Pemeluk Islam pertama (bahasa Arab: السَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ, translit. as-sabiqun al-awwalun) adalah orang-orang terdahulu yang pertama kali masuk/memeluk Islam. Mereka dari golongan kaum Muhajirin dan Anshar,[1][2] mereka semua sewaktu masuk Islam berada di kota Mekkah, sekitar tahun 610 Masehi pada abad ke-7.[3] Pada masa penyebaran Islam awal, para sahabat nabi di mana jumlahnya sangat sedikit dan golongan as-Sabiqun al-Awwalun yang rata-ratanya adalah orang miskin dan lemah.
Etimologi
Akar kalimat as-sabiqun dalam bahasa Arab berakar dari huruf S-B-Q (س-ب-ق Sin-Ba-Qaf), sabaqa (سبق) sebuah kata kerja yang artinya "mendahulukan", "pergi sebelum", "lebih dahulu", "melampaui", juga berarti "sudah" atau "sebelum"; "aksi pendahulu", "bergerak sebelumnya" dan sebagainya, contoh:
...dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang...(An-Nazi'at, 79:4)
yang artinya melewati atau melampaui. Sabaqa: berpacu (kata kerja). Sabiq: bertindak.[4]
Kemudian kalimat al-awwalun terdiri dari huruf A-W-L (ء-و-ل Hamzah-Wau-Lam), awwal (أول) sebuah kata yang artinya "pertama" atau "awal", kemudian kata ini diserap kedalam bahasa Indonesia, yang memiliki makna yang sama pula.
Nabi Islam Muhammad dilahirkan di tengah-tengah masyarakat terbelakang yang senang dengan kekerasan, pertempuran dan penyembahan berhala. Ia sering menyendiri ke Gua Hira', sebuah gua bukit dekat Mekkah, yang kemudian dikenali sebagai Jabal An Nur karena bertentangan sikap dengan kebudayaan Arab pada zaman tersebut. Di sinilah ia sering berpikir dengan mendalam, memohon kepada Allah supaya memusnahkan kekafiran dan kebodohan.
Pada suatu malam, ketika Muhammad sedang bertafakur di Gua Hira', Malaikat Jibril mendatanginya. Jibril membangkitkannya dan menyampaikan wahyu Tuhan (Allah) di telinganya. Ia diminta membaca. Ia menjawab, "Saya tidak bisa membaca". Jibril mengulangi tiga kali meminta agar Muhammad membaca, tetapi jawabannya tetap sama. Akhirnya, Jibril berkata:
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan (menulis, membaca). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Al-Alaq 96: 1-5)
Ini merupakan wahyu pertama yang diterima oleh Muhammad. Ketika itu ia berusia 40 tahun. Wahyu turun kepadanya secara berangsur-angsur dalam jangka waktu 23 tahun. Wahyu tersebut telah diturunkan menurut urutan yang diberikan Muhammad, dan dikumpulkan dalam kitab bernama al-mushaf yang juga dinamakan al-Quran (bacaan).
Pendakwahan
Sirriyyah (rahasia)
Selama tiga tahun pertama, Muhammad hanya menyebarkan agama terbatas kepada teman-teman dekat dan kerabatnya, pendapat ini dikemukakan oleh Ibnu ishaq dan Al-Waqidi. Kebanyakan dari mereka yang percaya dan meyakini ajaran Muhammad adalah para anggota keluarganya, tetapi tidak semua orang terdekatnya mau menerima dakwah ini. Sebagai contoh Abu Thalib yang tidak meyakini ajaran yang dibawa oleh Muhammad. Begitu pula dengan salah satu pamannya yang bernama Abu Lahab, bahkan menjadi penentang keras dakwah Muhammad.
Muhammad menjadi nabi dan berdakwah pada kisaran tahun 610 - 614 Masehi. Setelah adanya wahyu, surat Al-Muddatstsir: 1-7, yang artinya:
Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Rabbmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak, dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah. (Al-Mudatsir 74: 1-7)
Dengan turunnya surat Al-Muddatsir ini, Muhammad memulai dakwahnya. Mula-mula ia melakukannya secara sembunyi-sembunyi di lingkungan keluarga, sahabat, pengasuh dan budaknya. Orang pertama yang menyambut dakwahnya adalah Khadijah, istrinya. Dialah yang pertama kali masuk Islam. Menyusul setelah itu adalah Ali bin Abi Thalib, saudara sepupunya yang kala itu baru berumur 10 tahun, sehingga Ali menjadi lelaki pertama yang masuk Islam.
