Theodōra (bahasa Yunani: Θεοδώρα, Theodōra, tahun 980–akhir Agustus/awal September, 1056) merupakan seorang Maharani Bizantium. Ia berasal dari Wangsa Makedonia yang telah memerintah di Kekaisaran Romawi Timur selama hampir dua ratus tahun, ia merupakan rekan-pemimpin yang memerintah bersama dengan saudarinya Zōē selama dua bulan pada tahun 1042 dan pemimpin tunggal dari tanggal 1 Januari, 1055 s.d. 31 Agustus, 1056. Ia merupakan keturunan terakhir Makedonia, dan atas kematiannya, kekaisaran mengalami kemerosotan yang berlangsung sampai aksesi Alexios I Komnenos pada tahun 1081.
Kehidupan awal
Ia adalah putri bungsu Kaisar Bizantium Kōnstantinos VIII dan Helena, putri Alypius.[2]Posisinya sebagai puteri kekaisaran yang memenuhi syarat dianggap pasangan yang ideal untuk Kaisar Romawi Suci di barat, Otto III, Kaisar Romawi Suci pada tahun 996.[3]Ternyata ia adalah seorang wanita yang polos, ia diabaikan demi saudarinya Zōē, yang diseleksi sebagai mempelai wanita yang berpotensial, tetapi Otto III terlanjur mangkat sebelum mereka dapat menikah.[4]Sejak saat itu, Theodōra menjalani kehidupan di dalam kegelapan total virtual kekaisaran gynaeceum[5]sampai keadaan (pamannya Basileios II mangkat tanpa keturunan dan ayahnya yang telah meninggal tidak memiliki keturunan laki-laki) mendesaknya ke dalam pusat politik kekaisaran.[6] Cerdas, dan memiliki karakter yang kuat dan keras, Theodōra menantang ayahnya dengan menolak untuk menikah dengan pria yang telah dipilihnya untuk menggantikannya, Rōmanos III Argyros, dengan dalih, pertama-tama, Rōmanos sudah menikah – istrinya menjadi seorang monastik untuk mengizinkan Rōmanos untuk menikah ke dalam keluarga kekaisaran.[7]Kedua, ia menjelaskan bahwa Rōmanos dan dirinya adalah sepupu ketiga, hubungan darah terlalu dekat untuk pernikahan.[8]Akibatnya, Kōnstantinos VII terpaksa untuk memilih saudarinya Theodōra, Zōē, yang menikahi Rōmanos sebagai gantinya pada tahun 1028.[9]
Dengan aksesi Rōmanos, Theodōra bersikap bijaksana dan mundur kembali ke gynaeceum, dengan rutinitas sehari-harinya yang religius,[10] tetapi ini tidak menutupinya dari kecemburuan saudara perempuannya. Theodōra tidak pernah diampuni untuk menjadi pilihan pertama ayahnya,[11] Zōē meyakinkan suaminya untuk menunjuk salah satu pengawalnya sebagai kepala dari rumah tangga Theodōra, dengan tujuan untuk memata-matai Theodōra.[12]Tak lama setelah itu, Theodōra dituduh berkomplot untuk merebut takhta dengan Presian dari Bulgaria. Meskipun Presian dibutakan dan dikirim ke sebuah biara, Theodōra tidak dihukum, tetapi pada tahun 1031 ia kembali dituduh terlibat di dalam konspirasi lainnya, kali ini dengan Kōnstantinos Diogenes, Archon dari Sirmium.[13]Ia dituduh menjadi bagian dari konspirasi tersebut, dan dipaksa dan dikurung di dalam Biara Petrion. Zōē kemudian mengunjunginya dan mendesaknya untuk mengambil Ordo Suci.[14]Ia akan menetap di sana selama 13 tahun, ketika Zōē mengelola kekaisaran bersama dengan suaminya, Rōmanos III dan, setelah ia meninggal, Mikhaēl ho Paphlagōn.
