Pemilihan Umum Wali Kota Depok 2020 (Nama lain: Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Depok 2020, Akronim: Pilkada Depok 2020) adalah pesta demokrasi setiap lima tahun sekali secara langsung untuk memilih Wali Kota dan Wakil Wali KotaDepok masa bakti 2021 sampai 2025. Pemilihan umum ini merupakan rivalitas antara wali kota dan wakil wali kota petahana yang masing-masing mengajukan pencalonan sehingga pemilihan Wali Kota Depok diikuti oleh dua pasangan calon.[1] Berbeda pada pemilihan sebelumnya, pemilihan kali ini menghadirkan tokoh perempuan pertama yang mengikuti kontestasi pemilihan kepala daerah di Depok. Pemilihan umum ini ialah satu-satunya pemilihan di Jawa Barat yang memilih wali kota pada 2020, sedangkan daerah lainnya di Jawa Barat memilih bupati mereka, seperti Bandung, Cianjur, Indramayu, Karawang, Pangandaran, Sukabumi, dan Tasikmalaya.
Hasil perolehan suara dari pemilihan umum ini telah secara resmi diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Depok pada Selasa, 15 Desember 2020 sore hari.[2] Kedua pasangan calon tetap menerima hasil pemilihan umum yang telah diumumkan tanpa mengajukan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) kepada Mahkamah Konstitusi.[3]
Pada 21 Januari 2021, KPUD Kota Depok menetapkan Mohammad Idris-Imam Budi Hartono sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok terpilih.[4] Pengumuman penetapan Wali Kota dan Wakil Wali Kota terpilih sempat ditunda yang sebelumnya direncanakan pada Rabu, 20 Januari 2020.[5]
Latar belakang
Kota Depok menjadi salah satu kota di kawasan Jabodetabekpunjur yang didominasi oleh penduduk urban dari berbagai wilayah di Indonesia.[6] Dalam menjalankan pemerintahan, Depok dipimpin oleh seorang wali kota dengan didampingi oleh seorang wakilnya. Setiap pejabat yang menduduki jabatan memiliki masa jabatan lima tahun. Namun, pemerintah pusat yang telah menetapkan pemilihan kepala daerah secara bersamaan di Indonesia pada 2024, maka kepala daerah terpilih hasil pemilihan umum 2020 tidak menjabat dalam lima tahun, tetapi dikurangi setahun masa tugas jabatan.[7] Beberapa daerah di Indonesia dipimpin oleh penjabat kepala daerah untuk mengisi transisi kepemimpinan daerah menjelang tahun 2024, sedangkan Depok tetap dipimpin oleh wali kota definitif hasil pemilihan kepala daerah 2020.
Pemilihan umum yang sedianya digelar pada 23 September 2020 ditangguhkan kembali oleh pemerintah akibat adanya pandemi virus korona.[8] Awalnya, dimunculkan tiga pilihan terkait tanggal digelarnya pemilihan kepala daerah, salah satunya 9 Desember 2020 yang ditetapkan sebagai hari pemilihan kepala daerah serentak, termasuk halnya Depok.[9] Melalui keputusannya, Presiden ke-7 IndonesiaJoko Widodo mengesahkan cuti nasional pada saat pemungutan suara berlangsung.[10] Menyikapi keputusan tersebut, pemerintah kota juga mengeluarkan surat edaran terkhusus kepada aparatur sipil negara untuk mempertahankan netralitasnya semasa pemilihan umum.[11] Pemerintah kota dalam hal ini turut berkoordinasi dengan pihak penyelenggara pemilihan umum hingga aparat kepolisian dan ketentaraan untuk menyiapkan pelaksanaan pilkada di tengah pandemi.[12]
Dalam persiapannya, Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Depok memaparkan konsep terkait rancangan penyelenggaraan pemilihan berupa metode kampanye hingga saat pemungutan suara kepada gugus tugas.[13] Pemaparan deskriptif tersebut menjadi dasar dalam pengambilan keputusan dan perumusan kebijakan dalam hal pengendalian klaster virus korona sejak proses pemilihan kepala daerah berlangsung. Menjelang dimulainya masa kampanye Gubernur Jawa Barat kala itu, Ridwan Kamil memerhatikan Depok tengah mencapai puncaknya angka penderita virus korona yang seiring dengan itu pemimpin kota berkontestasi pada pemilihan kepala daerah.[14]
Wali Kota petahana Depok, Mohammad Idris yang terpilih sebagai wali kota pada 2015 dapat mengajukan pencalonan kembali pada jabatan yang sama dalam kontestasi ini. Dalam sejarah politiknya, ini merupakan pemilihan kepala daerah ketiga sejak pemilihan pertama sebagai wakil dari Nur Mahmudi Ismail. Dia bersama wakilnya di pemerintahan, Pradi Supriatna sama-sama mengajukan pencalonan, sehingga keduanya cuti dari jabatan. Mereka mengajukan cuti selama 71 hari sejak 26 September 2020 hingga 5 Desember 2020.[15] Oleh karenanya, Ridwan Kamil menunjuk seorang kepala dinas di pemerintah provinsi, Dedi Supandi sebagai penjabat sementara wali kota.
