Pada tahun 751, Aistulf, Raja orang Lombardi, menaklukkan sisa-sisa eksarkatus Ravenna, tapak terakhir Kekaisaran Romawi di Italia Utara. Pada tahun 752, Aistulf menuntut Roma bertekuk lutut dan membayar upeti sebesar satu keping solidus per kapita. Paus Stefanus II dan Silentiarius Yohanes, seorang caraka Kekaisaran Romawi, berusaha membujuk Aistulf lewat perundingan maupun dengan suap supaya menarik kembali tuntutannya. Sesudah usaha tersebut menemui jalan buntu, Sri Paus memimpin kirab meriah menyusuri jalan-jalan kota Roma, dan memakukan perjanjian yang sudah dilanggar Aistulf ke sebuah krusifiks. Ia lantas mengutus para caraka menghadap Pipin Pendek, Raja orang Peranggi, untuk menyerahkan sepucuk surat permintaan dukungan dan seorang pengawal Peranggi supaya Sri Paus dapat menemui Pipin. Pada waktu itu, orang Peranggi dan orang Lombardi tidak saling bermusuhan.[1][2]
Pada tahun 753, Silentiarius Yohanes kembali ke Roma dari Konstantinopel membawa surat perintah kaisar (iussio) kepada Sri Paus untuk menemani Yohanes menghadap Aistulf di Pavia, ibu kota kerajaan orang Lombardia. Oleh karena itu Sri Paus mengurus dan mendapatkan pas jalan dari orang Lombardi. Karena kebetulan para caraka Peranggi sudah tiba, Sri Paus dan Yohanes berangkat ke Pavia bersama mereka pada tanggal 14 Oktober 753. Para pembesar Romawi hanya ikut mengantar sampai ke perbatasan Kadipaten Roma. Di Pavia, Aistulf menolak mengabulkan permohonan Sri Paus dan Yohanes untuk mengembalikan eksarkatus Ravenna kepada Kekaisaran Romawi, tetapi tidak menghalang-halangi keberangkatan Sri Paus bersama para caraka Peranggi ke istana Pipin. Mereka berangkat dari Pavia pada tanggal 15 November 753. Silentiarius Yohanes tidak ikut serta. Inilah perjalanan pertama seorang paus melintasi pegunungan Alpen.[1][2] Keputusan untuk bertindak sendiri tanpa melibatkan campur tangan caraka Kekaisaran Romawi merupakan sebuah momentum besar. Kemungkinan besar Sri Paus menganggap dirinya bertindak mewakili provinsi Italia yang ditundukkan dan dirundung Aistulf.[1]
Janji mula-mula
Paus Stefanus berjumpa dengan Pipin Pendek di bumi narawita Ponthion pada tanggal 6 Januari 754. Pipin menuntun kuda Sri Paus, sementara Sri Paus yang berkain kabung dan berlumur abu menjura seraya memohon kepada Pipin "supaya seturut perjanjian-perjanjian damai [antara Roma dengan orang Lombardi] ia berkenan mendukung gugatan Santo Petrus dan republik rakyat Romawi". Pipin menanggapi permohonan Sri Paus dengan berjanji akan "mengembalikan eksarkatus Ravenna dan hak-hak maupun wilayah republik seperti sediakala". Hakikat janji ini tidak diketahui secara pasti, tetapi agaknya Pipin tidak memikirkan kepentingan Kekaisaran Romawi. Pernah diduga bahwa kedua belah pihak saling bertukar sumpah pada kesempatan tersebut, tetapi sepertinya bukan demikian yang terjadi.[1]
Selama dua tahun berikutnya, Pipin mengutus tiga orang caraka untuk menuntut Aistulf menghormati perjanjian-perjanjiannya dengan orang Romawi. Pada bulan April 754, Pipin menggelar rapat umum di Quierzy-sur-Oise. Beberapa bangsawan meninggalkan rapat karena tidak setuju dengan kebijakan Pipin, tetapi Pipin menyatakan kembali janjinya kepada Sri Paus di muka umum dan membilang daerah-daerah yang akan dikembalikannya. Janji tersebut selanjutnya dituangkan ke dalam sebuah pernyataan tertulis. Pada tanggal 28 Juli, bertempat di Basilika Saint-Denis, Sri Paus mengurapi Pipin beserta kedua putranya, Karel dan Karloman, menjadi raja-raja Peranggi dan patrisius-patrisius Romawi. Sri Paus juga memberkati Prameswari Bertrada beserta seluruh bangsawan yang hadir. Hak Sri Paus untuk menganugerahkan gelar patrisius diragukan keabsahannya.[1]