Rekan-Pemimpin dengan Zōē
Atas kematian Mikhaēl ho Paphlagōn pada bulan Desember 1041, Zōē mengadopsi keponakan Mikhaēl, yang dimahkotai sebagai Mikhaēl V Kalaphatēs.[15]Meskipun ia berjanji untuk menghormati Zōē, ia langsung dibuang ke Biara Kepulauan Pangeran dengan tuduhan percobaan pembunuhan raja.[16]Perlakuan terhadap pewaris sah Wangsa Makedonia menyebabkan pemberontakan populer di Konstantinopel, dan pada tanggal 19 April, 1042, rakyat menggulingkan Mikhaēl V dengan dukungan bukan hanya dari Zōē, tetapi juga dari Theodōra. Mikhaēl V, putus asa dalam mempertahankan takhtanya, Zōē dibawa kembali dari Kepulauan Pangeran dan ditampilkan kepada rakyat,[17]namun desakan bahwa ia terus memerintah bersama Zōē ditolak.[18]Para anggota kunci istana memutuskan bahwa Zōē yang bertingkah itu memerlukan seorang rekan-pemimpin, dan orang yang tepat menjabat posisi tersebut adalah saudara perempuannya, Theodōra. Sebuah delegasi menuju Patrician Kōnstantinos Cabasilas[19] pergi ke Biara Petrion untuk meyakinkan Theodōra untuk menjadi rekan-pemimpin dengan saudarinya.[18] Theodōra menolak permohonan mereka, dan melarikan diri ke kapel biara untuk mencari suaka. Kōnstantinos dan pengikutnya mengejarnya, dengan paksa menyeretnya dan mengganti pakaian biaranya dengan pakaian kekaisaran.[19]Pada pertemuan di Hagia Sophia, orang-orang yang mengawal Theodōra yang marah dari Petrion, dan mengumumkannya sebagai maharani bersama dengan Zōē.[20]Setelah memahkotai Theodōra, massa menyerbu ke dalam istana, memaksa Mikhaēl V untuk melarikan diri ke biara.[21]
Zōē segera mendapatkan kekuasaan dan mencoba untuk memaksa Theodōra kembali ke biara, tetapi Senat dan pihak lain meminta agar kedua bersuadara itu dapat memerintah bersama-sama.[22]Di dalam tindakan pertamanya, Theodōra dipanggil untuk melakukan apa yang saudaranya tak akan melakukannya—berurusan dengan Mikhaēl V. Zōē yang lemah dan mudah dimanipulasi, ingin mengampuni dan membebaskan Mikhaēl. Theodōra memiliki karakter yang lebih kuat daripada saudarinya; pertama-tama ia menjanjikan keselamatan Mikhaēl sebelum ia memerintahkan untuk membutakannya dan menghabiskan seluruh hidupnya sebagai seorang biarawan.[23]Selesai menangani Mikhaēl V, Theodōra menolak untuk meninggalkan Hagia Sophia sampai ia menerima pesan dari Zōē, 24 jam lamanya setelah Theodōra dimahkotai.[24]Secara resmi, ketika Theodōra masih merupakan Maharani junior, dan takhtanya masih berada sedikit di belakang Zōē di dalam upacara-upacara umum, ia adalah kekuatan pendorong di belakang administrasi gabungan. Kedua kakak beradik tersebut kemudian memproses untuk mengelola kekaisaran, difokuskan pada pembatasan penjualan kantor publik dan administrasi peradilan.[25] Meskipun Mikhaēl Psellus menyatakan bahwa pemerintahan gabungan tersebut merupakan sebuah kegagalan total, Iōannēs Scylitzes menjelaskan bahwa mereka sangat rajin memperbaiki penyalahgunaan di dalam pemerintahan sebelumnya.[26]
Meskipun Theodōra dan Zōē muncul bersama-sama di dalam pertemuan Senat, atau ketika mereka memberikan audiensi publik, segera terlihat bahwa pemerintahan gabungan mereka berada di bawah ketegangan yang masuk akal.[27] Zoe masih merasa iri pada Theodōra, dan tidak memiliki hasrat untuk mengelola kekaisaran, tetapi tidak akan mengizinkan Theodōra untuk melaksanakan bisnis publik sendirian. Istana segera terbagi menjadi dua, dengan fraksi-fraksi yang dibentuk di belakang setiap maharani.[27]Setelah dua bulan ketajaman dari perbedaan mereka meningkat, Zōē memutuskan untuk mencari suami yang baru, jadi menyangkal Theodōra adalah kesempatan untuk meningkatkan pengaruhnya, membendung dari bakat saudaranya dalam memerintah.[28]Ia akhirnya menikahi Kōnstantinos IX Monomakhos, pada tanggal 11 Juni, 1042, dan manajemen kekaisaran diserahkan kepadanya.[29]Meskipun secara resmi Theodōra dan Zōē tetap diakui sebagai Maharani dan Theodōra tetap muncul di segala fungsi resmi, seluruh kekuasaan diserahkan kepada saudara iparnya. Oleh karena itu ia masih dapat memiliki beberapa pengaruh di istana, seperti demonstrasi perintahnya untuk menahan dan membutakan Iōannēs Orphanotrophos, seorang menteri yang berkuasa yang memerintah di istana Rōmanos III, Mikhaēl IV dan Mikhaēl V, yang hidup di dalam pengasingan setelah Mikhaēl V digulingkan.[30]
