Isra Mikraj (bahasa Arab: الإسراء والمعراج, translit. al-’Isrā’ wal-Mi‘rāj) adalah dua bagian perjalanan yang dilakukan oleh Nabi Islam Muhammad dalam waktu satu malam saja. Kejadian ini merupakan salah satu peristiwa sangat penting bagi umat Islam, karena pada peristiwa inilah Nabi Muhammad mendapat perintah untuk menunaikan salat lima waktu sehari semalam.[1] Beberapa penggambaran tentang kejadian ini dapat dilihat di surah ke-17 di Al-Qur'an, yaitu Surah Al-Isra.[2]
Menurut tradisi, perjalanan ini dikaitkan dengan Lailat al-Mi'raj, sebagai salah satu tanggal paling penting dalam kalender Islam.[3]
Kejadian Isra' Mi'raj
Isra' Mi'raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum Nabi Islam, Muhammad hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi[4] dan mayoritas ulama islam,[5] Isra' Mikraj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra' Mikraj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer. Namun, Shafiyurrahman al-Mubarakfuri[6] menolak pendapat tersebut dengan alasan karena istri pertama Muhammad, Khadijah meninggal pada bulan Ramadan tahun ke-10 kenabian, yaitu 2 bulan setelah bulan Rajab, dan saat itu belum ada kewajiban salat lima waktu. Al-Mubarakfuri menyebutkan 6 pendapat tentang waktu kejadian Isra' Mikraj. Tetapi tidak ada satupun yang pasti. Dengan demikian, tidak diketahui secara persis kapan tanggal terjadinya Isra' Mikraj.
Ketika Muhammad masih berada di tengah periode dakwah yang akan menerobos jalan antara pencapaian kesuksesan dan penindasan sementara ada sedikit harapan yang mulai terlihat, maka terjadilah peristiwa Isra' dan Mi'raj ini. Mengenai kapan waktu terjadinya, terdapat perbedaan pendapat, di antaranya:[7]
Peristiwa Isra' terjadi pada tahun ketika Allah memuliakan NabiNya dengan kenabian. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ath-Thabari.
Peristiwa ini terjadi lima tahun setelah diutusnya Muhammad menjadi Nabi. Pendapat ini dikuatkan oleh An-Nawawi dan Al-Qurthubi.
Peristiwa ini terjadi pada malam 27 Rajab tahun 10 dari kenabian. Pendapat ini dipilih oleh Allamah Al-Manshurfuri.
Peristiwa ini terjadi 16 bulan sebelum hijrah, tepatnya pada bulan Ramadhan tahun 12 dari kenabian.
Peristiwa ini terjadi I tahun 2 bulan sebelum hijrah, tepatnya pada bulan Muharram tahun 13 dari kenabian.
Peristiwa ini terjadi I tahun sebelum hijrah, tepatnya pada bulan Rabi'ul Awwal tahun 13 dari kenabian.
Indikasi dari tiga pendapat pertama adalah bahwa kematian Khadijah pada bulan Ramadhan tahun 10 dari kenabian. Khadijah meninggal sebelum datangnya wahyu yang mewajibkan shalat lima waktu, sementara tidak ada perselisihan pendapat di kalangan para ulama Islam bahwa shalat lima waktu diwajibkan pada malam Isra'. Sedangkan mengenai tiga pendapat terakhir lainnya, belum menemukan pendapat yang dapat menguatkan salah satu darinya selain topik bahasan di dalam surah Al-Isra yang menunjukkan bahwa peristiwa ini terjadi pada masa-masa akhir.[7]
Para ulama hadits meriwayatkan rincian dari peristiwa ini, dan kami akan memaparkannya secara ringkas, lbnul Qayyim berkata,
Menurut riwayat yang shahih bahwa Rasulullah diisra'kan dengan jasadnya dari Al-Masjid Al-Haram menuju Baitul Maqdis dengan mengendarai Al-Buraq, ditemani oleh Jibril. Lalu ia singgah di sana serta menjadi imam shalat bagi para nabi, lalu menambat Al-Buraq pada Pintu masjid. Kemudian pada malam itu, ia dinaikkan dari Baitul Maqdis menuju langit dunia. Jibril meminta agar Pintu langit dibukakan untuk ia lalu terbukalah pintunya. Di sana, ia melihat Adam, bapak manusia. Ia memberi salam kepadanya lantas dia menyambutnya dan membalas salam tersebut serta mengakui kenabiannya. Allah juga menampakkan kepadanya ruh-ruh para syuhada dari sebelah kanannya dan ruh-ruh orang-orang yang sengsara dari sebelah kirinya.[7]
