Bendungan Wlingi adalah sebuah bendungan yang dibangun di Wlingi, Blitar, Jawa Timur terutama untuk membendung lahar Gunung Kelud yang terbawa oleh tiga anak Sungai Brantas, yakni Sungai Lekso, Sungai Jari, dan Sungai Putih. Bendungan ini mulai dibangun pada tahun 1972 dan selesai dibangun pada tahun 1979 dengan biaya sebesar ¥ 18,650 milyar. Bendungan ini kini dikelola oleh Jasa Tirta I.
Akibat terjadinya sedimentasi, pada tahun 2013, total kapasitas dari waduk yang terbentuk akibat dibangunnya bendungan ini diperkirakan tinggal 4,8 juta meter kubik, dengan kapasitas aktif sebesar 2 juta meter kubik dan kapasitas nonaktif sebesar 2,8 juta meter kubik.[3]
Kegunaan
Bendungan ini awalnya dirancang sebagai bagian dari upaya untuk "central load relieving" (mengurangi beban di tengah), yakni membuang pasir yang mengendap di Sungai Brantas ke Samudra Hindia. Namun pada perkembangannya, pembangunan saluran pembuang endapan ke Samudera Hindia akhirnya ditunda, dan digantikan dengan pembangunan Terowongan Neyama 2 di Tulungagung untuk difungsikan sebagai pengendali banjir.[4] Pengerukan pun dilakukan secara rutin untuk membuang endapan yang terbendung oleh bendungan ini.
Air yang terbendung oleh bendungan ini dimanfaatkan untuk membangkitkan listrik melalui sebuah PLTA berkapasitas 54 MW. Selain itu, air yang terbendung juga dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian baru seluas sekitar 7.400 hektar.[4]
Sejarah
Penggalian pondasi bendungan ini dimulai pada bulan Oktober 1975, dan setahun kemudian, dilanjutkan dengan pembangunan badan bendungan. Pada tanggal 5 Oktober 1977, bendungan ini pun mulai dioperasikan.[5]
Untuk memanfaatkan air yang terbendung oleh bendungan ini, pada bulan November 1975, mulai dibangun PLTA Wlingi yang akhirnya dapat diselesaikan pada bulan Agustus 1978. Selain itu, pada bulan Januari 1976, juga mulai dibangun Saluran Irigasi Lodagung yang akhirnya dapat diselesaikan pada bulan September 1978.[5]
Saat bendungan ini sedang dibangun, sempat terjadi kebocoran yang cukup besar di sisi kiri bendungan yang menjadi makin besar setelah bendungan mulai dioperasikan pada tahun 1977. Untuk mengatasi kebocoran tersebut, kemudian dilakukan grouting dan pelapisan tanah liat di sisi kiri bendungan.[5]
Bendungan ini akhirnya diresmikan pada tanggal 12 November 1977, bersamaan dengan peresmian Bendungan Lahor dan perbaikan Kali Porong. Sementara Saluran Irigasi Lodagung menyusul diresmikan pada tanggal 12 Oktober 1978.[5]
Pada bulan November 1990, lahar dingin Gunung Kelud membuat air yang terbendung oleh bendungan ini hampir mencapai puncak bendungan, karena lahar dingin juga menghanyutkan kayu-kayu besar. Pengaliran air ke PLTA Wlingi dan Saluran Irigasi Lodagung pun dihentikan sementara. Untuk mengatasi hal tersebut, kemudian dilakukan pengangkatan endapan dengan menggunakan alat berat dan penggelontoran. Hingga tahun 1993, volume endapan yang berhasil diangkat mencapai 2 juta meter kubik.[5]
Referensi
Bendungan, waduk/dam dan embung di Indonesia |
---|
1 | |
---|
2 | |
---|
3 | |
---|
4 | |
---|
5 | |
---|
6 | |
---|
7 | |
---|
|