Pemilihan umum
Terdapat pembatasan kuota maksimal pemilih untuk memilih di tempat pemungutan suara dengan jumlah 500 jiwa per tempat pemungutan suara yang membuat Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Depok sebagai penyelenggara menambah jumlah tempat pemungutan suara agar kapasitas yang dibutuhkan terpenuhi.[16] Jumlah tempat pemungutan suara pada awalnya memiliki 3.417 titik. Setelah terjadi penambahan tempat pemungutan suara menjadi 4.015 titik. Adanya penetapan kuota pemilih ini membuat total tempat pemungutan suara di Depok bertambah 598 titik atau dengan persentase 17,5%.
Tidak hanya itu, kotak suara yang berjumlah 4.049 kotak dan surat suara sebanyak 2.262.051 lembar atau bertambah 2,5% sebagai cadangan dari jumlah daftar pemilih tetap, sedangkan jumlah surat suara yang rusak sebanyak 137 lembar dan sudah diganti oleh penyedia surat suara.[17][18][19] Sebanyak 16.060 bilik suara juga telah disiapkan di setiap tempat pemungutan suara.[20] Kotak suara dan bilik suara tersebut kemudian disimpan di Gudang Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Depok di Tugu, Cimanggis. Bahkan, Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Depok memberi instruksi kepada Kelompok Panitia Penyelenggara Pemungutan Suara untuk bersedia mendatangi pasien Covid-19 untuk dapat menggunakan hak pilihnya.[21] Para pemilih yang menjadi pasien Covid-19 berjumlah 2.280 orang dengan rincian 1.280 orang pasien yang dirawat di rumah sakit dan 1.152 orang yang melakukan isolasi mandiri atau orang tanpa gejala.[22]
Pada saat pemilihan berlangsung, terdapat tempat pemungutan suara yang disiapkan dengan tema rumah adat seperti di Cipayung, Cipayung, Depok.[23] Selain itu, terdapat pula tempat pemungutan suara bertemakan kesehatan di Mekar Jaya, Sukmajaya, Depok.
Sistem perhitungan suara
Sebelumnya, sistem yang digunakan dalam perhitungan suara adalah dengan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).[24] Petugas KPPS juga diberikan edukasi, internalisasi kemampuan sumber daya manusia, bimbingan teknologi, dan sosialisasi terus pihaknya lakukan baik luring maupun daring untuk persiapan pengoperasian penggunaan Sirekap. Namun, sistem tersebut batal digunakan KPUD Kota Depok karena banyak hal yang harus dipertimbangkan dan pihak Bawaslu tidak menyetujui apabila KPUD Kota Depok melakukan sistem Sirekap akibat keterbatasan jaringan internet.[25] Kemudian sistem dalam rekapitulasi perhitungan suara menggunakan sistem manual yang dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat kecamatan hingga pleno penetapan pada tingkat kota, secara manual.