Kemudian ia dinaikkan lagi ke langit kedua. Jibril meminta agar dibukakan pintunya untuk ia . Di sana ia melihat Nabi Yahya bin Zakaria dan Isa bin Maryam, lalu menjumpai keduanya dan memberi salam. Keduanya menjawab salam tersebut dan menyambutnya serta mengakui kenabiannya. Kemudian dinaikkan lagi ke langit ketiga. Di sana ia melihat nabi Yusuf, lalu memberi salam kepadanya. Dia membalasnya dan menyambutnya serta mengakui kenabiannya. Kemudian dinaikkan lagi ke langit keempat. Di sana ia melihat Nabi Idris lalu memberi salam kepadanya. Dia menyambutnya dan mengakui kenabiannya. Kemudian ia dinaikkan lagi ke langit kelima. Di sana ia melihat Nabi Harun bin Imran lalu memberi salam kepadanya. Dia menyambutnya dan mengakui kenabiannya. Kemudian ia dinaikkan lagi ke langit keenam. Di sana ia bertemu dengan Nabi Musa bin Imran lalu memberi salam kepadanya. Dia menyambutnya dan mengakui kenabiannya.[6]
Tatkala ia hendak berlalu, Nabi Musa menangis. Ketika ditanyakan kepadanya, "Apa yang membuatmu menangis?" Dia menjawab, "Aku menangis karena rupanya ada seorang yang diutus setelahku tetapi umatnya yang masuk surga lebih banyak dari umatku. Kemudian ia dinaikkan lagi ke langit ketujuh". Di sana ia bertemu dengan Nabi Ibrahim lalu ia memberi salam kepadanya. Dia menyambutnya dan mengakui kenabiannya. Kemudian ia naik ke Sidratul Muntaha, lalu dibawa naik ke Al-Bait Al-Ma'mur. Kemudian ia dinaikkan lagi menuju Allah Yang Maha Perkasa. Ia mendekat kepada-Nya hingga jaraknya tinggal sepanjang dua ujung busur atau lebih dekat lagi. Dia mewahyukan kepada hamba-Nya ini dengan wahyu, mewajibkan kepadanya lima puluh waktu shalat. Ia lalu kembali hingga melewati Nabi Musa.[7]
Dia lalu bertanya kepadanya, "Apa yang diperintahkan kepadamu?" Ia menjawab, "Lima puluh waktu shalat." Dia berkata, "Umatmu pasti tidak sanggup melakukan itu, kembalilah ke Rabb-mu dan mintalah keringanan untuk umatmu!" Ia menoleh ke arah Jibril seakan ingin memintakan pendapatnya dalam masalah itu. Dia mengisyaratkan persetujuannya jika ia memang menginginkan hal itu. Lalu Jibril membawa ia naik lagi hingga membawanya ke hadapan Allah, sedangkan Dia berada di tempatnya. Ini adalah redaksi milik Al-Bukhari pada sebagian jalur periwayatannya. Lalu Allah meringankannya menjadi sepuluh waktu shalat. Kemudian ia turun hingga kembali melewati Nabi Musa lagi lantas memberitahukan tentang tersebut kepadanya. Dia berkata kepadanya, 'Kembalilah lagi kepada Rabb-mu.' mengikuti saran Musa dan minta keringanan kepada Allah Azza Wa Jalla hingga akhirnya Dia menurunkannya menjadi lima waktu shalat. Musa kemudian memerintahkan ia agar kembali kepada Rabb dan memintakan keringanan lagi. Lalu ia Inenjawab, "Aku malu kepada Rabb-ku. Aku rela dengan hal ini dan berserah diri." Setelah ia menjauh, datanglah suara memanggil, "Engkau telah menyetujui fardlu-Ku dan Aku telah memberikan keringanan untuk para hamba-Ku."[7]
Kemudian Ibnul Qayyim menyinggung perbedaan persepsi seputar rukyah (melihat) ia terhadap Rabb-nya Tabaraka wa Ta'ala. Dia juga menyebutkan ucapan Ibnu Taimiyyah mengenai hal ini, yang inti dari pendapat-pendapat yang disebutkan olehnya menyatakan bahwa melihat dengan mata telanjang sama sekali tidak valid. Pendapat semacam ini tidak pernah diucapkan oleh seorang sahabat pun. Sedangkan nukilan yang berasal dari Ibnu Abbas tentang rukyah ia secara mutlak dan rukyah ia dengan hati, pendapat pertama ini tidak menafikan pendapat kedua. Ibnul Qayyim kemudian mengomentari, "Sedangkan firman-Nya Ta'ala di dalam surat An-Najm (artinya), "Kemudian dia mendekat lalu bertambah mendekat lagi." Ungkapan 'mendekat' di sini bukan yang dimaksud di dalam kisah Isra'. Ungkapan "mendekat" yang terdapat di dalam surat An-Najm tersebut