Langkah-langkah militer
Pada musim semi tahun 755, Pipin menyeru angkatan perang Peranggi untuk merapatkan barisan di Braisne-sur-Vesle. Ia lebih dulu mengutus caraka-caraka untuk menawarkan ganti rugi kepada Aistulf jika bersedia mengembalikan daerah-daerah yang dirampasnya dengan melanggar perjanjian-perjanjian yang sudah disepakatinya dengan orang Romawi. Angkatan perang Peranggi menyeberangi Mont Cénis dan mengalahkan pasukan Lombardi di dekat Susa. Karena sudah kalah, Aistulf mengakui kedaulatan Peranggi dan bersumpah untuk mengembalikan Ravenna dan kota-kota lain yang didudukinya kepada Sri Paus. Perjanjian damai ditandatangai oleh "orang Romawi, orang Peranggi, dan orang Lombardi" tanpa menyebut-nyebut Kekaisaran Romawi. [3]
Begitu angkatan perang Peranggi meninggalkan Italia, Aistulf langsung melanggar perjanjian itu. Pada tanggal 1 Januari 756, ia maju mengepung Roma. Sri Paus pun mengadu kepada Peranggi. Selepas tiga bulan, Aistulf menghentikan pengepungan. Pada bulan April, sepasukan angkatan perang Peranggi kembali menginvasi Italia dan mengalahkan orang Lombardi. Aistulf dipaksa membebaskan para sandera dan membayar upeti tahunan kepada Peranggi. Ia juga diharuskan membuat janji tertulis untuk mengembalikan daerah-daerah yang didudukinya kepada Sri Paus. [3]
Kesepakatan akhir
Perjanjian tersebut secara resmi menyerahkan kepada Sri Paus daerah-daerah yang dibawahi eksarkatus Ravenna, bahkan kota-kota seperti Forlì beserta daratan gigirnya, daerah-daerah taklukan Lombardi di Romagna, Kadipaten Spoleto dan Benevento, serta Pentapolis ("Pancakota" Rimini, Pesaro, Fano, Senigallia, dan Ancona). Narni dan Ceccano adalah daerah-daerah yang dulu dikuasai Sri Paus.[4] Daerah-daerah yang disebutkan di dalam perjanjian tahun 756 adalah daerah-daerah yang dulu menjadi milik Kekaisaran Romawi. Para caraka Kekaisaran Romawi menjumpai Pipin di Pavia dan menawarkan banyak uang supaya daerah-daerah itu dikembalikan kepada Kekaisaran Romawi. Pipin menampik tawaran mereka sembari menegaskan bahwa daerah-daerah itu adalah milik Santo Petrus dan Gereja Roma. Batas-batas daerah yang dihibahkan kepada Sri Paus hanya dapat dikira-kira saja, lantaran isi perjanjiannya tidak sintas. Kemungkinan besar batas-batasnya sama dengan batas-batas yang tercantum di dalam perjanjian yang dulu dibuat Kekaisaran Romawi dengan orang Lombardi. Abas Fulradus ditugasi mengumpulkan anak kunci gapura kota-kota yang akan diserahterimakan dan menyimpannya bersama-sama dengan surat perjanjian di atas cungkup makam Santo Petrus.[3]
Hibah Pipin membuat Sri Paus menjadi penguasa temporal untuk pertama kalinya. Bentang wilayah yang dihibahkan menyilangi daratan Italia dari Laut Tirenia ke Laut Adriatik. Di luar dari wilayah luas yang bergunung-gunung itu, Sri Paus tidak dapat menjalankan kedaulatannya secara efektif, mengingat berbagai tekanan yang ada pada masa itu.
Karel Agung
Pada tahun 774, Karel Agung, putra Pipin, berkunjung ke Roma dan sekali lagi mengukuhkan sekaligus mempermaklumkan kembali penghibahan yang dilakukan mendiang ayahnya. Beberapa babad yang ditulis kemudian hari memuat klaim keliru bahwa Karel Agung menambah lagi luas wilayah yang dihibahkan Pipin dengan menghadiahkan daerah Toskana, Emilia, Venesia, dan Korsika.
Baca juga
Hibah Konstantinus, maklumat palsu Kaisar Romawi untuk menciptakan kesan seolah-olah Kaisar Konstantinus Agung sudah menghibahkan kewenangan atas Roma dan wilayah barat Kekaisaran Romawi kepada Sri Paus.