Lirik jingel
Ayo ayo
Warga Kota Depok
Bersiap
Untuk berpesta
Pesta Demokrasi
Pemilihan Wali Kota Depok tercinta
Ingat tanggalnya jangan sampai lupa
Sembilan Desember dua ribu dua puluh
Yuk semuanya berikan suara
Wujud nyata membangun kota
Pagi pagi
Dandan yang rapi
Ke TPS
Kita memilih
Jangan tergoda informasi hoaks dan SARA
Masa depan kota, di tangan kita
Ingat tanggalnya jangan sampai lupa
Sembilan Desember dua ribu dua puluh
Yuk semuanya berikan suara
Wujud nyata membangun kota
Calon
Sebelum pencalonan, muncul kandidat-kandidat baru dalam jajak pendapat, seperti Iwan Fals dan Alya Rohali yang ikut meramaikan bursa pemilihan umum.[26]Rama Pratama yang mengumumkan dirinya maju dalam pemilihan kepala daerah mengusung progresivisme, berikut pula calon lainnya, seperti Bayu Adi hingga Yurgen, mantan kader PSI yang digadang-gadang maju sebagai kandidat independen.[27] Dari sekian nama yang ada, kandidat yang resmi mengikuti kontestasi pemilihan umum adalah pasangan calon yang sama-sama petahana di pemerintahan.[28] Meski kedua pasangan calon adalah petahana, akan tetapi Pradi cenderung memiliki gagasan yang mengarah pada progresivisme dan sekularisme. Sebaliknya, Idris sebagai calon petahana berpandangan pada program pembangunan keberlanjutan.
Pradi Supriatna merupakan seorang pejabat pemerintah yang menjadi rival bagi rekannya dalam pemilihan umum. Partainya, Gerindra digadang-gadang akan menaikkan posisinya untuk dicalonkan sebagai kandidat wali kota.[33][34] Pada Desember 2019, lima partai politik parlemen di DPRD Kota Depok menyepakati pembentukan koalisi, di antaranya Gerindra, PDI-P, PAN, Golkar, dan PPP.[35] Kelima partai ini turut menamakan Wakil Wali Kota Depok, Pradi Supriatna, sebagai kandidat. Koalisi inilah yang menjadi cikal bakal KDB sebagai koalisi pengusung pasangan calon ini. Selain KDB, terdapat satu gabungan partai dari nonparlemen yang dianggotai oleh Nasdem, Garuda, Berkarya, Perindo, Hanura, PBB, dan PKPI.[36]
Gerindra yang sebelumnya menominasikan beberapa nama untuk diusulkan sebagai calon wali kota akhirnya memberi mandat kepada kadernya, Pradi, untuk maju pada kontestasi ini.[37] Partai tersebut sejak awal telah menetapkan nama Pradi untuk dicalonkan pada pilkada, baik sebagai calon wali kota maupun calon wakil wali kota.[38] Pada awal 2020, Gerindra berkoalisi dengan partai oposisi di pemerintahan, PDI-P untuk mengusung kader dari masing-masing partai sebagai kandidat. Kursi bakal calon wali kota didapuk oleh kader Gerindra, sedangkan wakilnya menjadi kursi PDI-P.[39] Oleh karenanya, kedua partai sepakat mengusung Pradi sebagai bakal calon wali kota yang berpasangan dengan kader PDI-P, Afifah Alia.[40]
Meski dilatarbelakangi oleh partai pengusul berpandangan sekularisme, dalam hal ini PDI-P dan Nasdem, akan tetapi pihak Pradi membelanya dengan menampik isu tersebut, di mana bahwa Afifah merupakan tokoh Nahdlatul Ulama yang memimpin Baitul Muslimin Indonesia cabang Kota Depok, yakni sayap organisasi keislaman PDI-P.[41] Kerja sama politik antara PDI-P dengan Gerindra tersebut menunjukkan bahwa Gerindra mengakhiri hubungan dengan PKS yang sebelum ini terjalin. Isu internal Pradi bersama dengan wali kota petahana Idris di pemerintahan menjadi faktor Gerindra tidak bekerja sama dengan PKS.[42]