adalah mendekat dan bertambah mendekatnya Jibril sebagaimana yang dikatakan oleh Aisyah binti Abu Bakar dan Ibnu Mas'ud. Arah pembicaraan di dalam ayat tersebut pun mendukungnya. Adapun 'mendekat dan bertambah mendekat' yang ada pada cerita Isra' adalah jelas sekali menyatakan mendekat dan bertambah mendekatnya Rabb Tabaraka wa Ta'ala. Di dalam surah An-Najm tidak ditemukan sesuatu yang menyinggung tentang hal itu bahkan di sana terdapat penegasan bahwa Muhammad melihat Jibril dalam rupa aslinya yang lain di Sidratul Muntaha. Ini adalah Jibril yang dilihat oleh Muhammad sebanyak dua kali dalam rupa aslinya, pertama di bumi dan kedua di Sidratul Muntaha.[7]
Hadis tentang Isra' Mi'raj
Riwayat tentang perjalanan malam Muhammad dan diangkatnya dia ke langit untuk bertemu langsung dengan Allah dan menerima perintah kewajiban salat di lima waktu terdapat dalam Kitab Hadis Sahih milik Imam Muslim:[8]
Yaitu seekor binatang yang tubuhnya seperti kuda dan berwarna putih, ia mempunyai sayap dan mempunyai ekor burung merak. Di setiap langit Nabi Muhammad bertemu Nabi. Di langit pertama Nabi Muhammad bertemu Nabi Adam, Di langit keDua Rasulullah bertemu dangan Nabi Isa dan Nabi Yahya, Di langit keTiga Rasulullah bertemu dengan Nabi Yusuf, Dilangit keEmpat Rasulullah bertemu dengan Nabi Idris,Di langit ke lima Rasulullah bertemu dengan Nabi Harun, Di langit ke enam Rasulullah bertemu dengan Nabi Musa, Di langit ke tujuh Rasulullah bertemu dengan Nabi Ibrahim, dia sedang berada dalam keadaan menyandar di Baitul Makmur. Keluasannya setiap hari bisa memasukkan tujuh puluh ribu malaikat. Setelah keluar, mereka tidak kembali lagi kepadanya (Baitul Makmur). Kemudian aku dibawa ke Sidratul Muntaha. Daun-daunnya besar seperti telinga gajah dan ternyata buahnya sebesar tempayan." Dia bersabda: "Ketika dia menaikinya dengan perintah Allah, maka sidratul muntaha berubah. Tidak seorang pun dari makhluk Allah yang mampu menggambarkan keindahannya karena indahnya. Lalu, Allah memberikan wahyu kepada dia dengan mewajibkan salat lima puluh waktu sehari semalam. Lalu aku turun dan bertemu Nabi Musa alaihi salam, dia bertanya, 'Apakah yang telah difardukan oleh Tuhanmu kepada umatmu? ' Dia bersabda: "Salat lima puluh waktu'. Nabi Musa berkata, 'Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan karena umatmu tidak akan mampu melaksanakannya. Aku pernah mencoba Bani Israil dan menguji mereka'. Dia bersabda: "Aku kembali kepada Tuhan seraya berkata, 'Wahai Tuhanku, berilah keringanan kepada umatku'. Lalu Allah subhanahu wata'ala. mengurangkan lima waktu salat dari dia'. Lalu aku kembali kepada Nabi Musa dan berkata, 'Allah telah mengurangkan lima waktu salat dariku'. Nabi Musa berkata, 'Umatmu tidak akan mampu melaksanakannya. Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan lagi'. Dia bersabda: "Aku masih saja bolak-balik antara Tuhanku dan Nabi Musa, sehingga Allah berfirman: 'Wahai Muhammad! Sesungguhnya aku fardukan lima waktu sehari semalam. Setiap salat fardu dilipat gandakan dengan sepuluh kali lipat. Maka itulah lima puluh salat fardu. Begitu juga barangsiapa yang berniat, untuk melakukan kebaikan tetapi tidak melakukanya, niscaya akan dicatat baginya satu kebaikan. Jika dia melaksanakannya, maka dicatat sepuluh kebaikan baginya. Sebaliknya, barang siapa yang berniat ingin melakukan kejahatan, tetapi tidak melakukannya, niscaya tidak dicatat baginya sesuatu pun. Lalu, jika dia mengerjakannya, maka dicatat sebagai satu kejahatan baginya'. Aku turun hingga sampai kepada Nabi Musa, lalu aku memberitahu kepadanya. Dia masih saja berkata, 'Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan'. Aku menjawab, 'Aku terlalu banyak berulang-ulang kembali kepada Tuhanku, sehingga menyebabkanku malu kepada-Nya'."