Perlakuan preferensial Kōnstantinos IX terhadap istrinya pada bagian awal pemerintahannya membuat tersebarnya rumor bahwa ia berencana untuk membunuh baik Zōē dan Theodōra.[31]Hal ini memicu terjadinya pemberontakan dari rakyat Konstantinopel pada tahun 1044, yang diredakan oleh kemunculan Zōē dan Theodōra di teras, yang memastikan massa bahwa mereka tidak dibunuh.[32]
Kembali berkuasa
Zōē akhirnya mangkat pada tahun 1050, ketika Kōnstantinos IX akhirnya mangkat pada tanggal 11 Januari, 1055. Pada saat Kōnstantinos sekarat, ia dibujuk oleh para kanselirnya, terutama logothetes tou dromou Iōannēs Leichoudes, untuk mengabaikan hak-hak Theodōra dan mewariskan takhta kepada doux dari Bulgaria, Nikephoros Proteuon.[33]Namun rencana mereka digagalkan oleh Theodōra, yang, meskipun 70 tahun usianya, dengan penuh semangat menegaskan kembali hak aktif untuk memerintah. Ia dibawa ke suatu tempat pengunduran dirinya di dalam sebuah biara, memegang Senat dan diumumkan sebagai "kaisar" oleh pengawal kekaisaran tak lama setelah kematian Kōnstantinos.[34][35]
Diikuti dengan pembersihan para pejabat senior dan pemimpin unit militer Eropa. Nikephoros Bryennios, yang merupakan tagmata barat sebalkinya kelihatan ingin mengumumkan kaisar, juga dibubarkan dan diasingkan atas perintah Theodōra,[36][37]setelah itu ia menyita seluruh propertinya dan memusnahkan para pendukungnya dari istana.[33]
Theodōra menjadi sakit parah dengan gangguan usus pada akhir bulan Agustus 1056, dan wafat beberapa hari kemudian, pada tanggal 31 Agustus, 1056, pada usia 76 tahun.[38]Tidak memiliki keturunan dan merupakan anggota terakhir dari wangsanya, ia telah memilih pewarisnya, mantan menteri keuangan militer, Mikhaēl VI Bringas, sebagai pewarisnya atas rekomendasi kepala menterinya, Leo Paraspondylos.[39]Berharap untuk sembuh dari sakitnya, Theodora membuat penggantinya bersumpah bahwa ia akan selalu mematuhi perintah-perintahnya ketika ia masih hidup. Pada akhirnya ia tidak dapat mematuhinya dengan lama, karena Theodōra selamat dari nominasinya hanya beberapa jam saja.[40]
Karena Mikhaēl VI tidak ada hubungan dengan Wangsa Makedonia yang telah memerintah Kerajaan Bizantium selama 189 tahun, ia tidak menerima dukungan umum. Kekurangan dukungan tersebut mengakibatkan sebuah rangkaian konflik dari berbagai keluarga bangsawan yang berlangsung pada tahun 1056 sampai 1081 sampai Wangsa Komnenos.
Sumber
Sumber Pertama
Sumber Kedua
- Norwich, John Julius (1993), Byzantium: The Apogee, Penguin, ISBN 0-14-011448-3
- Kazhdan, Alexander, ed. (1991), Oxford Dictionary of Byzantium, Oxford University Press, ISBN 978-0-19-504652-6
- Garland, Linda (1999), Byzantine Empresses: Women and Power in Byzantium AD 527–1204, Routledge, ISBN 978-0-415-14688-7
- Canduci, Alexander (2010), Triumph & Tragedy: The Rise and Fall of Rome's Immortal Emperors, Pier 9, ISBN 978-1741965988
- Treadgold, Warren T. (1997), A History of the Byzantine State and Society, Stanford, CA: Stanford University Press, ISBN 978-0804726302
- George Finlay, History of the Byzantine Empire from 716 – 1057, William Blackwood & Sons, 1853
Referensi
- ^ Kazhdan, pg. 2038
- ^ Kazhdan, pg. 503
- ^ Norwich, pg. 253
- ^ Norwich, pg. 259
- ^ Norwich, pg. 269
- ^ Canduci, pg. 265
- ^ Finlay, pg. 465
- ^ Norwich, pg. 270
- ^ Canduci, pg. 257
- ^ Norwich, pg. 276
- ^ Canduci, pg. 269
- ^ Finlay, pg. 469
- ^ Kazhdan, pg. 627
- ^ Finlay, pg. 471
- ^ Finlay, pg. 495
- ^ Norwich, pg. 295
- ^ Norwich, pg. 297
- ^ a b Finlay, pg. 496
- ^ a b Norwich, pg. 298
- ^ Norwich, pg 299
- ^ Norwich, pg. 300
- ^ Finlay, pg. 497
- ^ Norwich, pg. 301
- ^ Norwich, pg. 304
- ^ Finlay, pg. 498
- ^ Norwich, pg. 305
- ^ a b Norwich, pg. 306
- ^ Finlay, pg. 499
- ^ Norwich, pg. 307
- ^ Finlay, pg. 505
- ^ Norwich, pg. 309
- ^ Finlay, pg. 503
- ^ a b Finlay, pg. 527
- ^ Garland (1999), pp. 165–166
- ^ Treadgold (1997), pp. 596
- ^ Kazhdan, pg. 329
- ^ Treadgold, pg. 597
- ^ Finlay, pg. 529
- ^ Kazhdan, pg. 1366
- ^ Norwich, pg. 327
Pranala luar