Kemudian Abu Bakar, sahabat karibnya sejak masa kanak-kanak. Baru kemudian diikuti oleh Zaid bin Haritsah, bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya, dan Ummu Aiman, pengasuh Muhammad sejak ibunya masih hidup. Setelah mereka, lalu masuk yang lainnya.
Abu Bakar sendiri kemudian berhasil mengislamkan beberapa orang teman dekatnya, seperti, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa'ad bin Abi Waqqas, dan Thalhah bin Ubaidillah. Dari dakwah yang masih rahasia ini, belasan orang telah masuk Islam. Sedangkan menurut sejarah Islam, putri Abu Bakar yaitu Aisyah adalah orang ke 21 atau 22 yang masuk Islam.[5]
Terbuka
Dakwah secara sirriyyah ini dilakukan selama kurang lebih 3 tahun dan setelah orang Islam berjumlah 40 orang,[6] maka turunlah ayat
...dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat (Asy-Syu’ara, 26:214)
Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu). (Al-Hijr ayat 15:94-95)
Muhammad memulai dakwah terbuka dan menjalankan dakwah secara terang-terangan. Mula-mula ia mengundang kerabat karibnya bangsa Quraisy dalam sebuah jamuan. Pada kesempatan itu ia menyampaikan ajarannya.
Namun ternyata hanya sedikit yang menerimanya. Sebagian menolak dengan halus, sebagian menolak dengan kasar, salah satunya adalah Abu Lahab dan istrinya Ummu Jamil. Mereka sangat membenci ajaran yang dibawa oleh Muhammad.[halaman dibutuhkan]
Sebelum kelahiran Muhammad, orang-orang Arab Quraisy adalah para penyembah berhala. Mereka suka membunuh anak laki-Iaki dan menanam hidup-hidup anak perempuan. Mereka mudah membunuh sebagian yang lain hanya karena hal-hal yang sepele. Oleh karena itu ketika Muhammad mengajak mereka untuk menyembah Allah yang Esa, meninggalkan kepercayaan mereka, mereka marah besar. Mereka yang semula cinta kepadanya berubah menjadi kebencian dan kemarahan. Sedangkan mereka yang semula membenarkan Muhammad, telah berubah menjadi orang-orang yang mendustakannya.[butuh rujukan]
Madrasah Pertama
Muhammad mulai merasa perlu mencari sebuah tempat bagi para pemeluk Islam dapat berkumpul bersama. Di tempat itu akan diajarkan kepada mereka tentang prinsip-prinsip Islam, membacakan ayat-ayat Al-Qur'an, menerangkan makna dan kandungannya, menjelaskan hukum-hukumnya dan mengajak mereka untuk melaksanakan dan mempraktikkannya. Pada akhirnya Muhammad memilih sebuah rumah di bukit Shafa milik al-Arqam bin Abi al-Arqam. Semua kegiatan itu dilakukan secara rahasia tanpa sepengetahuan siapa pun dari kalangan orang-orang kafir.
Rumah Abu Abdillah al-Arqam bin Abi al-Arqam ini merupakan Madrasah pertama sepanjang sejarah Islam,[7] tempat ilmu pengetahuan dan amal saleh diajarkan secara terpadu oleh sang guru pertama, yaitu Nabi Muhammad. Ia sendiri yang mengajar dan mengawasi proses pendidikan disana.
Daftar as-sabiqun al-awwalun
Ibnu Hisyam pernah menulis 40 nama as-sabiqun al-awwalun. Ia menulis Khadijah dalam nomor urut pertama, Asma' di nomor urut 18, dan Aisyah di nomor urut 19. Umar bin Khattab berada jauh di bawah Aisyah.[8]
Yang termasuk as-sabiqun al-awwalun adalah sebagai berikut:
Khadijah, Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar Al-Shiddiq, Ummu Aiman, dan Bilal bin Rabah, merekalah orang yang pertama kalinya mengucap kalimat dua syahadat, lalu menyebar ke yang lainnya. Kesemuanya berasal dari kabilah Quraisy, kecuali Bilal bin Rabah.
Daftar di atas tersebut, tidaklah sesuai dengan kronologis urutan sejarah aslinya, dikarenakan penyebaran Islam ini awalnya secara rahasia, maka terlalu sulit untuk mencari siapa saja yang terlebih dahulu memeluk Islam, setelah lima besar pemeluk Islam.
