Waduk Kedungombo (Hanacaraka: ꦮꦝꦸꦏ꧀ꦏꦼꦝꦸꦁꦲꦩ꧀ꦧ, bahasa Jawa: Wadhuk Kedhungamba) adalah salah satu waduk besar yang ada di Indonesia. Waduk Kedungombo terletak di perbatasan antara tiga kabupaten di Jawa Tengah, yaitu Grobogan, Sragen dan Boyolali, tepatnya di Geyer, Grobogan. Bendungan utama Waduk Kedungombo berada di perbatasan antara Desa Rambat dan Desa Juworo di Geyer, Grobogan. Waduk ini berfungsi untuk menampung air dari Sungai Serang dan Sungai Uter, serta air dari Sungai Sentulan, Sungai Jenglong, dan Sungai Karangboyo.[3]
Pembangunan
Pemerintah Indonesia sebenarnya telah menyetujui pembangunan waduk ini pada tahun 1981, dan rencananya waduk ini akan mulai dibangun pada tahun 1982, tetapi karena pemerintah kemudian mengalami kesulitan dalam mengumpulkan pendanaan, waduk ini baru dapat mulai dibangun pada tahun 1984.[3] Pembangunan waduk ini akhirnya dibiayai dengan pinjaman dari Bank Dunia sebesar US$ 156 juta dengan bunga sebesar 9,25% per tahun, serta dengan alokasi APBN sebesar US$ 105,8 juta dan kredit ekspor dari Bank Exim - ODA sebesar US$ 21,3 juta. Untuk pembangunan waduk ini, sebanyak 5.391 keluarga pun harus dipindah.[3] Karena kecilnya ganti rugi yang diberikan, kemudian terjadi peristiwa penolakan pemindahan yang dikenal sebagai Kasus Kedung Ombo[4]
Pada bulan Januari 1984, mulai dilakukan pembangunan terowongan pengelak untuk mengalihkan aliran Sungai Serang selama proses pembangunan waduk ini. Setelah sempat terjadi longsor di hulu terowongan pengelak akibat kurangnya pekerjaan pengamanan lereng, terowongan pengelak akhirnya berhasil diselesaikan pada tanggal 17 Oktober 1984, dengan diresmikan oleh Menteri Pekerjaan Umum saat itu, Suyono Sosrodarsono. Waduk ini akhirnya mulai diisi pada tanggal 14 Januari 1989 oleh Menteri Pekerjaan Umum saat itu, Ir. Radinal Mochtar, dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 18 Mei 1991. Pada pertengahan dekade 1990-an, terjadi retakan memanjang di puncak bendungan dari waduk ini. Retakan tersebut kemudian diisi dengan tanah lempung dan ditimpa dengan aspal. Pada tanggal 24 Oktober 1995, juga terbentuk lubang sedalam 1,1 meter di badan bendungan dari waduk ini. Lubang tersebut kemudian juga diisi dengan tanah lempung dan ditimpa dengan aspal.[3]
Pemanfaatan
Waduk ini dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian seluas 60.000 hektar di Grobogan, Demak, Kudus, Pati, dan Jepara. Pembagian air dari waduk ini dilakukan di sejumlah bendung yang terletak di hilir, seperti Bendung Sidorejo, Bendung Sedadi, Bendung Dumpil, Bendung Wilalung, Bendung Klambu, dan Bendung Kumpulan. Waduk ini juga dimanfaatkan untuk mengendalikan banjir seluas 30.000 hektar yang kerap terjadi di hilir. Selain itu, waduk ini juga dimanfaatkan untuk memasok air bersih sebanyak 2.500 liter per detik ke Semarang, 150 liter per detik ke Purwodadi, dan 700 liter per detik ke Rembang. Waduk ini juga dijadikan obyek wisata dan sarana perikanan darat oleh masyarakat sekitar.[3]
Referensi
Bendungan, waduk/dam dan embung di Indonesia |
---|
1 | |
---|
2 | |
---|
3 | |
---|
4 | |
---|
5 | |
---|
6 | |
---|
7 | |
---|
|
- ^ Tim Brantas Abipraya (2020). Menembus Batas Menjemput Impian (PDF) (dalam bahasa Indonesia). Jakarta: Penerbit PPM. hlm. 32. ISBN 979-442-423-4.
- ^ Badan Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan Umum (1995). Bendungan Besar Di Indonesia (PDF). Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. hlm. 88.
- ^ a b c d e f Sinaro, Radhi (2007). Menyimak Bendungan di Indonesia (1910-2006) (dalam bahasa Indonesia). Tangerang Selatan: Bentara Adhi Cipta. ISBN 978-979-3945-23-1.
- ^ "Kedungombo, Jawa Tengah"". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-08-21. Diakses tanggal 2018-08-21.