Pada 3 September 2020, koalisi pengusung bersama dengan lembaga swadaya masyarakat dari Pemuda Pancasila hingga Forum Betawi Rempug mendeklarasikan Pradi yang berpasangan dengan Afifah sebagai bakal pasangan calon di Beji, Depok.[43] Pasangan calon ini pula mendapat dukungan dari partai-partai nonparlemen peserta Pemilu Legislatif 2019. Koalisi nonparlemen tersebut melebur dengan KDB. Secara keseluruhan hanya Partai Berkarya yang merupakan satu-satunya partai nonparlemen yang tidak memberi dukungan kepada Pradi-Afifah.[44] Mereka mengajukan berkas pendaftaran sebagai pasangan calon pada 4 September 2020 dan menjadi kandidat pertama yang mendaftar di KPUD Kota Depok.[45] Pradi-Afifah turut menyerahkan surat dukungan dari partai politik pengusul kepada KPUD Kota Depok.[46][47]
Pada mulanya, koalisi yang diinisiasi PAN, Demokrat, PKB, dan PPP mengasaskan Koalisi Tertata yang berpahamkan pada nasionalisme dan religius.[55] Koalisi ini digadang-gadang menjadi poros ketiga sebagai aliansi alternatif yang mengusul kandidatnya sendiri di samping poros PKS dan poros KDB. Pada poros PKS awalnya memunculkan delapan nama bakal calon wali kota dalam pemilihan internal raya, di antaranya Amri Yusra, Imam Budi, Hafid, Said, Supariyono, Prihandoko, Qurtifa, dan Farida.[56] Selain itu, PKS sempat bersepakat untuk bekerja sama dengan Golkar di tingkat daerah,[57] meski akhirnya kedua partai tersebut bergabung dengan koalisi.[58]
PKS sebagai partai dengan perolehan suara dan kursi terbesar di Kota Depok memiliki hak prerogratif dalam menentukan kandidat wali kota. Sejak pilkada 2005, kandidat dari PKS secara berturut-turut memenangkan pemilihan umum.[59] Pada awalnya, Mohammad Idris tidak diperhitungkan sebagai bakal calon wali kota karena ia politikus eksternal dari PKS.[60] Partai tersebut mengutamakan kader internalnya untuk dicalonkan sebagai kandidat, yaitu Imam Budi, Hafid, dan Farida. Ketiganya merupakan legislator, di mana dua di antaranya adalah inisiator PKS. Dari ketiga bakal calon wali kota tersebut terpilihlah Imam sebagai calon tunggal yang akan diusung sebagai pendamping Idris. Nama Idris tetap dicalonkan oleh PKS meski partai tersebut berprinsip untuk mencalonkan kadernya sebagai calon wali kota.[61]
Setelah mendapat cukup dukungan dari partai-partai parlemen, Idris yang berpasangan dengan Imam Budi dari PKS dideklarasikan sebagai kandidat di Hotel Bumi Wiyata, Pancoran Mas pada 4 September 2020.[62] Perolehan kursi yang diperoleh partai pengusung Idris-Imam melebih ambang batas yang ada, meski secara perhitungan kursi kurang dari rivalnya, Pradi-Afifah. Salah satu partai nonparlemen, Berkarya memberi dukungan penuh kepadanya dan menjadi satu-satunya partai nonparlemen yang mendukung pencalonan Idris.[63] Sebelumnya, PBB turut memberi dukungan kepada Idris sebelum mengalihkan dukungan kepada Pradi.[64]
Dengan dibekali dukungan partai, pada 6 September 2020, Idris-Imam mendaftar pencalonan sebagai kandidat pada kontestasi ini.[65] Mereka menjadi pasangan calon terakhir yang mengajukan berkas pendaftaran sebagai syarat pencalonan.[66][67]
Pascakampanye, Idris diisukan menyerahkan bantuan sembilan bahan pokok kepada masyarakat di saat masa tenang berlangsung, dalam hal ini transisi sebelum pemilihan kepala daerah.[68] Penyerahan bantuan tersebut disebutkan atas perintah dari pimpinan daerah PKS Kota Depok dengan mengimbau kepada masyarakat agar membawa dan menunjukkan kartu identitas untuk menerima bantuan sembako. Terkait hal tersebut, pihaknya membantah dan membawa laporan kepada Bawaslu.
