Kerajaan Suwawa, setelahnya menjadi Kesultanan Suwawa, adalah salah satu kerajaan tertua di wilayah semenanjung utara Sulawesi. Kerajaan Suwawa dikenal pula dengan nama Kerajaan Tuwawa atau Pohala'a Suwawa.[1]
Berdasarkan catatan sejarah, Kerajaan Suwawa juga disebut sebagai "Tiyombu" atau leluhur dari seluruh kerajaan-kerajaan yang ada di wilayah Gorontalo.[2] Kerajaan ini terbentuk sejak abad ke-6, atau sekitar tahun 500 Masehi.[3]
Mengenang sejarah lahirnya Suwawa di bumi Gorontalo, dapat ditelusuri dari berbagai cerita masyarakt yang diwariskan secara turun temurun. Secara umum, berbagai cerita masyarakat dan catatan sejarah yang ada membenarkan bahwa wilayah Gorontalo dulu hanya berupa gunung-gunung yang menjulang ditengah lautan.
Terdapat 3 (tiga) buah Gunung saat itu yang disebutkan sebagai wilayah pertama yang dihuni manusia sehingga disebut pula dengan nama Huidu Totolu atau Tiga Gunung atau Goenong Tellu dan akhirnya berkembang dan menjadi nama Gorontalo saat ini. Tiga gunung tersebut yakni Gunung Tilongkabila, Gunung Gambuta dan Gunung Malenggalila. Dari cerita lain juga disebutkan bahwa nama Gorontalo berasal dari kata Goenong Tellu yang juga bermakna tiga gunung yang disematkan oleh para perantau dari pulau seberang yang singgah ke wilayah tersebut.
Konon ketiga nama gunung tersebut merupakan nama orang-orang pertama yang bermukim di wilayah Gorontalo. Gunung Tilongkabila berasal dari nama manusia pertama yang ada disana yaitu Tilongkabila yang berjenis kelamin perempuan. Sementara di Gunung Gambuta, terdapat seorang manusia pertama yang berjenis kelamin laki-laki bernama Mooduliyo. Begitu juga dengan Gunung Malenggalila yang merepresentasikan seorang lelaki pertama yang hidup disana. Ketiga manusia tersebut menurut catatan sejarah purba Suwawa juga dikaitkan dengan kisah Nabi Nuh a.s. dan pengikutnya yang selamat dari bencana banjir bandang.
Mooduliyo dan Tilongkabila bertemu di suatu lembah dataran tinggi diantara ketiga gunung tadi. Lembah tersebut sangatlah luas dan terang, hingga akhirnya tempat tersebut diberi nama dataran tinggi Bangio (Bangio merupakan nama tempat dari Bahasa Suwawa). Keduanya kemudian menikah dan memiliki keturunan yang kelak menjadi leluhur peradaban masyarakat Suwawa pada khususnya dan masyarakat Gorontalo pada umumnya.
Pembentukan
Salah satu keturunan dari pernikahan Mooduliyo dan Tilongkabila yang terkenal adalah Putri Peedaa atau Pi'i Da'a. Putri Peedaa atau Pi'i Da'a dikenal arif dan bijaksana, dialah konon pencetus lahirnya dua kelompok masyarakat yang termasyur dikalangan adat Gorontalo.[4]
Dua kelompok masyarakat tersebut yakni:
Pidodotiya
Witohiya
Kedua kelompok yang dibentuk tersebut kemudian beranak pinak dan membentuk kelompok masyarakat awal Suwawa atau cikal bakal penduduk Gorontalo pada abad ke-4 Masehi. Dalam perkembangannya, kedua kelompok ini pun berunding dan menyetujui dibentuknya Pohala'a Tuwawa atau Kerajaan Suwawa pada tahun 500 Masehi.
Adapun pemimpin pertama Kerajaan Suwawa adalah seorang perempuan bergelar Olongia dengan nama Ayudugiya. Dalam catatan sejarah, Olongiya Ayudugiya atau Ratu Ayudugiya memerintah sejak tahun 500 Masehi hingga tahun 579 Masehi.
Masuknya agama Islam
Raja Suwawa yang pertama kali memeluk agama Islam adalah Mooduto.[5] Raja Mooduto tercatat memeluk agama Islam saat memerintah Kerajaan Suwawa pada abad ke-14.
Etimologi
Nama ‘Suwawa’ menurut beberapa sumber, berasal dari kata Tuwawa dalam bahasa Suwawa atau kata Tuwawa’a dalam bahasa Gorontalo. Kedua kata tersebut bermakna Tuwawu atau satu yang diserap dari kata Towawa’a yang artinya ‘satu tubuh’ atau ‘satu badan’.
Makna dari kata Towawa’a tersebut hingga saat ini beragam namun memiliki keselarasan. Ada yang memaknainya sebagai suatu kesatuan sosial berdasarkan genealogi, teritorial, dan kultural masyarakat Suwawa. Artinya, masyarakat Suwawa merupakan suatu kesatuan masyarakat yang terintegrasi secara emosional berdasarkan faktor kekeluargaan, wilayah dan budaya.
Ibukota
Dengan diangkatnya Ayudugiya sebagai maha ratu pertama, hal ini menandakan awal dimulainya masa-masa kerajaan Suwawa. Wilayah dan ibukota kerajaannya pun ditetapkan berada di kawasan dataran tinggi Bangio beserta didirikannya bangunan "Leda-Leda" sebagai Istana Kerajaan.
Bangio sendiri merupakan sebuah wilayah dataran tinggi yang kini bernama Pinogu dan masuk menjadi wilayah Kabupaten Bone Bolango.
^Usman, A. J. (1972). Sejarah kerajaan Suwawa dan kerajaan-kerajaan di Sulawesi Utara. AJ Usman.
^Umar, F. (2020). Cerminan Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Suwawa Dalam Bingkai Tradisi Dan Modernitas. Jambura Journal of Linguistics and Literature, 1(1).
^Samsudin, F. Y., Musadad, A. A., & Pelu, M. (2022). ISLAMISASI DAN PENINGGALANNYA DI GORONTALO. Penerbit Lakeisha.
Daftar pustaka
Botutihe, Medi dan Farah Daulima. 2007. Sejarah Perkembangan Limo Pohalaa di Daerah Gorontalo. Limboto: Forum Suara Perempuan LSM Mbu’I Bungale.
Haga, B.J. 1931. De Lima-pahalaä (Gorontalo): Volksordening, adatrecht en bestuurspolitiek. LXXI. Bandoeng: A.C Nix & Co, 1931.
Juwono, Harto dan Yosephine Hutagalung. 2005. Limo Lo Pohalaa Sejarah Kerajaan Gorontalo. Yogyakarta: Ombak.
Lipoeto, M.H. 1949. Sedjarah Gorontalo: Dua Lima Pohalaa. X. Gorontalo: Pertjetakan Ra’jat Gorontalo.
-----------. 1870. “Het landschappen Holontalo, Limoeto, Bone, Boalemo en Katinggola of Andagile: geographische, statistische, h i s t o r i s c h e e n e t h n o g r a p h i s c h e aanteekeningen”, Tijdschrijt voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde (TBG), XIX.
Tacco, Richard. 1935. Het Volk Van Gorontalo: (Historich Traditioneel Maatschappelijk Cultural Sociaal Karakteristiek en Economisch). Gorontalo: Yo Un Ann.