Pada awalnya, umat yang berada di sekitar Klender dan Pondok Bambu melaksanakan kegiatan peribadatan di Kapel Santa Maria Dipamarga (Samadi), yang terletak di dalam kompleks Rumah Retret Samadi. Awalnya, hanya penghuni kompleks tersebut yang menggunakan kapel untuk melaksanakan peribadatan.[1] Namun, pada perayaan Malam Natal tahun 1967, umat sekitar mulai mengikuti peribadatan di Kapel Samadi. Saat itu, wilayah ini masih merupakan bagian dari Paroki Matraman. Pada tahun 1972, Paroki Klender berdiri sebagai hasil pemekaran dari Paroki Matraman.[2]
Pada tahun 1973, Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) membeli sebidang tanah di kawasan Bulak Jintung, sekitar 3 km dari Rumah Retret Samadi. Pesatnya perkembangan umat yang menetap di daerah sekitar Kawasan Industri Pulo Gadung dan di daerah Duren Sawit, membuat Kapel Samadi tidak dapat lagi mengakomodir jumlah umat yang hadir.[1] Pada sekitar tahun 1978, Pastor Antonius Maria van den Braak, S.J. yang saat itu menjadi Pastor Kepala Paroki Samadi, melakukan pembagian sejumlah wilayah teritorial Paroki Klender kepada paroki lainnya, seperti kepada Paroki Pulomas dan Paroki Rawamangun, untuk daerah di sekitar Pulo Gadung hingga ke daerah Jatinegara Kaum dan sekitar Jalan Raya Bekasi Timur.[3]
Di atas lahan yang telah dibeli oleh KAJ pada tahun 1973, mulai direncanakan untuk dibangun suatu gedung gereja. Gereja tersebut hendak dinamai Santa Anna. Letak gedung gereja terletak di dalam kompleks Angkatan Laut. Peletakan batu pertama berlangsung pada Oktober 1983, dengan rencana pekerjaan selama 300 hari. Uskup Agung Jakarta, Leo Soekoto, S.J. meresmikan Gereja Santa Anna pada 2 September 1984. Gedung gereja juga diresmikan oleh R.A. Cypriana Hadiwijono, istri dari Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik IndonesiaCosmas Batubara. Area paroki mencakup perbatasan rel kereta api di daerah Cipinang dan mencakup wilayah Bintara, Pondok Kopi, Pondok Kelapa, dan Billy Moon. Dalam rangka pesta emas tahbisan imamat Pastor Everardus Johannes Maria Wiegers, S.J. yang saat itu menjadi pastor rekan di Gereja Santa Anna, dibuat suatu Goa Maria di kompleks Gereja Santa Anna. Pastor Wiegers meresmikan Goa Maria itu pada 15 Agustus 1986.[1][3]
Pada 7 Agustus 1994, sebuah gedung serbaguna dengan nama Gedung Yos Sudarso diresmikan oleh Uskup Agung Soekoto. Gedung ini dinamai berdasarkan Komodor Yosafat Sudarso. Yos Sudarso gugur dalam Pertempuran Laut Aru yang terjadi di Laut Arafura.[1] Adapun Laut Arafura digunakan sebagai nama jalan di mana Gereja Santa Anna berada. Gereja Santa Anna memiliki sebuah lonceng dengan berat 70 kg. Saat itu Gereja Santa Anna dipimpin oleh Romo Alphonsus Martodihardjo, S.J. Lonceng tersebut digantung pada tiang yang bersifat temporer dan hanya dipasang pada upacara-upacara tertentu. Pada September 1997, Romo Damianus Ediwinarto, S.J. mengharapkan agar gereja dapat memiliki menara lonceng permanen, tetapi pembangunan menara lonceng sempat tidak aktif dalam tempo sekitar empat tahun. Pada 10 Juli 2001, Romo Vincentius Suryatma Suryawiyata, S.J. memprakarsai pengaktifan panitia menara lonceng.[3] Menara lonceng ini diberkati oleh Uskup Agung Jakarta, Julius Kardinal Darmaatmadja, S.J. pada 13 Juli 2003.[1]
Pada 17 Oktober 2004, Gereja Santa Anna memiliki sebuah patung Kristus Raja yang terletak di sekitar pelataran gereja. Patung ini diberkati oleh Kardinal Darmaatmadja, sebagai tanda umat Gereja Santa Anna yang mendedikasikan diri kepada Hati Yesus yang Maha Kudus. Patung ini juga dipasang dalam rangka 20 tahun berdirinya Gereja Santa Anna, sejak peresmiannya pada 2 September 1984. Gereja ini sempat mengalami renovasi pada tahun 2008 guna menambah balkon dan teras samping gereja.[1]
Pada hari Minggu, 22 Juli 2001, pukul 07.05 WIB, kelompok teroris Islam ekstremis yang didalangi oleh Noordin Mohammad Top melakukan pengeboman di Gereja Santa Anna, Duren Sawit. Bom diledakkan pada saat Pastor Vincentius Suryatma Suryawiyata, S.J. sedang menyampaikan homili dalam misa. Dari peristiwa peledakan tersebut, 5 orang umat dinyatakan meninggal dunia.[4] Kaca patri berupa mozaik Kisah Penciptaan hancur dan berhamburan. Hal serupa juga terjadi pada langit-langit gereja dan kerangkanya yang runtuh menimpa sejumlah umat. Beberapa bangku umat juga terlempar dan patah. Titik sumber ledakan bom menghasilkan lubang selebar 50 cm dengan kedalaman 40 cm. Di atas lubang itu kemudian diletakkan sebuah Patung Pietà.[3] Pada 13 Juli 2003, bersamaan dengan pemberkatan menara lonceng, Kardinal Darmaatmadja menandatangani prasasti keprihatinan atas peristiwa ini.[1]
Di sebelah Gereja Santa Anna terdapat persekolahan Strada, yang terdiri dari TK Strada Santa Anna, SD Strada Van Lith II, dan SMP Strada Santa Anna. Di wilayah pastoral Paroki Duren Sawit juga terdapat berbagai lembaga pendidikan Katolik.[5]
Pastoral
Di wilayah Paroki Duren Sawit terdapat Pusat Pastoral Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) Samadi, yang menjadi cikal bakal berdirinya Gereja Santa Anna. Terdapat juga sejumlah komunitas biara yang tinggal di wilayah paroki ini, termasuk MC, ADM, CB, CICM, OSF, OCD.
Peribadatan
Gereja Santa Anna menyelenggarakan misa harian pada pagi hari. Perayaan Ekaristi mingguan juga diselenggarakan pada Sabtu sore dan pada hari Minggu. Misa Jumat Pertama juga dilaksanakan pada setiap awal bulan pada sore hari.
Stasi dan kapel
Di dalam paroki ini terdapat Stasi Santo Yoakhim yang terletak di Perumnas Klender. Sejak Juli 2024, kapel ini mengalami renovasi sehingga kegiatan peribadatan tidak diselenggarakan di lokasi tersebut untuk sementara waktu. Terdapat satu buah stasi lainnya, yakni Stasi Maria Bintang Samudera (MBS). Stasi MBS terletak di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi dan Sekretari Tarakanita (STARKI) di kawasan Pondok Kelapa.
Referensi
^ abcdefg"Potret Gereja". Gereja St. Anna Paroki Duren Sawit. Diakses tanggal 9 November 2024.
^"Paroki Sta. Anna (Duren Sawit)". 14 Agustus 2009. Diakses tanggal 9 November 2024.Parameter |publiser= yang tidak diketahui mengabaikan (|penerbit= yang disarankan) (bantuan)