Yurgen merupakan mantan politisi PSI yang pernah mencalonkan diri sebagai calon legislatif DPR RI daerah pemilihan Jawa Barat VI pada 2019.[71] Ia mengumumkan maju sebagai kandidat wali kota pada November 2019 dan mendeklarasikan dirinya dengan pasangannya, Reza Zaki, untuk maju dalam kontestasi ini sebulan setelahnya.[72] Dalam menyikapi calon independen, KPUD Kota Depok membuka kesempatan pengajuan sebagai kandidat pada Februari 2020. Kandidat independen yang akan berkontestasi perlu mengajukan bukti dukungan berupa identitas pribadi yang didapat minimal dari enam kecamatan di Kota Depok.[73] Hingga hari terakhir penamaan calon independen, tidak tercatat satupun kandidat yang maju melalui independen.[74]
Lainnya
Hardiono (Independen), Sekretaris Daerah Kota Depok[75]
Nurul Qomar (Independen), mantan calon Anggota DPR RI 2019[76]
KPUD Kota Depok berharap debat publik yang diadakan pihaknya dapat menjadi referensi bagi pemilih menentukan pilihannya di Kota Depok.[83] Terdapat tiga debat publik sebelum digelarnya pemungutan suara. Ketiga debat tersebut dirincikan sebagai berikut:
Calon Wali Kota nomor urut dua Mohammad Idris positif COVID-19, sehingga Idris tidak dapat menghadiri secara langsung debat kedua dilakukan.[84] Pihak Komisi Pemilihan Umum DaerahKota Depok mengizinkan dan memberi syarat untuk calon Wali Kota nomor urut dua tersebut dapat mengikuti debat, yaitu dengan cara virtual melalui aplikasi Zoom Video Communications (Zoom), serta pihak KPUD Kota Depok dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengawasi Idris saat mengikuti debat dengan memakai alat pelindung diri (APD).[85] Hal itu dilakukan karena Idris dalam tahap penyembuhan dari penyakitnya. Namun, pihak kedokteran yang merawat Idris tidak memberikan rekomendasi untuk calon Wali Kota tersebut mengikuti debat meski secara virtual.[86]
Saat berlangsungnya debat, para pasangan calon sudah menyiapkan lembar jawaban atau buku teks untuk dapat menjawab pertanyaan dan penjabaran visi misi.[87] Tidak seperti pada debat sebelumnya, para pasangan calon seperti demam panggung.
Debat Ketiga
Setelah tidak diizinkan mengikuti debat yang kedua, Mohammad Idris akhirnya dapat mengikuti debat ketiga secara virtual yang merupakan keputusan pihak pasangan calon nomor urut dua.[88] Idris yang telah negatif dari COVID-19 terhitung sejak 2 Desember 2020 melalui pemeriksaan follow-up RT-PCR harus menjalani isolasi mandiri selama tiga hari berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian COVID-19.
Istri dari Pradi Supriatna, Martha Catur Wurihandini tidak dapat memberikan hak suaranya disebabkan ia merupakan anggota kepolisian.
Isu
Festival Layangan
Beredar sebuah poster yang berisi tentang Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) akan mengadakan Festival layang-layang pada 25-26 Juli 2020 di Sawangan, Depok, Jawa Barat.[97] Festival digelar sebagai sarana sosialisasi Pilkada 2020. Dalam poster tersebut dijelaskan untuk juara 1,2, dan 3 akan mendapat hadiah berupa tropi dan uang. Setiap peserta harus membayar tikel sebesar Rp75.000. Namun, Bawaslu menegaskan tidak pernah menyelenggarakan festival tersebut. Pihak KPU juga membantah lembaganya menjadi inisiator Festival Layang-Layang tersebut. Staf Bawaslu RI Deytri Aritonang menjelaskan semua kegiatan resmi Bawaslu RI akan disampaikan di akun media sosial resmi Bawaslu dan tidak dengan platform lain. Dari beberapa penjelasan itu didapatkan fakta poster yang beredar melalui aplikasi pesan instan WhatsApp tersebut telah memuat informasi bohong atau hoaks.
Kontroversi
Ketidaknetralan
Beberapa Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kota Depok termasuk camat dan lurah di Kecamatan Bojongsari melakukan dukungan secara terang-terangan terhadap calon Wali Kota Mohammad Idris yang jelas melanggar netralitas ASN.[98] Beredar di media sosial (medsos) dan grup-grup WhatsApp (WA), terutama di grup WA Depok Media Center (DMC) foto para ASN yang terdiri dari lurah dan camat serta staf di Kecamatan Bojongsari berfoto dengan mengenakan kaos bertuliskan "Sahabat Idris". Bahkan juga membentangkan spaduk bertuliskan Sahabat Idris. Diantara para ASN ada yang masih mengenakan celana kedinasan ASN berwarna cokelat. Diperoleh informasi, foto tersebut diambil diacara kegiatan Ajang Super Grasstrack & Motorcross Piala Wali Kota Depok di Sirkuit AGM Pondok Petir, Bojongsari, Kota Depok pada 15 Desember 2019. Pada acara tersebut hadir Wali Kota Depok, Mohammad Idris. Padahal sebelumnya, Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tandjung melakukan kunjungan kerja memantau kesiapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah di Kota Depok untuk mengingatkan pentingnya ASN Kota Depok agar menjaga netralitas. Ketika Bawaslu memantau kampanye kedua pasangan calon, terdapat tiga ASN yang ikut berpartisipasi untuk memenangkan salah satu pasangan calon tersebut.[99] Ketidaknetralan ini bahkan berujung pengadilan setelah diketahui seorang kepala sekolah sering menghadiri kampanye salah satu pasangan calon.[100]
Pelanggaran saat Deklarasi
Deklarasi pasangan calon nomor urut satu yang dilakukan pada 3 September 2020 dinilai tidak menjunjung tinggi protokol kesehatan guna mencegah penyebaran COVID-19.[101] Sebab, tidak ada petugas yang mengecek suhu maupun memerintahkan para tamu yang memasuki area deklarasi untuk mencuci tangan atau menggunakan hand sanitizer. Deretan kursi yang diduduki para pendukung pun tidak menerapkan jaga jarak satu sama lain. Bahkan terlihat beberapa diantaranya meletakkan masker didagu saat berbincang-bincang dengan sesama pendukung.