— Shahih Muslim, Kitab Iman, Bab Isra' Rasulullah ke langit, hadits nomor 162a.
Perbedaan Isra' dan Mi'raj
Sering kali masyarakat menggabungkan Isra Mikraj menjadi satu peristiwa yang sama. Padahal sebenarnya Isra dan Mikraj merupakan dua peristiwa yang berbeda. Dalam Isra, Muhammad "diberangkatkan" oleh Allah dari Masjidil haram hingga Masjidilaqsa. Lalu dalam Mikraj Nabi Muhammad dinaikkan ke langit sampai ke Sidratulmuntaha yang merupakan tempat tertinggi. Di sini, Muhammad mendapat perintah langsung dari Allah. untuk menunaikan salat lima waktu.[butuh rujukan]
Pengaruh
Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga, karena ketika inilah salat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratulmuntaha seperti ini. Walaupun begitu, peristiwa ini juga dikatakan memuat berbagai macam hal yang membuat Muhammad sebagai rasul islam tidak merasa sedih lagi karena ditinggal istri dan pamannya.[butuh rujukan]
Zaman modern
Lailat al-Mi'raj (bahasa Arab: لیلة المعراج, Lailätu 'l-Mi‘rāğ), juga dikenal sebagai Shab-e-Mi'raj (bahasa Persia: شب معراج, Šab-e Mi'râj) di Iran, Pakistan, India dan Bangladesh, dan Miraç Kandili dalam bahasa Turki, adalah sebuah perayaan yang dilangsungkan saat Isra dan Mikraj. Beberapa Muslim merayakannya dengan melakukan salat tahajud di malam hari, dan di beberapa negara mayoritas Muslim, dengan menghias kota dengan lampu dan lilin. Umat Islam berkumpul di masjid dan salat berjemaah serta mendengarkan khotbah mengenai Isra dan Mikraj.[9][10]
Masjid Al-Aqsa dipercaya sebagai tempat di mana Muhammad naik ke surga. Tanggal pasti mengenai kejadian ini tidak jelas, tetapi tetap dirayakan karena terjadi sebelum hijrah dan setelah kunjungan nabi ke Taif. Beberapa orang menganggapnya telah terjadi hanya setahun sebelum hijrah, pada 27 Rajab; tetapi tanggal ini tidak selalu diterima. Tanggal ini akan sama dengan 26 Februari 621 di kalender Julian dan 8 Maret 620 jika terjadi setahun sebelumnya. Dalam tradisi Syiah di Iran, 27 Rajab merupakan hari pemanggilan pertama Muhammad, disebut Mab'as. Masjid Al-Aqsa dan sekitarnya dianggap sebagai tempat tersuci ketiga di dunia bagi umat Muslim.[11][12]
^Richard C. Martin, Said Amir Arjomand, Marcia Hermansen, Abdulkader Tayob, Rochelle Davis, John Obert Voll, ed. (December 2, 2003). Encyclopedia of Islam and the Muslim World. Macmillan Reference USA. hlm. 482. ISBN978-0-02-865603-8.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: editors list (link)
^ abcdefAl-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyyurrahman (2021). Sirah Rasulullah: Sejarah Hidup Nabi SAW. Jakarta Timur: Ummul Qura. ISBN978-602-6579-57-7.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)