Profesi
Pada awalnya golongan ini hanya terdiri dari kaum miskin dan lemah, kemudian setelah menempuh waktu semakin bertambah dan masuk beberapa orang dari lapisan golongan masyarakat, yang terdiri dari pemuka adat, pemimpin suku, panglima perang, ibu rumah tangga, anak-anak, majikan, saudagar, pengusaha, pedagang, petani, peternak binatang, pelayan rumah tangga, orang merdeka, budak.
Para budak banyak yang tertarik dengan prinsip yang diajarkan oleh Islam, yaitu tentang kesetaraan manusia di hadapan Allah, Rasulullah mempersaudarakan sebagian muslim dari golongan aristokrat Quraisy dengan sekelompok muslim lain yang dari golongan budak. Tidak ada perbedaan antara yang kaya dan miskin, kuat maupun lemah, merdeka maupun budak, Arab maupun non-Arab, semua setara. Menurut kacamata Islam, Allah tidak pernah melihat umat-Nya berdasarkan profesi/ pangkat dan jabatan seseorang, yang Allah nilai hanya iman dan taqwa hamba-Nya.
Tugas
As-Sabiqun al-Awwalun yang Salaf, memiliki beberapa tugas penting yang harus diemban mereka. Tugas itu meliputi:
Tidak ada jiwa yang harus dibunuh kecuali karena kebenaran,
Jalan-jalan tetap aman,
Tali silaturahmi terus dijalin,
Menjunjung tinggi kesetaraan/ kemerdekaan manusia,
Mencegah keburukan,
Mempertahanan bela agama,
Menyebarkan secara diam-diam agama yang dibawa oleh Muhammad.
Surga Bagi As-Sabiqun al-Awwalun
Menurut kepercayaan Islam, As-Sabiqun al-Awwalun akan mempunyai tempat tinggal yang mulia, Surga Jannatun Na'im.
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar (At-Taubah ayat 9:100)
Diperkuat oleh dalam hadits mutawatir yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari tentang tiga masa yang mendapatkan kemulian dan keutamaan muslim dan lain-lainnya, di mana Nabi Muhammad bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi setelahnya, kemudian generasi setelahnya.”[9]
Kedatangan Islam secara asing dan akan kembali asing
Menurut beberapa hadits yang shahih, agama Islam dikatakan pertama kali muncul dalam keadaan terasing, kemudian akan kembali menjadi asing sebagaimana semula ajaran Islam itu datang. Sementara itu orang di sekelilingnya telah menjadi rusak secara aqidah dan mereka akan memusuhi ajaran Islam itu sendiri.[10][11][12]
^Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (At-Taubah 9:100)
^Jawas, Yazid bin Abdul Qodir (Zulhijjah 1441 / Juli 2020). MULIA DENGAN MANHAJ SALAF. Bogor: Pustaka At-Taqwa. hlm. 14. ISBN9789791661133.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
^Nabi Muhammad ﷺ bersabda, "Sesungguhnya Islam pertama kali muncul dalam keadaaan asing dan nanti akan kembali asing sebagaimana semula. Maka berbahagialah orang-orang yang asing (alghuroba')." (Hadits shahih riwayat Muslim).
^"Berbahagialah orang-orang yang asing (alghuroba'). (Mereka adalah) orang-orang shalih yang berada di tengah orang-orang yang berperangai buruk dan orang yang memusuhinya lebih banyak daripada yang mengikuti mereka." (Hadits shahih riwayat Ahmad).
^"Berbahagialah orang-orang yang asing (alghuroba'). Yaitu mereka yang mengadakan perbaikan (ishlah) ketika manusia rusak." (Hadits shahih riwayat Abu Amr Ad-Dani dan Al-Ajurry).
Referensi
Sirah An-Nabawiyah, Ibnu Hisyam, 1/245-262.
Ibnu Hisyam, Jilid I m/s 65.
As-Seerat un-Nabawiyyah, Jilid I, m/s 452, daftar urut yang sama ditulis Ibnu Ishaq.
Khadijah Ummul Mu'minin Nazharat Fi isyraqi Fajril Islam, Al Haiah Al Mishriyah Press, karya Abdul Mun'im Muhammad (1994)
Kitab-Al-Raudh Al-Aif, karya Ibnu Suhaili.
Muhammad The Final Messenger, karya Dr. Majid Ali Khan