Kampanye Provokatif
Kampanye provokatif yang mengatasnamakan Muhammadiyah memasang spanduk yang bertuliskan "Kami Warga Muhammadiyah Tidak Rela Kota Depok Dipimpin PKI Perjuangan".[102] Namun, pihak Muhammadiyah membantah hal itu dan menganggap hal itu adalah perbuatan fitnah dan keji di tengah pemilihan umum kepala daerah serentak serta telah membuat laporan ke Polres Metro Depok terkait spanduk provikatif tersebut. Kampanye tersebut berada di Jalan Keadilan, Kelurahan Rangkapan Jaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, Jawa Barat.
Selain itu, terdapat juga baliho provokatif seperti surat suara yang hanya diperlihatkan pasangan calon nomor urut dua dengan disertai lambang resmi KPUD Kota Depok terpasang tersebut diantaranya tersebar di Kecamatan Cilodong, yaitu Jalan Juanda dan Jalan Merdeka.[103] KPUD Kota Depok menegaskan bahwa baliho tersebut bukanlah dari pihaknya. Sedangkan Bawaslu mengklaim pihaknya sudah menurunkam baliho tersebut sejak 18–19 November 2020. Banyak warga yang merasa resah atas pemasangan baliho provokatif tersebut.
Pelecehan
Calon Wakil Wali Kota Depok Afifah Alia merasa dilecehkan oleh rivalnya, Imam Budi Hartono.[104] Peristiwa pelecehan terjadi pada saat Afifah menjalani kewajiban melakukan tes kesehatan di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, tanggal 8 September 2020. Saat petugas rumah sakit menginformasikan kamar isolasi kepada masing-masing pasangan calon, Afifah merasa dilecehkan oleh Imam Budi Hartono. Tiba-tiba, Imam melontarkan 'sekamar sama saya saja bu Afifah', kemudian Mohammad Idris yang kebetulan ada didekatnya menyambut pernyataan tersebut dengan tertawa. Afifah yang saat itu mengaku hanya diam, merasa geram dan marah, karena ujaran itu tidak pantas dilontarkan terhadap perempuan. Afifah lantas menuntut permintaan maaf dari Imam atas ujaran tersebut. Namun, Imam merasa tidak bersalah dan membantah adanya ujaran pelecehan.[105] Imam mengklarifikasi bahwa ucapannya terpotong sehingga menurutnya mengubah makna kalimat. Dikatakannya 'kalau berdua saya jawab saya bisa sekamar sama Afifah, cucu saya', tetapi Imam mengira Afifah Alia tidak mendengar kalimat tersebut. Meski telah dituntut meminta maaf, Imam tetap pada pembelaan dirinya, bahwa duduk perkara masalah ini disebabkan oleh beda versi kalimat masing-masing antara dirinya dengan Afifah, yang menimbulkan tafsir berbeda.
Persoalan tersebut kembali diangkat oleh Afifah pada saat debat ketiga.[106] Afifah merasa trauma atas kejadian tersebut yang membuat dirinya tidak mau mengirim atau mendapatkan pesan WhatsApp dari Imam Budi Hartono. Afifah yakin bahwa Imam tidak mempunyai cucu yang bernama Afifah sehingga Imam dianggap benar-benar melecehkan dirinya. Kemudian Idris mengingatkan agar Afifah tidak berbicara mengarah kepada persoalan pribadi. Untuk mengakhiri persoalan tersebut, Imam meminta maaf kepada Afifah dan menjelaskan:
Saya pada waktu itu tidak bicara seperti itu. Apa yang disampaikan oleh saya merupakan salah persepsi yang disampaikan oleh Bu Afifah dan permasalahan ini saya rasa tidak perlu dibesar-besarkan masalah di publik seperti ini. Kita anggap selesai, kita anggap closed. Kalau memang Bu Afifah merasa tersinggung, saya pribadi minta maaf, tetapi bukanlah itu maksudnya.
