pasangannya, telah hilang: dampak umum dari pemberontakan pada masa pemerintahan Tiberius, yang dikenal sebagai Anarki Dua Puluh Tahun.[10] ReferensiCatatan
Kutipan
Daftar pustaka
|