Pencopotan Alat Peraga Sosialisasi (APS) dan baliho
Pada saat penurunan alat peraga sosialisasi (APS), salah satu anggota Satuan Polisi (Satpol) Pamong Praja tersengat listrik saat sedang melakukan penertiban APS di Jalan Parung Bingung, Pancoran Mas, Kota Depok.[107] Akibatnya, petugas tersebut mengalami luka bakar hingga kurang lebih enam puluh persen disekujur tubuhnya hingga harus dilarikan ke rumah sakit dan dirujuk ke RSUD Kota Depok. Korban sempat tak sadarkan diri dan tersangkut di papan baliho tersebut, sebelum akhirnya petugas lainnya membantu mengevakuasi korban dan melarikannya ke rumah sakit.
Baliho milik pasangan calon nomor urut dua, Mohammad Idris-Imam Budi Hartono juga diketahui dicopot oleh individu yang tidak bertanggung jawab disekitar Jl. Raden Saleh II, Sukmajaya, Kota Depok.[108] Ditangannya juga ditemukan beberapa banner pasangan calon nomor urut dua tersebut berukuran 50×75 cm yang telah berhasil dicopot.
Pelanggaran saat Kampanye
Bawaslu menilai bahwa kedua pasangan calon melanggar protokol kesehatan sebanyak delapan kali dan sebelas pelanggaran kampanye iklan media dalam seminggu. Berdarkan hasil pengawasan kampanye sejak 26 September hingga 4 Oktober 2020, terdapat 194 kegiatan kampanye yang tersebar di seluruh Kecamatan se-Kota Depok. Secara kuantitatif Kecamatan Pancoran Mas menjadi Kecamatan dengan frekuensi terbanyak terselenggaranya kegiatan Kampanye pada pekan pertama tahapan dengan empat puluh enam kegiatan. Sedangkan Kecamatan Cinere dan Limo masuk dalam kategori yang paling sedikit terselenggaranya kegiatan Kampanye hanya lima dan enam kegiatan.
Dalam proses pengawasan, terdapat dua puluh delapan kegiatan kampanye tanpa surat pemberitahuan yang ditembuskan ke Bawaslu Kota Depok. Sedangkan 166 kegiatan diantaranya telah diterima dalam kotak surat masuk Bawaslu Kota Depok baik yang berbentuk elektronik maupun fisik. Kemudian didapati pula delapan pelanggaran kepatuhan terhadap standar protokol kesehatan COVID-19. Dengan rincian pelanggaran; peserta lebih dari lima puluh orang, peserta tidak menjaga jarak, dan kegiatan pada malam hari. Dalam salah satu kegiatan yang melanggar protokol kesehatan didapati pula anak-anak yang disertakan dalam kegiatan kampanye.
Selain itu, ditemukan sebelas pelanggaran iklan kampanye dimana pasangan calon mengkampanyekan dirinya pada iklan media cetak dan daring di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dengan rincian dua media cetak dan sembilan media daring. Terdapat pula iklan kampanye yg terpasang pada media masa baik cetak maupun daring, hal ini tidak lepas dari kurangnya sosialisasi regulasi tersebut oleh KPU Kota Depok kepada awak media. Terhadap pelanggaran Iklan Kampanye pada sembilan media daring tidak sesuai jadwal, Bawaslu Kota Depok sedang melakukan proses penanganan lebih lanjut.
Bahwa menindaklanjuti dugaan pelanggaran yang telah ditemukan, Bawaslu Kota Depok telah mengeluarkan dua Surat Peringatan tertulis kepada penyelenggara kegiatan yang melanggar protokol kesehatan, melakukan tindakan pencegahan terhadap kegiatan yang terlihat membawa anak-anak sebelum dimulainya acara, serta melakukan pemangilan klarifikasi dalam proses penanganan pelanggaran kepada dua media cetak. Terhadap ketidakpatuhan tembusan surat pemberitahuan, Bawaslu Kota Depok akan melakukan himbuan kembali melalui para penghubung (LO) pasangan calon agar mematuhi prosedur pelaksanaan kegiatan kampanye termasuk mematuhi protokol kesehatan, dan memaksimalkan Kampanye metode pertemuan dalam jaringan (daring) guna meminimalisir kerumunan massa melebihi lima puluh orang.
Begitupun setelah kampanye dalam waktu sebulan. Terdapat dua puluh tiga pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan oleh kedua pasangan calon.[109] Minimnya penerapan protokol kesehatan secara signifikan terjadi di minggu kedua (dari sembilan pelanggaran menjadi enam pelanggaran) dan minggu keempat (dari enam pelanggaran menjadi dua pelanggaran). Selain itu, kedua pasangan calon tidak melakukan kampanye daring, sesuai yang dianjurkan oleh Komisi Pemilihan Umum.[110] Kampanye secara tatap muka dan dialog lebih diminati para pasangan calon dibanding kampanye secara daring. Seperti pada pasangan calon nomor urut dua, Mohammad Idris dan Imam Budi Hartono yang melakukan siaran langsung dengan ditemukannya titik kumpul massa saat kampanye,[110] sedangkan pada pasangan calon nomor urut satu, Pradi Supriatna dan Afifah Alia mengakui sulit beralih kepada kampanye secara daring.[111]
Bahkan, kecamatan dengan tingkat pasien COVID-19 tertinggi di Kota Depok sejak Maret 2020 menjadi lokasi paling diminati kedua pasangan calon dalam berkampanye.[112] Kecamatan tersebut adalah Pancoran Mas berjumlah 144 kegiatan, Sukmajaya berjumlah 135 kegiatan, Sawangan berjumlah 135 kegiatan, dan Cimanggis berjumlah 114 kegiatan. Terpilihnya kecamatan-kecamatan tersebut menjadi lokasi paling diminati dalam berkampanye dapat dipahami karena Sukmajaya, Pancoran Mas, dan Cimanggis merupakan tiga kecamatan dengan penduduk terbanyak di Kota Depok. Dalam jumlah pasien (per 6 November 2020) di Sukmajaya berjumlah 138 pasien, Pancoran Mas berjumlah 131 pasien, Cimanggis berjumlah 128 pasien, dan Sawangan berjumlah 121 pasien.
Pemberhentian kader partai
Partai Golongan Karya (Golkar) Kota Depok memberhentikan kader partai bernama Amsori setelah mendukung pasangan calon nomor urut dua[113] dan sudah sesuai dengan ketentuan DPP Golkar, Kartu Tanda Anggota (KTA) atas nama Amsori dicabut dari keanggotaan partai. Selain itu, Amsori juga sudah tidak aktif dalam partai tersebut selama tiga tahun terakhir. Namun, Partai Golkar Kota Depok memastikan seluruh kadernya sudah satu suara dengan keputusan DPP Partai Golkar.
Terancam Langgar Undang-Undang
Pasangan calon nomor urut dua, Mohammad Idris dan Imam Budi Hartono berisiko terkena sanksi pidana jika terbukti melanggar Undang-Undang Republik Indonesia Pasal 280 Ayat (1) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.[114] Hal itu terkait pernyataan Idris kepada warga saat kegiatan kampanye pertemuan langsung pada 15 Oktober 2020 di wilayah Sawangan Baru mengenai program berobat gratis dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) milik pasangan calon nomor urut satu dikatakannya tidak mungkin dan tidak benar. Selanjutnya Idris juga mengatakan jika dia menjadi seorang presiden, dia memastikan dirinya akan marah karena itu adalah aturan presiden yang ditandatangani oleh presiden dan dikatakannya tidak benar. Kemudian, tim pemenangan pasangan calon nomor urut satu melakukan pembahasan sebelum ditindaklanjuti.
Alat Peraga Kampanye di Tempat Pemakaman Umum
Disebuah Tempat Pemakaman Umum (TPU) di Kecamatan Sukmajaya dipasang alat peraga kampanye (APK) berupa poster oleh kedua pasangan calon.[115] Padahal berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum, peserta, tim sukses dan penyelenggara dilarang memasang alat peraga kampanye (APK) di tempat umum seperti tempat ibadah, rumah sakit, gedung sekolah dan pemakaman. Bahkan, di kawasasan pemukiman Kelurahan Pangkalan Jati baliho dan poster kedua pasangan calon sudah mulai menjamur.[116]
^Mulya, Pebri (11 Januari 2020). "Mama Pede Dukung Hardiono". Radar Depok. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-01-11. Diakses tanggal 13 Januari 2020.